Swasta Perlu Dilibatkan Dalam Pembangunan Sektor Pangan

 

 

NERACA

 

Jakarta - Keterlibatan pihak swasta dalam pembangunan sektor pangan di Indonesia masih perlu ditingkatkan. Masih perlunya peningkatan peran serrta swasta dalam hal ini disebabkan oleh beberapa faktor. Salah satu faktor tersebut adalah masih adanya bentuk intervensi langsung dari pemerintah mengenai mekanisme stabilitas harga pangan. Intervensi ini bertujuan agar naik turunnya harga di pasar dapat dikendalikan. Faktanya, fluktuasi harga masih saja kerap terjadi dan berada di atas kisaran harga yang dipatok oleh pemerintah, misalnya saja pada komoditas beras. Adanya fluktuasi harga menunjukkan mekanisme yang ada saat ini masih belum efektif.

Dikutip dalam keterangannya, Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Galuh Octania mengatakan, pemerintah memang merupakan pihak utama yang bertanggung jawab untuk menstabilkan harga pangan. Namun pemerintah harus dapat melihat bahwa keterlibatan swasta dapat membawa dampak positif bagi keseimbangan harga. Sebagai pihak yang tujuannya mencari keuntungan, tentunya peran harga juga akan dipertimbangkan dalam kinerja sektor swasta.

Dengan adanya harga acuan di pasar saat ini, sektor swasta belum tentu mau terlibat karena penerapan kebijakan harga acuan dapat menutup ruang gerak mereka untuk meraih keuntungan. Misalnya saja karena harga acuan yang rendah dikhawatirkan tidak dapat menekan biaya produksi yang dikeluarkan. Galuh memaparkan ada beberapa faktor yang seharusnya dapat dijadikan pendorong hadirnya pihak swasta di sektor pangan. Faktor pertama adalah adanya ketidakseimbangan harga pangan.

Ketidakseimbangan ini salah satunya disebabkan oleh sedikitnya pelaku usaha di pasar. Selain itu, minimnya pelaku usaha juga semakin memperbesar kesempatan munculnya kartel-kartel pangan, salah satu yang paling nyata adalah kasus kartel yang menguasai mayoritas pasokan beras. Akibatnya, walaupun petani memproduksi beras dalam jumlah besar, karena rantai distribusinya yang tidak sempurna, harga di tingkat konsumen tetaplah mahal. Untuk itu, masuknya sektor swasta dapat mengurangi monopoli yang dilakukan pihak-pihak tertentu.

“Faktor berikutnya adalah permasalahan pada sistem pergudangan. Misalnya saja gudang Bulog yang sering diberitakan sudah tidak cukup lagi menampung komoditas pangan, salah satunya beras. Kondisi diperparah ketika beras-beras yang disimpan terlalu lama juga dapat menurunkan kualitas beras. Ini semua kembali lagi ke usaha pemerintah dalam menstabilkan harga pangan yang belum efektif, yang juga berbuntut terhadap masalah pergudangan,” jelas Galuh.

Menanggapi hal ini, hadirnya sektor swasta sebagai pelaku usaha dapat mempermudah sistem penyimpanan. Mereka bisa bekerjasama dengan pemerintah untuk menghadirkan gudang yang mampu menjaga kualitas pangan yang ada di dalamnya.

Faktor ketiga, lanjutnya, adalah mengenai kesejahteraan petani. Perlu ada usaha untuk mengintegrasikan petani dalam suatu perkumpulan bersama. Saat ini asosiasi atau perkumpulan petani memang sudah ada, namun peran sertanya dalam mensejahterakan petani masih perlu ditingkatkan. Kehadiran asosiasi diharapkan dapat mengurangi beban petani jika harus berusaha sendiri. Diharapkan, kelompok tani nantinya mampu pula menjadi pelaku swasta yang mampu bersaing dengan perusahaan besar.

Studi yang dilakukan World Bank di tahun 2012 menunjukkan bahwa Indonesia dan Filipina merupakan dua negara di ASEAN yang angka partisipasi pihak swastanya masih terbilang rendah, terutama di sektor beras. Rendahnya partisipasi swasta ini disebabkan oleh kuatnya intervensi pemerintah dan kehadiran monopoli perusahaan yang khusus mengurusi pangan. Pemerintah dapat berkolaborasi dengan sektor swasta dalam hal mengombinasikan sumber daya dan juga keuntungan komperatif keduanya.

“Belum lagi karena pemerintah lebih suka mengeluarkan program baru dibandingkan menciptakan lingkungan di mana sektor swasta dapat berfungsi secara efektif. Seiring dengan berjalannya waktu tentu ada perbaikan. Namun hal ini membuktikan bahwa tidak ada yang dapat membuat rantai penyediaan pangan lebih efektif dibandingkan keinginan dari kedua belah pihak untuk bekerja sama,” tandas Galuh.

Pada akhirnya, pemerintah harus menyadari bahwa status quo yang selama ini dilakukan dalam menstabilkan harga pangan justru menimbulkan ketidakefektifan, terutama dalam sistem distribusi pangan. Dengan membagi tanggung jawab dan kesempatan itu ke sektor swasta, kerugian yang selama ini terjadi dapat diminimalisir dan secara potensial, prospek yang dihadirkan oleh sektor swasta dapat berkontribusi terhadap pencapaian ketahanan pangan di Indonesia.

 

BERITA TERKAIT

Thailand Industrial Business Matching 2024 akan Hubungkan Industri Thailand dengan Mitra Global

Thailand Industrial Business Matching 2024 akan Hubungkan Industri Thailand dengan Mitra Global NERACA Jakarta - Perekonomian Thailand diperkirakan akan tumbuh…

SIG Tingkatkan Penggunaan Bahan Bakar Alternatif Menjadi 559 Ribu Ton

  NERACA  Jakarta – Isu perubahan iklim yang disebabkan oleh emisi gas rumah kaca (GRK) telah menjadi perhatian dunia, dengan…

Tumbuh 41%, Rukun Raharja (RAJA) Cetak Laba USD8 Juta

Tumbuh 41%, Rukun Raharja (RAJA) Cetak Laba USD8 Juta NERACA Jakarta - PT Rukun Raharja, Tbk (IDX: RAJA) telah mengumumkan…

BERITA LAINNYA DI Ekonomi Makro

Thailand Industrial Business Matching 2024 akan Hubungkan Industri Thailand dengan Mitra Global

Thailand Industrial Business Matching 2024 akan Hubungkan Industri Thailand dengan Mitra Global NERACA Jakarta - Perekonomian Thailand diperkirakan akan tumbuh…

SIG Tingkatkan Penggunaan Bahan Bakar Alternatif Menjadi 559 Ribu Ton

  NERACA  Jakarta – Isu perubahan iklim yang disebabkan oleh emisi gas rumah kaca (GRK) telah menjadi perhatian dunia, dengan…

Tumbuh 41%, Rukun Raharja (RAJA) Cetak Laba USD8 Juta

Tumbuh 41%, Rukun Raharja (RAJA) Cetak Laba USD8 Juta NERACA Jakarta - PT Rukun Raharja, Tbk (IDX: RAJA) telah mengumumkan…