Kebijakan Land Reform Produktif Bantu Rakyat Miskin

NERACA

Jakarta—Pemerintah diminta mengubah skema kebijakan pemberian bantuan langsung sementara masyarakat (BLSM) kepada 18,5 juta rumah tangga miskin (RTM) sebagai dampak kenaikan BBM. Karena itu sebaiknya BLSM diganti dengan kebijakan land reform,  karena jauh lebih strategis dan sistematis dalam meningkatkan daya beli masyarakat miskin.

“Masyarakat miskin Indonesia didominasi oleh petani. Jadi program ini dirasakan tepat untuk mengurangi kemiskinan akibat imbas kenaikan BBM ketimbang program BLSM. Apalagi BLSM hanya membuat orang miskin menjadi malas untuk bekerja dan tak produktif,” kata Direktur Eksekutif Indef Prof. Dr. Ahmad Erani Yustika di Jakarta, Rabu (28/3)

Dampaknya terhadap makro ekonomi, menurut dia, dengan asumsi kenaikan BBM Rp1.500 per liter, maka berdasarkan hasil simulasi yang dilakukan Indef, pertumbuhan ekonomi akan merosot menjadi 5,8%. “Penurunan pertumbuhannya antara lain disebabkan oleh investasi yang jatuh akibat kenaikan suku bunga kredit. Selain itu, inflasi bisa melonjak 3%-4% sehingga daya beli masyarakat bisa jatuh, dimana kaum miskin daya belinya bisa berkurang sekitar 10%-15%,” tambahnya.

Oleh karena itu, kata Guru Besar FE Unibraw ini, untuk mengantisipasi terjadinya pengangguran akibat kenaikan BBM, pemerintah perlu menggiatkan kembali program reforma agraria. “dahulu program ini pernah dicanangkan oleh pemerintah, namun program tersebut jalan ditempat karena satu dan lain hal,” ujarnya.

Erani mengakui sekitar 4 tahun yang lalu, pemerintah punya program reforma agraria yang mana programnya adalah sekitar 8,15 juta ha mau dibagi ke petani. “Namun itu hanyalah janji pemerintah saja. kenyataannya itu tidak jalan,” tuturnya.

Lebih jauh kata Erani lagi, pelaksanaan program land reform ini setidaknya bisa menyerap sekitar 16 juta pekerja pada sektor pertanian. “Katakanlan tiap hektar diurus oleh 2 orang maka setidaknya ada 16 juta pekerja baru yang bisa produktif tanpa mengantri untuk mengambil BLSM dan lebih mendidik,” lugasnya.

Land reform adalah sebuah upaya yang secara sengaja bertujuan untuk merombak dan mengubah sistem agraria yang ada dengan maksud untuk meningkatkan distribusi pendapatan pertanian dan dengan demikian mendorong pembangunan pedesaan.

Peneliti LPEM-UI Eugenia Mardanugraha juga tak membantah program land reform sangat produktif memberdayakan warga miskin ketimbang pemberian BLSM. Namun dalam pelaksanaanya tetap agak sulit. Karena pemberian tanah tanpa dibarengi subsidi juga sulit. “Rakyat miskin hanya diberikan lahannya saja tetapi tidak diberikan subsidi BBM, agak sulit.  Karena tetap saja rakyat miskin membutuhkan BBM dalam segi transportasi dalam menjalankan usaha di lahan tersebut,” ujarnya.

Oleh karena itu, Eugenia menyarankan rakyat miskin jangan diberikan lahan saja tetapi diberikan kompensasi subsidi BBM juga. Sehingga  biaya yang dikeluarkan dalam menjalankan usahanya di lahan tersebut bisa berjalan lancar. “Sama saja bohong apabila menjalankan usahanya tetapi tidak dibantu dalam sektor transportasinya,” katanya.

Lebih lanjut lagi, Eugenia menjelaskan penerapan land reform ini harus dibarengi pula dengan pemberian alat-alat produksi untuk menggarap lahan tersebut. Dengan kata lain,  selain diberikan lahan tanah tetapi juga diberikan kemampuan dalam mengagarap lahan tersebut. “Dengan petani mempunyai lahan itu sendiri, maka keuntungan yang akan didapatkannya bisa tinggi,” tambahnya.

Yang jelas, kata pengamat pertanian Husen Sawit, program land reform terhadap kaum  miskin merupakan program jangka panjang dalam memperbaiki kesejahteraan petani.  Namun yang paling utama adalah program agraria reform. Namun, agraria reform terlihat berjalan sangat lambat karena pemerintahan yang sifatnya selalu reaksioner. “Pemerintah tidak pernah berfikir untuk melakukan perbaikan untuk jangka panjang, tindakannya hanya 4 – 5 tahun ke depan. Political spot jangka panjang belum berjalan sama sekali,” tegasnya.

Subsidi Terbatas

Husen melihat, pembangunan pertanian di Indonesia tidak berjalan dengan baik. Selama ini, subsidi yang diberikan pemerintah hanya terbatas pada pupuk, pestisida dan lain-lain, bukan kepada pembangunan infrastruktur pertanian. Regulasi sektor pertanian dan sektor lahan tidak berpihak kepada petani. “Pembangunan pertanian tidak berjalan dengan baik, karena fokus pemerintah yang dangkal. Infrastruktur tidak dibangun,” tandasnya

Demikian pula Wakil Rektor IPB, Hermanto Siregar sangat setuju dengan progam pemberian lahan, baik sawah maupun tanah kepada petani. Karena ini  memberikan efek yang positif ketimbang BLT yang cenderung membuat pasif. “Kalau kita memberikan sepetak sawah saja untuk mereka bertani saya setuju,”ungkapnya.

Namun untuk mencapai program land reform ini memerlukan waktu yang tidak sebentar, kata Hermanto,  sampai saat ini masih banyak sekali kendala untuk mencapai program tersebut. Salah satu belum ada data konkret mengenai lahan terlantar yang ada di Indonesia.

Lebih jauh lagi Hermanto, ketimbang repot-repot membuat program baru lebih baik pemerintah menjalankan program transmigrasi yang dahulu pernah ada. Sebenarnya, Menurut Hermanto,Indonesia memiliki potensi lahan gambut yang bisa dimanfaatkan untuk garapan pertanian. “Apalagi luas lahan gambut tersebut tak tanggung-tanggung, mencapai 21 juta ha yang banyak tersebar di Kalimantan, Sumatera, dan Papua,” paparnya.

Dari jumlah lahan tersebut, ungkap Guru Besar IPB ini,  sekitar 33% lahan gambut itu dianggap layak menjadi lahan pertanian. Namun, sayangnya pemerintah masih belum banyak memanfaatkan potensi lahan gambut tersebut untuk pertanian. “ Lahan gambut yang bisa dimanfaatkan adalah gambut dangkal dengan kedalaman kurang dari 100  Cm. Karena gambut dangkal tingkat kesuburannya lebih tinggi dan risiko lingkungannya lebih rendah," ujarnya.

Dia menambahkan, pemanfaatan lahan gambut untuk pertanian memiliki dampak positif. Di antaranya, bisa meningkatkan produksi pertanian, sehingga bukan tak mungkin Indonesia bisa swasembada. Kemudian, bisa menyerap tenaga kerja dan menambah penerimaan negara baik pajak maupun devisa. mohar/iwan/yahya/bari/cahyo

 

 

 

 

 

 

BERITA TERKAIT

MESKI TERJADI KETEGANGAN IRAN-ISRAEL: - Dirjen Migas: Harga BBM Tak Berubah Hingga Juni

Jakarta-Dirjen Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tutuka Ariadji mengungkapkan harga bahan bakar minyak (BBM)…

PREDIKSI THE FED: - Tahan Suku Bunga Imbas Serangan Iran

NERACA Jakarta - Ketegangan konflik antara Iran dengan Israel memberikan dampak terhadap gejolak ekonomi global dan termasuk Indonesia. Kondisi ini…

PEMERINTAH ATUR TUGAS KEDINASAN ASN: - Penerapan Kombinasi WFO dan WFH

Jakarta-Pemerintah memutuskan untuk menerapkan pengombinasian tugas kedinasan dari kantor (work from office-WFO) dan tugas kedinasan dari rumah (work from home-WFH)…

BERITA LAINNYA DI Berita Utama

MESKI TERJADI KETEGANGAN IRAN-ISRAEL: - Dirjen Migas: Harga BBM Tak Berubah Hingga Juni

Jakarta-Dirjen Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tutuka Ariadji mengungkapkan harga bahan bakar minyak (BBM)…

PREDIKSI THE FED: - Tahan Suku Bunga Imbas Serangan Iran

NERACA Jakarta - Ketegangan konflik antara Iran dengan Israel memberikan dampak terhadap gejolak ekonomi global dan termasuk Indonesia. Kondisi ini…

PEMERINTAH ATUR TUGAS KEDINASAN ASN: - Penerapan Kombinasi WFO dan WFH

Jakarta-Pemerintah memutuskan untuk menerapkan pengombinasian tugas kedinasan dari kantor (work from office-WFO) dan tugas kedinasan dari rumah (work from home-WFH)…