Soal StanChart Lepas Bank Permata - Rudy Minta OJK Hentikan Penjualan Saham

NERACA

Jakarta – Rencana Standart Chartered Bank bakal melepas saham PT Bank Permata Tbk menuai reaksi dari Rudy Ramli, pemilik Bank Bali. Dirinya meminta Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menghentikan proses pelepasan saham Standard Chartered Bank di Bank Permata. “Saya meminta agar proses penjualan saham itu dihentikan dan berharap OJK melakukan investigasi khusus,”ujarnya di Jakarta, kemarin.

Dirinya menduga, aksi pelepasan saham Bank Permata oleh Standart Chartered Bank (SCB) akan terjadi kerugian negara jika transaksi dilanjutkan. Terkait hal tersebut, lanjut Rudy, dirinya telah melaporkan persoalan ini ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Oktober 2018 lalu. “Sementara baru itu langah hukum yang kami lakukan. Normalnya calon investor Bank Permata mungkin akan berpikir ulang untuk membeli saham dari Standard Chartered. Namun kalau ternyata sampai ada pembeli yang jadi, kami mempertimbangkan untuk melakukan (gugatan) langkah hukum lain,”ungkapnya.

Asal tahu saja, Bank Bali milik Rudy Ramli sendiri, pada 2002 bersama Bank Universal, Bank Prima Ekspress, Bank Artha Media, dan Bank Patriot merupakan cikal bakal dari PT Bank Permata Tbk (BNLI) melalui aksi penggabungan usaha setelah bank-bank tersebut masuk kategori bank take over (BTO). Sebelum melebur menjadi Bank Permata bersama beberapa bank lainnya. Pada Juli 1999, Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), telah menetapkan Standard Chartered sebagai pengelola Bank Bali.

Ini merupakan akumulasi dari skandal peralihan utang (loan cessie) yang melibatkan perusahaan Setya Novanto, yaitu PT Era Giat Sejahtera. Piutang Bank Bali sendiri berasal dari Bank Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI), Bank Umum Nasional (BUM), dan Bank Tiara dengan nilai total Rp 3 triliun pada 1997. Ketiga bank tersebut telah masuk kategori bank pesakitan yang dikelola BPPN sejak April 1998. Makanya Rudy kesulitan menagih piutangnya kepada tiga bank tersebut. Hingga akhirnya pada Januari 1999, Bank Bali menggandeng Era Giat. Hal tersebut mujarab, Bank Indonesia (BI) dan BPPN akhirnya setuju mengucurkan duit Bank Bali itu. Jumlahnya Rp 905 miliar.

Namun Bank Bali hanya mendapat Rp 359 miliar. Sisanya, sekitar 60% atau Rp 546 miliar, masuk rekening Era Giat. Ini yang bikin likuiditas Bank Bali amburadul, hingga akhirnya dikelola Standard Chartered, dan menjadi Bank Permata. Persoalannya adalah ketika masuk kelolaan BPPN, Bank Bali dilikuidiasi senilai Rp 11,89 triliun. Namun Standard Chartered cuma membeli Bank Bali senilai Rp 2,77 triliun. “Sehingga ada potensi kerugian negara sekitar Rp 9 triliun,”kata Rudy.

BERITA TERKAIT

Metropolitan Land Raih Marketing Sales Rp438 Miliar

NERACA Jakarta – Emiten properti, PT Metropolitan Land Tbk (MTLA) atau Metland membukukan marketing sales hingga kuartal I-2024 sebesar Rp…

Hartadinata Tebar Dividen Final Rp15 Per Saham

Rapat umum pemegang saham tahunan (RUPST) PT Hartadinata Abadi Tbk. (HRTA) akan memberikan dividen final tahun buku 2023 sebesar Rp15…

Kenaikan BI-Rate Positif Bagi Pasar Modal

NERACA Jakarta  - Ekonom keuangan dan praktisi pasar modal, Hans Kwee menyampaikan kenaikan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) atau BI-Rate…

BERITA LAINNYA DI Bursa Saham

Metropolitan Land Raih Marketing Sales Rp438 Miliar

NERACA Jakarta – Emiten properti, PT Metropolitan Land Tbk (MTLA) atau Metland membukukan marketing sales hingga kuartal I-2024 sebesar Rp…

Hartadinata Tebar Dividen Final Rp15 Per Saham

Rapat umum pemegang saham tahunan (RUPST) PT Hartadinata Abadi Tbk. (HRTA) akan memberikan dividen final tahun buku 2023 sebesar Rp15…

Kenaikan BI-Rate Positif Bagi Pasar Modal

NERACA Jakarta  - Ekonom keuangan dan praktisi pasar modal, Hans Kwee menyampaikan kenaikan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) atau BI-Rate…