Pengusaha Minta Aturan Super Deductible Tax Diperjelas

NERACA

Jakarta – Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (GPMMI) Adhi Lukman meminta pemerintah memperjelas aturan mengenai insentif pajak super deductible tax perihal vokasi, inovasi, pengembangan, dan penelitian. "Harus diperjelas, kalau kita investasi ini, kita dapat ini, investasi itu kita dapat ini. Itu clear tidak perlu kita mengajukan lagi, mengkaji lagi," ujar Adhi sebagaimana disalin dari laman Antara.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo menandatangani regulasi mengenai super deductible tax atau insentif pajak bagi pengembangan vokasi dan inovasi. Regulasi tersebut dimuat dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 45 Tahun 2019 tentang Perubahan PP Nomor 94 Tahun 2010 tentang Penghitungan Penghasilan Kena Pajak dan Pelunasan Pajak Penghasilan Tahun Berjalan. Ada beberapa poin yang diberikan insentif yang diberikan dalam aturan ini.

Dalam pasal 29B, Wajib Pajak Badan dalam negeri yang menyelenggarakan kegiatan praktik kerja, pemagangan, atau pembelajaran dalam rangka pembinaan dan pengembangan sumber daya manusia berbasis kompetensi tertentu dapat diberikan pengurangan penghasilan bruto paling tinggi 200 persen dari jumlah biaya yang dikeluarkan.

Kemudian dalam pasal 29C, menyatakan Wajib Pajak Badan dalam negeri yang melakukan kegiatan penelitian dan pengembangan tertentu di Indonesia dapat diberikan pengurangan penghasilan bruto paling tinggi 300 persen dari jumlah biaya yang dikeluarkan.

Dalam pasal 29A, industri padat karya yang belum mendapatkan insentif dapat diberikan fasilitas pajak penghasilan berupa pengurangan penghasilan neto sebesar 60 persen dari jumlah penanaman modal berupa aktiva tetap berwujud termasuk tanah yang digunakan untuk kegiatan usaha utama, yang dibebankan dalam jangka waktu tertentu.

Dalam poin-poin tersebut, Adhi meminta kejelasan perihal pemberian insentif pajak 200 hingga 300 persen yang bisa didapatkan pengusaha apabila ikut dalam program vokasi dan penelitian.

Hingga saat ini kalangan pengusaha masih belum mengetahui batasan penerimaan insentif pajak yang bisa diperoleh apabila mengikuti program tersebut. "Tapi terus terang, ini yang kami tunggu sampai di mana karena ada kata-kata maksimum 200 persen maksimum 300 persen. Nanti maksimumnya 0 sampai 200 atau 0 sampai 300 di atas kertas, jangan-jangan kita dapat tapi 0 persen," kata dia.

Kalangan pengusaha juga membutuhkan kepastian bahwa kebijakan insentif fiskal tersebut bisa diterapkan secara nyata. Dari pengalaman terdahulu, seperti fasilitas tax holiday dan tax allowance, dalam pelaksanaannya sangat sulit diperoleh pengusaha.

"Anggota kami yang sudah menyerahkan tapi belum diberikan karena masih dikaji. Mudah-mudahan ada revisi lagi yang disiapkan mengenai PMK. Mudah-mudahan bisa mendorong. Mendorong percepatan seperti yang diharapkan Presiden, investasi bisa terwujud," kata dia.

Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) mendukung program Super Deductible Tax yang memberikan insentif pajak bagi para pelaku usaha yang terlibat dalam pengembangan sumber daya manusia, penelitian, dan inovasi karena akan meningkatkan kualitas produksi.

"Dari sana kita menaikkan SDM, pengusaha juga seperti itu karena akhirnya ke produktivitas, nilai tambah perusahaan. Kalau skill meningkat, profit akan meningkat, dan output meningkat," ujar Direktur Eksekutif Apindo Agung Pambudhi.

Agung mengatakan bahwa dunia usaha akan menyambut baik Peraturan Pemerintah Nomor 45 tahun 2019 karena perusahaan layaknya sedang berinvestasi agar produk-produk yang dihasilkan bisa bersaing di pasar global.

Ia mencontohkan Thailand yang telah menerapkan program Super Deductible Tax ini. Pemerintah setempat memberikan insentif pajak bagi pelaku usaha yang melakukan vokasi, magang, hingga pengadaan material atau alat untuk meningkatkan kualitas SDM.

Hasilnya pun terbukti, produk-produk dari Thailand bisa mengekspansi pasar internasional khususnya di ASEAN. "Di sana masukkan satu mesin dengan nilai tertentu, di situ dibebaskan biaya tax untuk pemagangan. Itu yang kita harapkan menjadi insentif," kata dia.

Meski begitu, kata Agung, kalangan pengusaha membutuhkan kepastian bahwa kebijakan insentif fiskal tersebut bisa diterapkan secara nyata, terutama terkait petunjuk teknis Peraturan Menteri Keuangan (PMK).

"Kami harap-harap cemas dalam pengertian tidak berujung seperti cerita sedih sebelumnya. Cukup bagus diregulasi kemudian implementasinya begitu berat untuk prasyarat mendapatkan insentif tersebut," kata dia.

BERITA TERKAIT

Konflik Iran dan Israel Harus Diwaspadai Bagi Pelaku Industri

NERACA Jakarta – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus memantau situasi geopolitik dunia yang tengah bergejolak. Saat ini situasi Timur Tengah semakin…

Soal Bisnis dengan Israel - Lembaga Konsumen Muslim Desak Danone Jujur

Yayasan Konsumen Muslim Indonesia, lembaga perlindungan konsumen Muslim berbasis Jakarta, kembali menyuarakan desakan boikot dan divestasi saham Danone, raksasa bisnis…

Tiga Asosiasi Hilir Sawit dan Forwatan Berbagi Kebaikan

NERACA Jakarta – Kegiatan promosi sawit dan bakti sosial diselenggarakan Forum Wartawan Pertanian (Forwatan) bersama tiga asosiasi hilir sawit yaitu…

BERITA LAINNYA DI Industri

Konflik Iran dan Israel Harus Diwaspadai Bagi Pelaku Industri

NERACA Jakarta – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus memantau situasi geopolitik dunia yang tengah bergejolak. Saat ini situasi Timur Tengah semakin…

Soal Bisnis dengan Israel - Lembaga Konsumen Muslim Desak Danone Jujur

Yayasan Konsumen Muslim Indonesia, lembaga perlindungan konsumen Muslim berbasis Jakarta, kembali menyuarakan desakan boikot dan divestasi saham Danone, raksasa bisnis…

Tiga Asosiasi Hilir Sawit dan Forwatan Berbagi Kebaikan

NERACA Jakarta – Kegiatan promosi sawit dan bakti sosial diselenggarakan Forum Wartawan Pertanian (Forwatan) bersama tiga asosiasi hilir sawit yaitu…