Musim Kemarau - Bakal Pengaruhi Serapan Beras dan Berpotensi Picu Kenaikan Harga

NERACA

Jakarta – Musim kemarau yang sudah berlangsung sejak bulan April 2019 diprediksi akan tetap berlangsung dalam waktu yang lama. Berlangsungnya musim kemarau ini berpotensi menimbulkan dampak pada permintaan beras yang naik.  Hal ini dikarenakan pada musim kemarau, petani berisiko untuk gagal panen.

Tidak sedikit juga petani yang memilih untuk tidak menanam padi. Hal ini akan memengaruhi hasil penyerapan beras yang dilakukan Bulog. Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Galuh Octania mengatakan, pemerintah lewat Bulog harus memikirkan strategi agar harga beras tidak melonjak karena tidak sebandingnya demand (permintaan) dan supply (penawaran). Salah satu langkah yang nyata yang dapat dilakukan adalah dengan memanfaatkan operasi pasar yang pelaksanaannya sudah diperpanjang hingga akhir tahun 2019 ini. Beras-beras yang ada di gudang Bulog harus dapat dimanfaatkan untuk operasi pasar di tengah musim kemarau ini. Namun kualitasnya harus tetap diperhatikan.

“Selain memperhatikan kualitasnya, Pemerintah juga dapat melihat harga sebagai parameter untuk mengukur ketersediaan beras di pasaran. Sederhana aja, saat harga naik tentu saja ada supply yang berkurang. Hal ini seharusnya dapat dijadikan acuan saat akan memutuskan kebijakan,” jelas Galuh, disalin dari siaran resmi.

Selain itu, pemerintah juga harus merancang rencana cadangan kalau operasi pasar masih juga belum mampu meredam lonjakan harga beras di pasar. Beras yang sepenuhnya diserap akan dibeli dengan harga minimal HPP. Namun sayangnya nilai HPP terlalu rendah karena harga di pasar selalu jauh lebih tinggi. Hal ini tentu akan membuat petani merugi. Pasalnya dengan kondisi stok panen gabah terbatas dan petani harus berhadapan dengan musim kemarau panjang, biaya produksi juga akan meningkat. Biaya produksi yang tinggi mau tidak mau akan memengaruhi harga beras.

Perbedaan data beras antar kementerian atau pihak terkait mengakibatkan mandegnya keputusan penyelesaian masalah beras. Untuk itu, keakuratan data merupakan hal yang penting. Dalam mengatasi lonjakan harga ini pemerintah juga harus mulai melakukan perhitungan apakah dengan segala kemungkinan yang sudah dilakukan, pemerintah perlu melakukan impor atau tidak. Jangan sampai keputusan impor muncul di tengah harga sudah terlanjur melonjak dan justru menjadikan kebijakan impor tersebut tidak efektif karena tidak dilakukan dari jauh-jauh hari sebelum harga beras internasional naik.

Bulog dalam hal ini juga diharapkan dapat menyerap beras dari petani semaksimal mungkin, dengan kebijakan di mana Bulog dapat membeli beras dengan harga komersial untuk menyesuaikan kondisi pasar harus dimanfaatkan dengan baik. Skema yang tertuang dalam Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian nomor 5 Tahun 2018 merupakan langkah yang membuka jalan bagi Bulog untuk tidak harus terpaku pada Harga Pembelian Pemerintah (HPP) yang tidak fleksibel. Pada akhirnya, harga yang melonjak ini perlu diantisipasi, di satu sisi agar dapat menjaga inflasi tetap berada di dalam batas yang wajar, dan tentunya agar tidak membebani masyarakat sebagai konsumen dan juga petani.

Pemerintah mulai mengantisipasi kemungkinan terjadinya musim kemarau panjang dengan menyiagakan pasokan bahan pangan agar laju inflasi tetap stabil sesuai target hingga akhir tahun 2019. "Kita harus benar-benar antisipasi musim kekeringan yang mungkin agak di luar kebiasaan," kata Menteri PPN/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro di Jakarta, Rabu (10/7).

Menurut Bambang, terjadinya musim kemarau panjang ini berpotensi mempengaruhi produksi pangan, padahal komponen terbesar penyebab terjadinya inflasi adalah bahan makanan.

Untuk itu, tambah dia, beberapa komoditas pangan yang biasanya mengalami fluktuasi harga karena kurangnya pasokan harus menjadi perhatian pemerintah. "Beras sejauh ini, kalau di cadangan Bulog masih relatif aman. Justru seharusnya komoditas lain," kata Bambang Brodjonegoro, seperti dilansir laman kantor berita Antara.

Dalam kesempatan yang sama, Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suhariyanto mengharapkan laju inflasi hingga akhir tahun terjaga sesuai asumsi 3,5 persen plus minus satu persen. Oleh karena itu, tambah dia, upaya menjaga kestabilan harga pangan untuk menjaga inflasi harus dilakukan, salah satunya dengan menata jalur distribusi bahan makanan agar tidak terjadi gangguan pasokan.

"Tidak hanya konsentrasi di produksi, misalnya, tapi lebih kepada bagaimana jalur distribusi yang lebih efisien, penyiapan gudang untuk beberapa komoditas yang mudah busuk. Hal-hal seperti itu yang kita antisipasi ke depan," ujar Suhariyanto.

Sebelumnya BPS mencatat harga cabai merah dan ikan segar yang tinggi menjadi pemicu terjadinya laju inflasi pada Juni 2019 sebesar 0,55 persen. Namun, terdapat juga harga kelompok bahan pangan yang turun dan menjadi penghambat tingginya inflasi yaitu bawang putih, daging ayam ras, dan telur ayam ras. Dengan pencapaian ini, maka laju inflasi tahun kalender Januari-Juni 2019 tercatat sebesar 2,05 persen dan laju inflasi tahun ke tahun (yoy) sebesar 3,28 persen.

BERITA TERKAIT

Tiga Asosiasi Hilir Sawit dan Forwatan Berbagi Kebaikan

NERACA Jakarta – Kegiatan promosi sawit dan bakti sosial diselenggarakan Forum Wartawan Pertanian (Forwatan) bersama tiga asosiasi hilir sawit yaitu…

Hingga H+3 Pertamina Tambah 14,4 juta Tabung LPG 3 Kg

NERACA Malang – Selama Ramadhan hingga H+3 Idul Fitri 2024, Pertamina melalui anak usahanya, Pertamina Patra Niaga, telah menambah pasokan…

Pengembangan Industri Pengolahan Kopi Terus Dirorong

NERACA Jakarta – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus mendorong perkembangan industri pengolahan kopi nasional. Hal ini untuk semakin mengoptimalkan potensi besar…

BERITA LAINNYA DI Industri

Tiga Asosiasi Hilir Sawit dan Forwatan Berbagi Kebaikan

NERACA Jakarta – Kegiatan promosi sawit dan bakti sosial diselenggarakan Forum Wartawan Pertanian (Forwatan) bersama tiga asosiasi hilir sawit yaitu…

Hingga H+3 Pertamina Tambah 14,4 juta Tabung LPG 3 Kg

NERACA Malang – Selama Ramadhan hingga H+3 Idul Fitri 2024, Pertamina melalui anak usahanya, Pertamina Patra Niaga, telah menambah pasokan…

Pengembangan Industri Pengolahan Kopi Terus Dirorong

NERACA Jakarta – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus mendorong perkembangan industri pengolahan kopi nasional. Hal ini untuk semakin mengoptimalkan potensi besar…