Dahulukan Subsidi Ketimbang Belanja Birokrasi

NERACA

Jakarta--Klaim Pemerintah penambahan subsidi BBM memperberat beban APBN ternyata omong kosong.  Padahal  dana kompensasi BBM itu bisa diambil untuk menutupi beban subsidi.  “Pemerintah seharusnya memikirkan nasib rakyat terlebih dahulu daripada diri sendiri. Seharusnya dana egara digunakan untuk subsidi rakyat daripada untuk belanja Pemerintah,” kata anggota Badan Anggaran FPDIP,  Dolfie OFP,  di Jakarta,27/3

Lebih jauh Dolfie merasa aneh dengan langkah pemerintah. “Dalam opsi satu yang dibahas di Banggar DPR ada dana kompensasi BBM Rp 30,6 triliun. Mereka sebut tidak bicara kenaikan BBM tapi kenapa di opsi satu ada disediakan dana kompensasi," ucapnya

Dolfie menjelaskan pemerintah memaksa  Rp 137,4 triliun untuk subsidi BBM, LPG dan BBM. Sementara apabila pemerintah mau menambah subsidi dan tak menaikkan harga BBM, maka subsidi harus ditambah menjadi total Rp 178 trilliun. Pemerintah sebenarnya memiliki dana sebesar Rp 134 trilliun sebagai tambahan penerimaan dalam Rancangan APBN Perubahan 2012. Uang itu didapat dari sisa anggaran APBN 2011 sebesar Rp 51 trilliun, surat berrharga negara Rp 25 Trilliun, hasil kenaikan minyak dunia Rp 46,8 trilliun, dan pendapatan neto utang dan non-utang Rp 11,2 trilliun.

Masalahnya adalah Pemerintah lebih memilih mengalokasikan Rp 30,6 triliun dari tambahan penerimaan untuk kompensasi kenaikan harga BBM berupa Bantuan Langsung Tunai Sementara (BLSM), dan tambahan belanja negera sebesar Rp 13,6 trilliun. Akibat pilihan itu, Pemerintah hanya bisa menambah dana subsidi BBM sebesar  Rp13,8 trilliun.

Sementara yang diajukan PDI Perjuangan adalah subsidi BBM ditambah lagi sebesar Rp 42,2 trilliun, sehingga harga BBM tak perlu naik, tapi dana kompensasi kenaikan BBM dan tambahan belanja pemerintah dihilangkan. “Jadi tak benar kalau Pemerintah bilang anggaran akan defisit dan melanggar UU kalau subsidi BBM dipertahankan?” tegas Dolfie.

Theodorus Jacob Koekrits, anggota Banggar DPR lain dari Faksi PDI Perjuangan, menyatakan itulah sebabnya pihaknya bersikeras tetap menginginkan agar opsi lainnya agar subsidi energi ditambah tetap dipertahankan.

Menurutnya, kalau memang keuangan Negara genting secara perekonomian maka sudah sewajarnya pemerintah memperhatikan rakyat bukan malah mengorbankan rakyat. "Kalau pemerintah mau negarawan, dari penerimaan kita saja bisa menutupi kebutuhan subsidi BBM. Kita punya penerimaan sebesar Rp. 135 triliun, problemnya ruang fiskal itu dipakai untuk hal-hal yang masih perlu diuji publik," kata Theodorus.

Dia melanjutkan bahwa sikap pemerintah mempertahankan BLSM dan tambahan anggaran Pemerintah sangat bermakna politis. “Kita hanya bisa pahami program BLSM diberikan kalau memang suasana sangat benar-benar krisis. Layaknya balsem, BLSM itu efeknya sementara. Kalau kena angin, sudah selesai efek balsem itu,” tutur dia. **cahyo

BERITA TERKAIT

Pemeran Bangkok RHVAC dan Bangkok E&E 2024 akan Tampilkan Inovasi dan Teknologi Terkini

Pemeran Bangkok RHVAC dan Bangkok E&E 2024 akan Tampilkan Inovasi dan Teknologi Terkini NERACA Jakarta - Bangkok RHVAC 2024 dan…

Defisit Fiskal Berpotensi Melebar

    NERACA Jakarta - Ekonom Josua Pardede mengatakan defisit fiskal Indonesia berpotensi melebar demi meredam guncangan imbas dari konflik Iran…

Presiden Minta Waspadai Pola Baru Pencucian Uang Lewat Kripto

  NERACA Jakarta – Presiden RI Joko Widodo meminta agar tim Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dan kementerian…

BERITA LAINNYA DI Ekonomi Makro

Pemeran Bangkok RHVAC dan Bangkok E&E 2024 akan Tampilkan Inovasi dan Teknologi Terkini

Pemeran Bangkok RHVAC dan Bangkok E&E 2024 akan Tampilkan Inovasi dan Teknologi Terkini NERACA Jakarta - Bangkok RHVAC 2024 dan…

Defisit Fiskal Berpotensi Melebar

    NERACA Jakarta - Ekonom Josua Pardede mengatakan defisit fiskal Indonesia berpotensi melebar demi meredam guncangan imbas dari konflik Iran…

Presiden Minta Waspadai Pola Baru Pencucian Uang Lewat Kripto

  NERACA Jakarta – Presiden RI Joko Widodo meminta agar tim Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dan kementerian…