Krakatau Steel Lakukan Restrukturisasi Total Hindari Kolaps

Oleh: Djony Edward

Satu demi satu Badan Usaha Milik Negara (BUMN) raksasa dirundung masalah. Kali ini PT Krakatau Steel Tbk, BUMN rasasa bidang besi-baja, sedang meregang nasib, dikepung utang besar dan rugi berkepanjangan hingga tujuh tahun. Akankah Krakatau Steel terlindas zaman?

Bagaimana mungkin BUMN yang harusnya dimanja pada masa Pemerintahan Jokowi yang begitu agresif membangun infrastruktur, dimana komponen besi dan baja dibutuhkan dalam jumlah besar? Sungguh tak masuk akal. Apakah memang Krakatau Steel sebagai BUMN dianaktirikan, dan pembangunan infrastruktur menggunakan baja impor asal China atau negara lain?

Berbagai pertanyaan di atas tak cukup membuat Krakatau Steel lebih baik. Kalau saja mantan Menteri Perindustrian Tunky Aribowo masih hidup ia akan menangis meratapi nasib Krakatau Steel, sebab Tunky adalah orang yang membangun dan membesarkan BUMN besi-baja itu dari kecil hingga meraksasa.

Lantas apakah Krakatau Steel akan mati ditelan zaman? Atau akan diselamatkan? Atau direstrukturisasi untuk kemudian dilebur ke dalam PT Indonesia Asahan Alumunium (Inalum)? Berbagai pertanyaan di atas benar-benar menggelayuti emiten di pasar modal yang memiliki portfolio saham Krakatau Steel.

Gejala Krakatau Steel bermasalah sudah berlangsung selama tujuh tahun dengan membukukan rugi bersih berkepanjangan. Sampai kuartal I-2019 total kerugian Krakatau Steel mencapai US$62,32 juta atau ekuivalen dengan Rp878,74 miliar (kurs Rp14.100 per dolar AS).

Sampai Desember 2018 Krakatau Steel mencatat rugi bersih sebesasr US$4,85 juta atau ekuivalen dengan Rp68,45 miliar. Sementara sepanjang kuartal I-2019 pendapatan perseroan turun 13,87% menjadi US$418,98 juta atau sekitar Rp5,90 triliun dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar US$486,17 juta atau Rp6,85 triliun.

Pendapatan terbesar masih dari penjualan baja di pasar lokal mencapai US$349,60 juta, turun 17% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar US$421,22 juta. Adapun penjualan untuk pasar luar negeri justru naik menjadi US$16,69 juta, atau naik 78,88% dari periode yang sama tahun sebelumnya sebesar US$ 9,33 juta.

Perseroan juga membukukan pendapatan dari bisnis lain yakni real estate dan perhotelan, rekayasa dan konstruksi, jasa pengelolaan pelabuhan dan jasa lainnya. Bahkan jasa pengelolaan pelabuhan cukup signifikan yakni US$18,50 juta.

Sementara total aset perseroan susut menjadi US$4,16 miliar dari akhir Desember 2018 yang sebesar US$4,29 miliar. Aset ini terdiri dari aset lancar US$771,34 juta dan aset tak lancar US$3,39 miliar.

Sedangkan kewajiban perseroan pada periode yang sama turun tipis menjadi US$2,40 miliar, dibandingkan akhir 2018 yang sebesar US$2,49 miliar. Dengan liabilitas jangka pendek senilai US$1,43 miliar atau sekitar Rp20,31 triliun dan liabilitas jangka panjang senilai US$968,70 juta atau Rp13,76 triliun.

Ekuitas di kuatal I-2019 turun menjadi US$1,76 miliar dibandingkan US$1,80 miliar di akhir Desember 2018.

Gejala Krakatau Steel bermasalah makin kuat ditandai dengan rencana Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) kepada 1.300 karyawan organiknya. PHK itu akan dilakukan secara bertahap, mulai 2019 hingga 2022.

Rencana PHK itu diketahui dari Surat Edaran (SE) No 73/Dir.SDM-KS/2019 perihal Restrukturisasi Organisasi Krkatau Steel. Pada surat per tanggal 29 Maret 2019 itu ditujukan untuk para General Manager (GM) dan manager di lingkungan Krakatau Steel.

Dalam SE tersebut, tercantum sejumlah poin penting. Di antaranya, merestrukturisasi 30% dari total 4.453 karyawan organik Krakatau Steel induk. Total karyawan yang masih bekerja sebanyak 6.264 karyawan.

Ini sesuai Rencana Jangka Panjang Perusahaan (RJPP) 2018-2022 Krakatau Steel, dimana target produktifitas karyawan Key Performance Indikator (KPI) sebesar USD667 ribu per karyawan, setara dengan 4.352 orang.

Maka dengan itu, ada sekitar 1.300 karyawan organik akan mendapatkan restrukturisasi. Restrukturisasi pun akan menjadi tanggung jawab GM masing-masing unit kerja, bekerja sama dengan GM Human Capital Manajement.

Pembenahan Terpadu

Sementara, Senior Corporate Comunication pada Corporate Comunication (Corcom) Krakatau Steel Vicky Muhamad Rosyad mengatakan, ini merupakan agenda restrukturisasi guna pembenahan secara terpadu perseroan. Namun ia mengaku tidak tahu mulai kapan restrukturisasi tersebut akan dimulai.

Diungkapkan Vicky, semangat dari restrukturisasi ini untuk mendorong kebangkitan perusahaan baja plat merah tersebut seraya membantu sektor keuangan Krakatau Steel.

Terkait rencana adanya PHK itu mendapat respon negatif dari Federasi Serikat Baja Cilegon (FSBC). Ketua FSBC Safrudin, dengan tegas menolak rencana tersebut.

"PHK itu tidak sesuai Undang Undang tenaga kerja. Kalau memang restrukturisasi dilakukan untuk menyelamatkan keuangan, memangnya Krakatau Steel pailit? Kalau pailit mana surat keputusan pailitnya," tuturnya.

Sementara  Direktur Utama PT Krakatau Steel Tbk Silmy Karim mengungkapkan upaya yang akan ditempuh untuk mempertahankan eksistensi perseroan. Ada beberapa strategi yang akan diambil dalam upaya restrukturisasi utang. Strategi tersebut seperti,

Pertama, melakukan penerbitan convertible bonds yang memiliki hak opsi konversi dengan saham perusahaan melalui mekanisme hak memesan efek terlebih dahulu (HMETD), termasuk jika diperlukan melakukan penerbitan instrumen pembiayaan lainnya yang akan dipergunakan untuk pelunasan convertible bonds,

Kedua, melakukan divestasi kepemilikan saham perusahaan pada anak usaha KRAS melalui penjualan saham secara langsung, penerbitan dana infrastruktur (DINFRA), dan/atau Reksa Dana Penyertaan Terbatas (RDPT) dengan opsi buyback,

Ketiga, penerbitan saham baru (right issue) yang hasilnya bisa digunakan untuk pelaksanaan opsi buyback divestasi kepemilikan saham perusahaan pada anak usaha.

"Ini bagian dari restrukturisasi total. Ada yang masuk ke skema convertible bond, ada yang divestasi, dan ada yang sustain. Menurut saya ini solusi yang seharusnya sudah dikerjakan dari jauh-jauh hari," ujar Silmy pada RUPS perusahaan beberapa waktu lalu.

Menurutnya untuk melakukan restrukturisasi ini membutuhkan waktu yang cukup lama, karena melibatkan bukan hanya perbankan BUMN, tetapi juga perbankan asing dan lokal. Pada dasarnya para perbankan tersebut sudah setuju untuk membantu perseroan, tetapi memang masih ada detil-detil yang perlu dipelajari lebih dalam.

Untuk skema convertible bond, Silmy merencanakan untuk menerbitkan sekitar US$1 miliar. Tenornya selama lima tahun, tetapi bisa diperpanjang hingga 10 tahun. Convertible bond ada yang berjangka waktu lima tahun, bisa diperpanjang sampai 10 tahun, sehingga ini tidak memberatkan kinerja perusahaan.

Sedangkan, untuk skema divestasi saham, jumlahnya juga sekitar US$1 miliar, dan prosesnya dilakukan selama tiga tahun terhitung sejak 2019. Silmy menyebut, dalam kurun waktu tiga tahun itu, Krakatau Steel akan memperbaiki kinerja sehingga bisa mengoptimalkan nilai perusahaan.

"Divestasi anak usaha yang mana itu masih kami kaji, yang mana yang penuhi kriteria. Sekarang belum bisa diputuskan, karena kasihan juga kan mereka punya investor punya partner, dan ini pun ada klausal buyback," tutur Silmy.

Berbagai langkah restrukturisasi di atas tentu saja akan diuji oleh timing, apakah waktunya tepat? Disamping juga cara yang digunakan apakah sudah sesuai kebutuhan perseroan, terutama apakah bisa diterima pasar?

Kalau Silmy Karim sanggup membalik keadaan dengan upaya-upaya restrukturisasi total yang dilakukannya, maka ia layak mendapat applause.

Persoalannya Krakatau Steel tak hanya tengah menghadapi persoalan internal kinerja yang buruk, tapi juga sedang menghadapi masuknya raksasa baja asal China yang membuka pabrik di Kendal seluas 700 hektare.Ini tentu bagian dari ancaman Krakatau Steel untuk bangkit.

Kalau saja Pemerintah berpihak kepada BUMN, maka Krakatau Steel harus diselamatkan dengan memberi jalur distribusi baja ke proyek-proyek pembangunan infrastruktur yang tersisa. Sebab selama 4,5 tahun terakhir kue bisnis baja untuk pembangunan infrastruktur tidak diperoleh secara optimal oleh Krakatau Steel. Justru perusahaan China yang mendapat priviledge lebih memasok baja untuk pembangunan infrastruktur.

Apalgi kita tahu Pemerintah lewat Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No. 22/2018 tentang Ketentuan Impor Besi dan Baja yang dinilai memudahkan negara lain untuk impor dengan tidak adanya bea masuk, sehingga dikhawatirkan dapat mengganggu produksi baja dalam negeri.

Jadi masalahnya sekarang ada pada political will pemerintah, apakah akan mempertahankan Krakatau Steel atau justru mempercepat BUMN besi-baja itu kolaps masuk liang kubur. (www.nusantara.news)

BERITA TERKAIT

Pembangunan Infrastruktur Demi Tingkatkan Kualitas Hidup Masyarakat Papua

  Oleh : Damier Kobogau, Mahasiswa Papua tinggal di Surabaya   Pemerintah terus berkomitmen membangun Papua melalui berbagai pembangunan infrastruktur…

Pembangunan Fasilitas Pendukung Salah Satu Kunci Kesuksesan IKN

  Oleh : Rivka Mayangsari, Peneliti di Lembaga Studi dan Informasi Strategis Indonesia   Pembangunan IKN merupakan sebuah keputusan sejarah…

Presiden Terpilih Perlu Bebaskan Ekonomi dari Jebakan Pertumbuhan 5% dengan Energi Nuklir Bersih

    Oleh: Dr. Kurtubi, Ketua Kaukus Nuklir Parlemen 2014 – 2019, Alumnus UI Bencana Alam yang banyak terjadi didunia…

BERITA LAINNYA DI Opini

Pembangunan Infrastruktur Demi Tingkatkan Kualitas Hidup Masyarakat Papua

  Oleh : Damier Kobogau, Mahasiswa Papua tinggal di Surabaya   Pemerintah terus berkomitmen membangun Papua melalui berbagai pembangunan infrastruktur…

Pembangunan Fasilitas Pendukung Salah Satu Kunci Kesuksesan IKN

  Oleh : Rivka Mayangsari, Peneliti di Lembaga Studi dan Informasi Strategis Indonesia   Pembangunan IKN merupakan sebuah keputusan sejarah…

Presiden Terpilih Perlu Bebaskan Ekonomi dari Jebakan Pertumbuhan 5% dengan Energi Nuklir Bersih

    Oleh: Dr. Kurtubi, Ketua Kaukus Nuklir Parlemen 2014 – 2019, Alumnus UI Bencana Alam yang banyak terjadi didunia…