Kementan Targetkan Cetak 1 Juta Petani Milenial

NERACA

Jakarta – Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pertanian (BPPSDMP) Kementerian Pertanian menargetkan dapat mewujudkan 1 juta petani milenial yang nantinya dapat menjadi pengusaha atau agripreneur hingga tahun 2020.

"Target BPPSDMP untuk tahun 2019-2020, diarahkan membentuk 40 kelompok pengusaha muda atau agripreneur yang diharapkan bisa mencakup 1 juta pengusaha," kata Kepala Pusat Penyuluhan Pertanian BPPSDM Pertanian Siti Munifah pada diskusi Petani Millenial di acara AgroFood Expo JCC Senayan, Jakarta, disalin dari Antara.

Siti menjelaskan BPPSDM Pertanian melakukan berbagai upaya untuk mencetak 1 juta agripreneur yang bertujuan meregenerasi sumber daya manusia di sektor pertanian. Regenerasi pertanian dinilai penting lantaran kebutuhan pangan di masa depan akan semakin besar seiring laju pertumbuhan penduduk.

Apalagi, jumlah pekerja di sektor pertanian yang mayoritas diisi oleh para petani senior yang harus terus didongkrak oleh para petani muda. Sejak awal Januari 2019, Kementan telah meluncurkan program santri milenial. Program ini menggerakkan para santri untuk terjun dalam produktivitas pertanian dengan bantuan benih unggul dari pemerintah, seperti hewan ternak, unggas dan alat mesin pertanian (alsintan).

Gerakan Petani Milenial ini dilakukan dengan pendekatan per kelompok yang terbagi dalam 40 ribu kelompok petani. Kelompok tani tersebut dibagi ke dalam zona kawasan jenis komoditas pertanian, antara lain tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, dan peternakan.

Selain dari program santri milenial, Kementan juga memberikan bantuan modal usaha kepada mahasiswa pertanian maupun sarjana pertanian perguruan tinggi melalui program Penumbuhan Wirausahawan Muda Pertanian (PWMP). "Bantuan modal stimulan ini untuk mengawali usaha bidang pertanian, khususnya bagi para 'fresh graduate' sehingga program 'start up' mereka bisa berkembang," kata Siti.

Sebelumnya, Menteri Pertanian Amran Sulaiman mengatakan, sudah ada sebanyak 500 ribu orang yang bergabung dalam gerakan petani milenial yang bertujuan memajukan sektor pertanian Indonesia.

Pada kegiatan Apresiasi dan Sinkronisasi Penyuluh dan Petani Andalan di GOR Sudiang Makassar, Sulawesi Selatan, belum lama ini, Mentan  mengatakan, tahun ini ditargetkan sebanyak satu juta petani milenial untuk membawa sektor pertanian Indonesia semakin maju dan menjadi lumbung pangan dunia. "Untuk petani milenial sebanyak 500 ribu sudah bergabung," kata Mentan Amran Sulaiman.

Ia menjelaskan, dalam beberapa tahun ini banyak generasi muda yang terlihat tidak tertarik untuk menggeluti sektor pertanian atau menjadi petani. Kesannya yang kotor dan harus bekerja lebih keras untuk mendapatkan uang tidak seberapa dibandingkan dengan beberapa profesi atau bisnis yang lain, menjadi penyebab hingga tidak sedikit yang menganggap sebelah mata.

Namun dalam perkembangannya, hadirnya sejumlah peralatan berteknologi canggih seolah membuka mata kaum milenial untuk bisa memanfaatkan sektor pertanian untuk hidup sejahtera.

Mentan mengatakan, sudah memahami itu sehingga pada akhirnya fokus dalam mengembangkan teknologi pertanian mulai dari mesin traktor, penggilingan padi, alat pemanen hingga persoalan bibit juga tidak luput dari sentuhan teknologi.

"Jadi kami modernisasi semua dari hulu ke hilir seperti traktor, penggilingan padi, semua sektor kami gunakan teknologi termasuk penggunaan bibit unggul. Kami punya beberapa peralatan seperti traktor yang bisa jalan sendiri sehingga petaninya tidak harus ada (menjalankan)," kata dia.

Pakar kebumian Universitas Indonesia Prof Jan Sopaheluwakan mengingatkan pentingnya regenerasi petani, sekaligus perbaikan strategi ketahanan pangan ke depan. "Petani-petani kita sudah mulai menua, khususnya di Pulau Jawa," kata Koordinator Center for Environmental Disaster, Institute for Sustainable Earth and Resource (ISER) UI itu.

Menurut dia, regenerasi petani sangat mendesak, diikuti dengan perubahan sistem pertanian dengan cara modern seiring dengan perubahan zaman, termasuk dampak pemanasan global. Ia mengakui Pulau Jawa dan Sulawesi Selatan selama ini menjadi pemasok beras terbesar, sementara kondisi Pulau Jawa akan semakin kering seiring dampak perubahan iklim.

Dampak perubahan iklim dipengaruhi pula dengan pertumbuhan infrastruktur dan industri yang tak terkendali sejalan kepentingan industri otomotif, real estat, konstruksi, dan semen. "Harus dipertimbangkan bagaimana dampak perubahan iklim, terutama terhadap Jawa sebagai cadangan pangan, sementara para petaninya mulai menua," katanya.

BERITA TERKAIT

NRE dan VKTR Sepakat Kembangkan e-MaaS di Indonesia

NERACA Jakarta – Pertamina New & Renewable Energy ("Pertamina NRE"), subholding PT Pertamina (Persero) yang fokus pada pengembangan energi bersih, dan…

Produksi PHE ONWJ Dioptimalkan

NERACA Cirebon – Tim dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melakukan peninjauan proyek Offshore PT Pertamina Hulu Energi…

Investasi dan Ekspor Industri Mamin Semakin Lezat

NERACA Jakarta – Industri makanan dan minuman (mamin) merupakan salah satu sektor strategis dan memiliki peran penting dalam menopang pertumbuhan…

BERITA LAINNYA DI Industri

NRE dan VKTR Sepakat Kembangkan e-MaaS di Indonesia

NERACA Jakarta – Pertamina New & Renewable Energy ("Pertamina NRE"), subholding PT Pertamina (Persero) yang fokus pada pengembangan energi bersih, dan…

Produksi PHE ONWJ Dioptimalkan

NERACA Cirebon – Tim dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melakukan peninjauan proyek Offshore PT Pertamina Hulu Energi…

Investasi dan Ekspor Industri Mamin Semakin Lezat

NERACA Jakarta – Industri makanan dan minuman (mamin) merupakan salah satu sektor strategis dan memiliki peran penting dalam menopang pertumbuhan…