Sektor Wisata Lesu, Malaysia Untung

Wisatawan yang sebelumnya banyak membeli paket wisata ke destinasi favorit di Jawa dan Bali mulai beralih dan memilih Malaysia. Penganten baru yang dulunya memilih bulan madu wisata di Bali, sekarang mulai ada yang memilih Maldives (Maladewa), karena biaya yang dikeluarkan relatif sama

 

NERACA

 

Malaysia menjadi pihak yang paling diuntungkan oleh lesunya sektor pariwisata Indonesia akibat tingginya harga tiket penerbangan domestic. Hal itu ditegaskan Ketua Asosiasi Pengusaha Perjalanan Wisata Indonesia (Asita) Sumatera Barat, Ian Hanafiah. "Sekarang wisatawan mulai beralih dari destinasi di Indonesia, menuju destinasi di Malaysia karena memang lebih murah. Kalau punya dana sedikit berlebih, mereka pilih Thailand bahkan Korea Selatan dibandingkan destinasi di Jawa atau Bali," katanya di Padang.

Kecenderungan itu, menurut dia, sangat terasa di Sumatera Barat. Wisatawan yang sebelumnya banyak membeli paket wisata ke destinasi favorit di Jawa dan Bali mulai beralih dan memilih Malaysia. "Penganten baru yang dulunya memilih bulan wisata di Bali, sekarang mulai ada yang memilih Maldives (Maladewa), karena biaya yang dikeluarkan relatif sama," katanya.

Perusahaan Perjalanan Wisata di Sumbar, menurut dia, juga lebih enak menjual paket ke luar negeri, sesuai selera pasar, dari pada memaksakan untuk menjual paket wisata domestik karena harga komponen tiket pesawat yang mahal.

Ia menyebut biasanya paket wisata ke Malaysia itu hanya sekitar 20 paket sebulan, sekarang bisa sampai 70 paket, sementara paket wisata domestik boleh dikatakan sangat minim, boleh dikatakan tidak ada lagi. "Mitra di Malaysia juga menginformasikan paket wisata ke negara itu naik drastis hingga 300 persen. Mereka benar-benar panen sementara kita tumbang," kata Ian.

Kondisi itu, menurut dia, sangat ironis, karena Sumbar sebenarnya sedang berbenah dan mengembangkan destinasi wisata untuk menjaring wisatawan nusantara maupun mancanegara. "Semua hancur karena tiket penerbangan domestik yang mahal," ujarnya.

Ia yakin target kunjungan wisatawan Nusantara di Indonesia tahun ini akan jeblok, tidak sampai lima puluh persen dari tahun lalu.

Tak hanya itu, Asita Sumatera Barat pun mengkritisi jumlah kunjungan wisatawan yang dirilis pemerintah daerah setempat mencapai 2,1 juta orang.

Ian mengatakan data yang dimaksud oleh Pemprov Sumbar itu kemungkinan besar adalah data kunjungan masyarakat ke destinasi wisata saat libur Lebaran 2019, bukan jumlah wisatawan. "Kita harus bedakan antara wisatawan dengan masyarakat yang mengunjungi destinasi wisata. Wisatawan itu adalah seseorang atau kelompok orang yang melakukan suatu perjalanan wisata, dan menetap di daerah atau negara itu sekurang-kurangnya 24 jam," katanya.

Sementara orang yang datang ke destinasi pada pagi hari kemudian kembali pulang pada sore harinya tidak bisa dimasukkan dalam kategori wisatawan, hanya pengunjung.

Kecenderungan pengunjung, terlebih bila merupakan perantau yang sekali-sekali pulang kampung, akan mengunjungi banyak destinasi dalam satu kali perjalanan.

Misalnya yang berasal dari Padang, akan mengunjungi Pantai Padang, sejumlah pantai di Pariaman dan mungkin juga Danau Maninjau di Agam kemudian malamnya kembali ke Padang. Besoknya, mengunjungi Lembah Anai, Padangpanjang dan Bukittinggi, lalu besoknya lagi mengunjungi Tanah Datar dan Harau. "Logikanya mereka akan tercatat setidaknya pada delapan destinasi. Artinya satu orang bisa saja tercatat sebagai delapan orang. Datanya tentu jadi tidak valid sebagai data kunjungan wisatawan," ujarnya.

Data yang lebih valid sesuai dengan devinisi wisatawan adalah berdasarkan tingkat hunian hotel dan penginapan selama libur Lebaran 2019.

Meski demikian, Ian menyebut angka itu tidak perlu menjadi bahan perdebatan. Yang paling penting adalah apakah kunjungan wisatawan itu bisa meningkatkan perekonomian masyarakat di daerah destinasi. "Kalau belum, apa yang bisa dilakukan ke depan oleh pemerintah, masyarakat dan swasta agar pariwisata benar-benar bisa mensejahterakan masyarakat," katanya.

Sebelumnya Wakil Gubernur Sumatera Barat Nasrul Abit merilis jumlah wisatawan yang datang ke daerah itu pada libur Lebaran 2019 mencapai 2,1 juta orang dan perputaran uang selama lima hari libur itu mencapai Rp214 miliar.

 

Bali Turun

 

Sementara BPS Provinsi Bali mencatat jumlah kunjungan wisatawan asing ke beberapa destinasi pariwisata di Bali mengalami penurunan hingga 7,83 persen untuk bulan April 2019 jika dibandingkan dengan bulan sama tahun lalu. "Tapi sayangnya tingkat wisatawan mancanegara pada bulan April dalam tahun ini lebih rendah dari April tahun lalu, padahal dalam tiga tahun terakhir sampai 2018, itu mulai dari 2016, 2017 2018, pasti ada rekor baru berupa peningkatan, nah kalau April 2019 ini tidak ada, " kata Kepala BPS Provinsi Bali, Adi Nugroho, di Denpasar.

Ia juga mengatakan untuk kunjungan wisatawan mancanegara, biasanya di tahun lalu berlangsung sampai dengan bulan April, mulai meningkat dilihat dari siklus tahunan, dengan puncak kenaikannya ada di Bulan Juli.

Biasanya, untuk suasana pariwisata di Bali sampai dengan bulan September dan Oktober masih baik, setelah itu akan melewati "low session" di Bulan November, Desember, Januari hingga Februari. Namun, semestinya di tahun 2019 melewati bulan April sudah terlihat meningkat tetapi ternyata menurun.

Selain itu, jumlah kunjungan wisatawan mancanegara selama tahun 2019, didominasi oleh wisman asal Tiongkok sekitar 23,17 persen, lalu Australia 18,34 persen dan India 6,02 persen.

Selanjutnya, Jepang 4,33 persen, Amerika Serikat 4,27 persen, Inggris 4,24 persen, Rusia 3,00 persen, Malaysia 2,97 persen, Korea Selatan 2,93 persen dan Jerman 2,60 persen.

Namun, perhitungan dari bulan April 2018 ke April 2019 untuk kunjungan tertinggi dari Tiongkok, sekitar 121,840 ribu menurun menjadi 94,202, diikuti dengan Australia, dari 91,007 ribu menjadi 90,265 ribu kunjungan dan India dari 31,158 ribu turun menjadi 25,438 ribu kunjungan. "Perlu untuk mengingatkan pada pelaku pengawal pariwisata di Bali, sepertinya Bali sedang mengalami situasi yang berbeda dari situasi yang tahun lalu, kalau boleh saya menganjurkan perlu segera melakukan kajian, tentang apa yang membuat kunjungan di tahun ini menjadi menurun, apakah mungkin suplai pariwisata sedang menurun, atau ada pengalihan wisatawan yang sekarang lebih tertarik ke wilayah lain," Jelas Adi Nugroho.

Ia juga menjelaskan, meskipun penurunan terjadi tidak secara signifikan, tetapi 50% Ekonomi Bali disumbangkan dari adanya aktivitas Pariwisata di Bali ini, baik berupa kunjungan wisatawan asing atau juga destinasi - destinasi yang lebih sering menjadi pilihan para wisatawan. (ant)

 

BERITA TERKAIT

Jurus Jitu Selamatkan UMKM

Jurus Jitu Selamatkan UMKM  Pelaku UMKM sebenarnya tidak membutuhkan subsidi bunga. Yang sangat mendesak diperlukan adalah penguatan modal untuk memulai…

Tegakkan Protokol Kesehatan di Pilkada 2020

Tegakkan Protokol Kesehatan di Pilkada 2020 Dalam konteks masih terjadinya penularan dengan grafik yang masih naik, sejumlah pihak meminta pemerintah…

Jangan Buru-Buru Menutup Wilayah

Jangan Buru-Buru Menutup Wilayah Strategi intervensi berbasis lokal, strategi intervensi untuk pembatasan berskala lokal ini penting sekali untuk dilakukan, baik…

BERITA LAINNYA DI

Jurus Jitu Selamatkan UMKM

Jurus Jitu Selamatkan UMKM  Pelaku UMKM sebenarnya tidak membutuhkan subsidi bunga. Yang sangat mendesak diperlukan adalah penguatan modal untuk memulai…

Tegakkan Protokol Kesehatan di Pilkada 2020

Tegakkan Protokol Kesehatan di Pilkada 2020 Dalam konteks masih terjadinya penularan dengan grafik yang masih naik, sejumlah pihak meminta pemerintah…

Jangan Buru-Buru Menutup Wilayah

Jangan Buru-Buru Menutup Wilayah Strategi intervensi berbasis lokal, strategi intervensi untuk pembatasan berskala lokal ini penting sekali untuk dilakukan, baik…