Merawat Persatuan Indonesia Melalui Tangkal Ideologi Sesat di Medsos

 

Oleh : Firza Nandika, Mahasiswa Sosial Politik Universitas Nasional

Narasi kebencian, intoleran, dan radikalisme semakin menguat di tengah masyarakat. Catatan Kontras (14/11/2018) menunjukkan, bahwa intimidasi dan kekerasan atas nama agama masih terus meningkat dan berulang-ulang dari tahun ketahun. Budaya damai dan saling memahami menjadi terpinggirkan. Media sosial adalah salah satu lahan subur bersemainya aksi-aksi yang kontra terhadap nilai-nilai persatuan. Sifatnya yang anonymous membuat setiap orang bisa dengan bebas membuat akun-akun penyebar konten intoleran dan penuh permusuhan.

Fakta tentang polarisasi masyarakat ini harus disikapi dengan sangat serius dan bersungguh-sungguh. Sebagai sebuah kecenderungan yang tidak sehat dan tidak produktif, dia tidak boleh berlarut-larut. Pada gilirannya, dia akan berdampak pada persatuan dan kesatuan bangsa, pun terhadap ketahanan nasional.

Berbagai pendekatan terus diupayakan untuk mengakhir polarisasi. Namun, tanpa kesadaran, kemauan dan peran serta masyarakat, semua upaya pendekatan itu akan sia-sia. Sebab, pada akhirnya, faktor penentu ada pada kemauan serta niat baik dan tulus semua komunitas di negara ini. Disinilah kita cerdas mencermati siapa dan kelompok apa yang sesungguhnya memang punya tujuan tidak sejalan dengan cita cita bangsa dan memiliki agenda tersembunyi. Mereka tidak lain salah satunya yaitu kelompok radikal yang ingin terus merusak.tatanan Indonesia dalam bingkai Pancasila dan NKRI menjadi sesuai keinginannya.

Kini, idealnya, tidak ada lagi rivalitas politik antarkomunitas, karena tahun politik 2019 yang memuncak pada pilpres-pileg telah berakhir, dan telah difinalisasi oleh keputusan Mahkamah Konstitusi pada 27 Juni 2019. Sekali lagi, mengakhiri rivalitas itu harus menjadi kehendak dan semangat bersama semua elemen bangsa. Biarlah panggung rivalitas politik itu diisi dan dilakoni oleh para politisi sebagai sarana untuk memperjuangkan aspirasi konstituennya masing-masing.

Patut untuk diingat dan digarisbawahi oleh semua komunitas bahwa bagi para politisi, tidak ada rivalitas abadi, tidak ada pula musuh abadi dan tidak ada teman atau anggota koalisi yang abadi. Satu-satunya yang abadi dalam politik adalah kepentingan. Kalau sudah bicara tentang kepentingan, selalu muncul pertanyaan siapa mendapat apa dan siapa yang harus lebih didahulukan.

Kalau sudah begitu, jelas bahwa tidak ada alasan sedikit pun bagi semua elemen akar rumput masyarakat Indonesia untuk mempertahankan atau merawat polarisasi sekarang ini. Camkan bahwa ketika elite politik bicara kepentingan dan pembagian, masyarakat akar rumput bahkan tidak punya akses untuk tahu.

Belajar dari akar permasalahan yang melahirkan sejumlah ekses sepanjang periode tahun politik 2019, semua komunitas telah diingatkan tentang urgensi menjaga persatuan dan kesatuan bangsa. Rivalitas politik lima tahunan memang tak terhindarkan. Tetapi rivalitas itu sekali-kali tak boleh merusak atau menghancurkan persatuan dan kesatuan bangsa.

Sejatinya, rivalitas politik selalu dibutuhkan. Namun, rivalitas itu haruslah sehat, dalam arti dilakoni dengan etika yang benar plus narasi yang mendewasakan dan mencerdaskan. Haram jadinya jika rivalitas politik mendorong polarisasi masyarakat, dan haram pula jika perilaku dan narasi politik tidak mencerdaskan masyarakat.

Persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia adalah warisan leluhur. Warisan ini pula yang menjadi fondasi kukuh persatuan dan kesatuan bangsa, karena sarat toleransi dan kesediaan untuk menerima, mengakui dan menghormati perbedaan. Warisan ini, bersama dengan falsafah dan dasar negara Pancasila serta Undang-undang Dasar 1945, telah mengalami beberapa kali ujian yang tidak ringan.

Memang, sejarah mencatat bahwa selalu saja ada komunitas yang ingin mengingkari, bahkan juga mencobai menciderai dan menghapus warisan itu. Namun, dengan segala risiko yang harus diterima, semua ujian itu selalu berhasil dimenangkan berkat persatuan dan kesatuan bangsa. Sejatinya, setiap generasi hanya diminta merawat warisan leluhur itu, dan jangan sekali-kali mennodai atau merongrongnya. Belajarlah dari sejarah yang bertutur tentang semangat dan keberanian menjaga tegaknya eksistensi NKRI.

Maka demi persatuan dan kesatuan bangsa, polarisasi masyarakat sekarang ini tidak boleh berlarut-larut. Harmonisasi hidup berbangsa, bernegara dan bermasyarakat harus segera dipulihkan, at all cost. Rivalitas antarkomunitas yang disuluti oleh sentimen SARA atau ideologi sesat lainnya tidak boleh lagi diberi ruang. Demi tegaknya NKRI, persatuan dan kesatuan bangsa pun menjadi harga mati.

BERITA TERKAIT

Pembangunan Infrastruktur Demi Tingkatkan Kualitas Hidup Masyarakat Papua

  Oleh : Damier Kobogau, Mahasiswa Papua tinggal di Surabaya   Pemerintah terus berkomitmen membangun Papua melalui berbagai pembangunan infrastruktur…

Pembangunan Fasilitas Pendukung Salah Satu Kunci Kesuksesan IKN

  Oleh : Rivka Mayangsari, Peneliti di Lembaga Studi dan Informasi Strategis Indonesia   Pembangunan IKN merupakan sebuah keputusan sejarah…

Presiden Terpilih Perlu Bebaskan Ekonomi dari Jebakan Pertumbuhan 5% dengan Energi Nuklir Bersih

    Oleh: Dr. Kurtubi, Ketua Kaukus Nuklir Parlemen 2014 – 2019, Alumnus UI Bencana Alam yang banyak terjadi didunia…

BERITA LAINNYA DI Opini

Pembangunan Infrastruktur Demi Tingkatkan Kualitas Hidup Masyarakat Papua

  Oleh : Damier Kobogau, Mahasiswa Papua tinggal di Surabaya   Pemerintah terus berkomitmen membangun Papua melalui berbagai pembangunan infrastruktur…

Pembangunan Fasilitas Pendukung Salah Satu Kunci Kesuksesan IKN

  Oleh : Rivka Mayangsari, Peneliti di Lembaga Studi dan Informasi Strategis Indonesia   Pembangunan IKN merupakan sebuah keputusan sejarah…

Presiden Terpilih Perlu Bebaskan Ekonomi dari Jebakan Pertumbuhan 5% dengan Energi Nuklir Bersih

    Oleh: Dr. Kurtubi, Ketua Kaukus Nuklir Parlemen 2014 – 2019, Alumnus UI Bencana Alam yang banyak terjadi didunia…