Pemindahan Ibu Kota Tak Akan Membuat Utang

Jakarta - Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro mengatakan pembiayaan pemindahan ibu kota baru tidak akan membuat utang khusus yang akan semakin membebani utang negara. "Justru saya bicara tidak bergantung APBN berarti kan kita memperkecil kemungkinan berutang," ujarnya usai berbicara dalam Dialog Nasional II: Menuju Ibu Kota Masa Depan, Smart, Green and Beautiful di Jakarta, kemarin.

NERACA

Dia menegaskan, penggunaan APBN dalam skema pembiayaan tersebut terutama datang dari kerja sama pemanfaatan aset. Karena itu, penggunaan APBN tersebut tidak akan mengganggu prioritas lain dan tidak diarahkan untuk membuat utang khusus.

Sementara itu, kerja sama dengan swasta dan BUMN dalam skema pembiayaan tersebut dilakukan untuk menarik investasi. Investor, kata dia, akan mendapat manfaat dari investasi yang mereka lakukan di ibu kota baru.

Bambang sebelumnya dalam dialog menjelaskan bahwa pembiayaan ibu kota baru tidak akan didominasi oleh APBN, tetapi mengutamakan peran swasta, BUMN dan kerja sama pemerintah dengan badan usaha.

Pembiayaan yang bersumber dari APBN akan dilakukan selama lima sampai 10 tahun dan tidak akan mengganggu prioritas nasional lainnya. Pemerintah juga akan bekerja sama dengan swasta untuk pemanfaatan dan optimalisasi aset di ibu kota lama, Jakarta, dan ibu kota baru pada zona yang sudah ditentukan.

Pada rencana pemindahan ibu kota baru, pemerintah harus sudah menentukan lokasi persis untuk ibu kota baru pada 2019. Selanjutnya pada 2020, pemerintah harus sudah menyiapkan master plan dan pada 2021 mengkaji masalah konsumsi sehingga pada 2024 tahap pertama pemindahan ibu kota sudah dapat dilakukan.

Kemudian Bambang mengatakan pemindahan ibu kota ke luar Pulau Jawa akan menciptakan nilai tambah ekonomi pada sektor nontradisional di kawasan tersebut."Dengan adanya ibu kota baru di Kalimantan, maka akan muncul sektor baru di Kalimantan," ujarnya seperti dikutip Antara. 

Menurut Bambang, pemindahan ibu kota di Kalimantan dapat memunculkan sektor jasa baru yang akan melengkapi sektor jasa yang sudah ada disana sebelumnya. Hal tersebut, tambah dia, akan memberikan dampak positif terhadap perekonomian di wilayah tersebut. Dampak ekonomi itu akan lebih maksimal jika dibarengi dengan peningkatan produktivitas, inovasi dan teknologi di provinsi yang terpilih dan sekitarnya.

Saat ini, kata Bambang, perekonomian di Kalimantan masih bergantung pada sektor tradisional yaitu sumber daya alam berbasis tambang, hutan dan perkebunan.

Dalam kesempatan yang sama, Bambang mengatakan rencana pemindahan ibu kota negara ke luar Pulau Jawa akan menambah pendapatan domestik bruto (PDB) sebesar 0,1 persen.

Dia memperkirakan jika pertumbuhan ekonomi sekitar lima persen, maka dengan adanya proyek kegiatan pembangunan ibu kota baru, akan bertambah menjadi 5,1 persen. Angka 0,1 tersebut dianggap tidak tergolong kecil karena PDB Indonesia saat ini sekitar Rp15 ribu triliun. Sehingga dampak langsung diperkirakan sebesar Rp15 triliun akibat adanya pemindahan ibu kota.

Rencana pemindahan ibu kota ke luar Pulau Jawa tidak akan memberikan dampak negatif pada perekonomian nasional. Efek positif dari proyek tersebut yaitu adanya penggunaan sumber daya potensial yang selama ini belum termanfaatkan. 

Lalu, Bambang mengatakan bahwa pemindahan ibu kota di Jakarta ke luar Pulau Jawa akan menurunkan kesenjangan antar kelompok pendapatan."Pemindahan ibu kota ke provinsi alternatif akan menyebabkan perekonomian lebih padat karya," kata dia.

Dengan mendorong perekonomian yang lebih padat karya, kata Bambang, hal tersebut dapat menurunkan kesenjangan antar kelompok pendapatan baik di tingkat regional maupun di tingkat nasional.

Penurunan tingkat kesenjangan pendapatan tersebut terlihat dari persentase kenaikan harga modal sebesar 0,23 persen dan kenaikan harga tenaga kerja sebesar 1,37 persen. Kenaikan harga tenaga kerja tersebut akan diiringi dengan kenaikan produk marginal tenaga kerja.

Satu-satunya indikasi yang mungkin dianggap memberikan dampak negatif adalah bahwa pemindahan ibu kota bisa menyebabkan tambahan inflasi. Namun, kegiatan membangun ibu kota baru tersebut hanya akan menambah sedikit inflasi menjadi 3,30 persen dari 3,12 persen base inflasi pada tahun lalu. Kenaikan tersebut, menurut dia, masih pada batas yang bisa ditoleransi dan dampaknya relatif minimal.

Sementara, Kepala Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Laksana Tri Handoko mengatakan pemindahan ibu kota pemerintahan terpisah dengan pusat bisnis merupakan opsi rasional.“Menurut saya itu opsi rasional, memecah fokus ibu kota bisnis dan pemerintahan. Tapi apakah itu harus di Kalimantan, Lombok, Banten, Sentul barangkali, itu masalah berikutnya. Itu rasional terlepas dari preferensi politik,” kata Handoko menjawab Antara di Jakarta, Rabu (26/6).

Menurut dia, memindahkan ibu kota pemerintahan itu satu opsi yang bagus. Dan sebagai orang modern tentu tidak boleh menutup opsi itu. Selama belum ada hitam di atas putih pemindahan ibu kota pemerintahan bisa dipertimbangkan dan dicoba, agar bisa fleksibel.

"Kalau menutup opsi kan enggak fleksibel jadinya. 'Wis pokok e iki' (sudah pokoknya ini), ya kan repot. Orang modern harus fleksibel menyesuaikan diri dengan perubahan," tutur dia.

Pemindahan ibu kota pemerintahan, menurut dia, sebuah dinamika. Dan memang kebutuhan dan tuntutan eksternal lingkungan yang memaksa memilih salah satu opsi tersebut.“Mau tidak mau. Jadi terlepas akan berhasil atau tidak nantinya, toh belum ada juga yang melakukan itu. Kalau sekarang kita mau melakukan itu ya kenapa tidak, kan ya enggak apa-apa. Kalau berhasil, kan bagus,” ujar Handoko.

Ia mengatakan jika pemindahan tersebut sudah menjadi opsi tinggal bagaimana membuat pilihan lokasi terbaik. Dan mengisinya, karena konten itu penting, dan mengeksekusinya supaya sukses.“Apapun pilihannya apakah mau di Kalimantan, tetap Jakarta, di Banten, ya tidak apa-apa. Kalau scientist harus fleksibel pemikirannya,” lanjut dia.

Sebelumnya diwartakan, Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Kecuk Suhariyanto pernah mengatakan rencana perpindahan Ibu Kota sedikit banyak nantinya akan berpengaruh pada ekonomi Indonesia. Namun demikian, sangat tergantung apakah yang dipindahkan Ibu Kota atau pusat pemerintahan.

"(Pengaruh kepada ekonomi) Sangat tergantung yang dipindah adalah ibukota atau pusat pemerintahan. Iya pastilah arahnya akan ke sana (jika pusat pemerintahan dipindah maka industri pendukung ikut pindah)," ujarnya di Jakarta, beberapa waktu lalu.

Suhariyanto mengatakan, yang jelas, pemindahan Ibu Kota nantinya tentu akan berdampak positif terhadap perekonomian Ibu Kota baru. Namun demikian, pihaknya belum dapat memastikan sejauh mana pengaruh pemindahan tersebut terhadap ekonomi Ibu Kota baru.

Ahli Teknik Planologi Universitas Trisakti Yayat Supriatna mendukung rencana Presiden yang ingin memindahkan Ibu Kota dari Jakarta ke Kalimantan. Yayat setuju Jokowi memindahkan Ibu Kota dari Jakarta ke Palangkaraya.

Namun demikian, dia menyebut banyak pertimbangan dan aspek yang harus dimatangkan. Sebab, Jakarta selama ini menjadi daerah penyumbang PDB (Produk Domestik Bruto) yang cukup besar.

Menurut dia, dari segi tata ruang, Palangkaraya sudah sangat siap, namun untuk pembangunan infrastruktur akan dibutuhkan anggaran yang besar. Namun, jalan keluarnya pemerintah bisa menarik dan mencari investor."Kalimantan ini masih krisis energi, karena industri menyuplai hanya ke Jawa dan Sumatra. Semoga saja dengan pindah ke Kalimantan semakin merata," ujarnya.

Selain itu, kota Jakarta selama ini bukan hanya sekedar Ibu Kota tapi juga kota dengan daya tarik tinggi yang membuat perekonomian terus berjalan. Ibu kota baru nantinya diharapkan bisa sama, yaitu mempunyai daya tarik sehingga perekonomian berkembang. mohar/bari/munib

 

 

 

 

BERITA TERKAIT

MENAKER IDA FAUZIYAH: - Kaji Regulasi Perlindungan Ojol dan Kurir

Jakarta-Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah akan mengkaji regulasi tentang perlindungan bagi ojek online (ojol) hingga kurir paket, termasuk mencakup pemberian tunjangan…

TRANSISI EBT: - Sejumlah Negara di Asteng Alami Kemunduran

Jakarta-Inflasi hijau (greenflation) menyebabkan sejumlah negara di Asia Tenggara (Asteng), termasuk Indonesia, Malaysia, dan Vietnam mengalami kemunduran dalam transisi energi…

RENCANA KENAIKAN PPN 12 PERSEN PADA 2025: - Presiden Jokowi akan Pertimbangkan Kembali

Jakarta-Presiden Jokowi disebut-sebut akan mempertimbangkan kembali rencana kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 2025. Sebelumnya, Ketua Umum…

BERITA LAINNYA DI Berita Utama

MENAKER IDA FAUZIYAH: - Kaji Regulasi Perlindungan Ojol dan Kurir

Jakarta-Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah akan mengkaji regulasi tentang perlindungan bagi ojek online (ojol) hingga kurir paket, termasuk mencakup pemberian tunjangan…

TRANSISI EBT: - Sejumlah Negara di Asteng Alami Kemunduran

Jakarta-Inflasi hijau (greenflation) menyebabkan sejumlah negara di Asia Tenggara (Asteng), termasuk Indonesia, Malaysia, dan Vietnam mengalami kemunduran dalam transisi energi…

RENCANA KENAIKAN PPN 12 PERSEN PADA 2025: - Presiden Jokowi akan Pertimbangkan Kembali

Jakarta-Presiden Jokowi disebut-sebut akan mempertimbangkan kembali rencana kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 2025. Sebelumnya, Ketua Umum…