Sektor Pangan - Produksi Beras Tahun 2019 Diperkirakan Turun Akibat Kekeringan

NERACA

Jakarta – Pakar pertanian Dwi Andreas memperkirakan produksi beras di tahun 2019 akan menurun jika dibandingkan tahun sebelumnya akibat kekeringan yang melanda sejumlah wilayah di Indonesia dan juga bergesernya musim tanam. Guru besar Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor (IPB) itu juga mengatakan telah terjadi pergeseran musim panen terutama di wilayah Jawa dan Sumatera.

"Mengapa produksi bisa rendah karena berkurangnya luas panen padi. Ini belum kekeringan, kita baru bicara luas panen yang berkurang karena terjadi pergeseran musim tanam," ujar Dwi Andreas saat dihubungi Antara, disalin dari laman kantor berita tersebut.

Selain itu, musim tanam pertama tahun ini mundur pada bulan April, sehingga musim panen raya diperkirakan akan terjadi pada bulan Agustus, atau bertepatan puncak kemarau. "Untuk itu hampir saya pastikan produksi beras atau padi secara nasional lebih rendah dibandingkan tahun lalu," kata dia.

Sebelumnya, menurut data Badan Pusat Statistik (BPS, produksi padi tahun lalu sebanyak 32,5 juta ton setara beras. Adapun, Kementerian Pertanian menargetkan produksi padi sepanjang 2019 mencapai 84 juta ton atau setara 49 juta ton beras.

Dwi Andreas menambahkan akibat kekeringan ini, produksi beras nasional diperkirakan akan berkurang sebanyak 2 juta ton. Dia pun menegaskan kepada pemerintah untuk serius menghitung lagi jumlah cadangan stok beras Nasional yang ada di Bulog dan pedagang untuk mengantisipasi menurunnya produksi pangan di bulan Agustus karena kekeringan. "Kalau bisa menghitung dengan jelas dan pas maka pemerintah bisa menetapkan kebijakan dengan pas untuk memenuhi stok," imbuhnya.

Pakar ekonomi Profesor Hermanto Siregar mengatakan bahwa pemerintah perlu mengeluarkan kebijakan untuk menjamin ketersediaan pasokan pangan di musim kemarau yang saat ini melanda wilayah Indonesia.

Guru besar IPB itu juga mengatakan produksi pangan di musim kemarau akan cenderung menurun karena beberapa daerah terdampak kekeringan sehingga perlu langkah antisipasi dari pemerintah dalam menjaga pasokan.

"Kalau tidak ada kebijakan dan intervensi pemerintah otomatis harga naik dan itu memberatkan tidak hanya untuk konsumen tapi juga petaninya karena kalau sudah tidak ada beras mereka harus beli juga kan," ujar Hermanto Siregar.

Salah satu langkah yang bisa dilakukan pemerintah apabila produksi pangan di musim kemarau menurun yaitu dengan menggunakan stok beras Bulog untuk menjaga pasokan di tengah masyarakat. "Kalau stok tidak cukup, mau tidak mau harus impor beras. Kalau tidak impor, maka barang tidak ada sehingga harganya bisa selangit," kata dia.

Menjaga pasokan pangan, menurut Hermanto, juga perlu adanya pengawasan di tingkat daerah untuk mengantisipasi pihak atau oknum yang melakukan penimbunan beras yang berakibat pada kenaikan harga.

Selain itu, dia juga menyarankan pemerintah agar melakukan langkah antisipasi jangka panjang dengan mengembangkan varietas yang tahan dengan musim kemarau panjang serta pengembangan teknologi pengairan.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo memanggil Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution, Menteri Pertanian Amran Sulaiman, Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita, Menteri BUMN Rini Soemarno dan Kepala Bulog Budi Waseso ke Istana Kepresidenan untuk mengecek kesiapan mengantisipasi dampak musim kemarau terhadap pasokan dan harga pangan. "Kemarau agak kering, bahkan ekstrem, sehingga Presiden merasa perlu mengecek kesiapan kita, terutama pangan beras, menghadapi musim kemarau," kata Darmin. "Sebelum terlanjur naik benar, Presiden mengecek. Tadi dari semua angka yang diterangkan Bulog, Mentan, kesiapan kita aman," ia menambahkan.

Darmin memastikan hingga akhir tahun, pasokan beras dalam negeri masih aman. Dan kalau sampai ada lonjakan harga di pasar, ia melanjutkan, pemerintah siap melakukan operasi pasar untuk meredam kenaikannya.

Ia juga memastikan pemerintah tidak akan mengeluarkan izin impor beras lagi pada musim kemarau ini, karena stok beras Bulog masih dua juta ton lebih. Budi Wasesa mengatakan Bulog sudah bersiap mengantisipasi dampak musim kemarau terhadap pasokan bahan pangan.

"Kita dari awal telah menyerap di pasar, sampai sekarang dalam kondisi yang banyak, gudang kita, terutama di Jawa ini cukup menyerap," katanya. "Artinya kita siap menghadapi musim kemarau ini. Yang sekarang lebih dua juta ton, hampir 2,2 juta ton stok beras kita, apalagi di pasar beras juga masih cukup dan kita sebagai cadangan," demikian Budi Waseso.

BERITA TERKAIT

NRE dan VKTR Sepakat Kembangkan e-MaaS di Indonesia

NERACA Jakarta – Pertamina New & Renewable Energy ("Pertamina NRE"), subholding PT Pertamina (Persero) yang fokus pada pengembangan energi bersih, dan…

Produksi PHE ONWJ Dioptimalkan

NERACA Cirebon – Tim dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melakukan peninjauan proyek Offshore PT Pertamina Hulu Energi…

Investasi dan Ekspor Industri Mamin Semakin Lezat

NERACA Jakarta – Industri makanan dan minuman (mamin) merupakan salah satu sektor strategis dan memiliki peran penting dalam menopang pertumbuhan…

BERITA LAINNYA DI Industri

NRE dan VKTR Sepakat Kembangkan e-MaaS di Indonesia

NERACA Jakarta – Pertamina New & Renewable Energy ("Pertamina NRE"), subholding PT Pertamina (Persero) yang fokus pada pengembangan energi bersih, dan…

Produksi PHE ONWJ Dioptimalkan

NERACA Cirebon – Tim dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melakukan peninjauan proyek Offshore PT Pertamina Hulu Energi…

Investasi dan Ekspor Industri Mamin Semakin Lezat

NERACA Jakarta – Industri makanan dan minuman (mamin) merupakan salah satu sektor strategis dan memiliki peran penting dalam menopang pertumbuhan…