Menkeu: RI Perlu Waspadai Gejolak Ekonomi Global

Jakarta-Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menegaskan, Indonesia harus semakin mewaspadai gejolak ekonomi global, salah satunya akibat perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China yang tidak kunjung selesai. Meski demikian, ekonomi dalam negeri masih tetap baik saat ini.

NERACA

Dalam pertemuan antar menteri keuangan negara-negara G20 di Fukuoka, Jepang, akhir pekan lalu, Sri Mulyani menyatakan jika ketegangan antar negara anggota G20 masih terasa, khususnya antara AS dan China. "Kemarin pertemuan G20 di Fukuoka Jepang, harapannya dengan pertemuan ini sebelum pertemuan tingkat leaders di Osaka pada akhir bulan ini diharapkan akan ada jembatan antara Amerika, China dan negara-negara lain. Tapi kalau kita lihat suasananya memang masih terasa bahwa posisi belum berubah. Dalam artian ketegangan internasional dari sisi retorika maupun action-nya masih sama. Bahkan ada kecenderungan lebih bold," ujarnya di Kantor Kementerian Keuangan, Jakarta, Selasa (11/6).

Menurut dia, selama ini China ingin agar masalah perang dagang ini dilakukan secara multilateral sesuai dengan kerangka yang telah ada. Namun, AS lebih berharap masalah tersebut diselesaikan secara bilateral.

"Kemudian harapan-harapan di antara kedua belah pihak untuk saling adanya temuan dari sisi pemikiran policy-nya masih cukup jauh. China masih menganggap mereka melakukan apa yang telah diminta selama ini, tetapi dari AS menganggap itu belum cukup. Sehingga kita melihat dalam keseluruhan G20 ini risiko global itu terealisir (nyata)," ujar Menkeu.

Akibat ketegangan yang terjadi ini, pertumbuhan ekonomi global di tahun ini diperkirakan akan mengalami perlambatan. Hal tersebut seperti apa yang telah diproyeksikan oleh lembaga-lembaga keuangan internasional seperti IMF dan Bank Dunia.

"Makanya IMF, OECD, World Bank, mengatakan dengan adanya risiko down site risk yang terealisir ini proyeksi output tahun ini menurun. Kalau di IMF 3,3%, sudah 0,5% lebih rendah dari original projection 2019. World Bank juga sama," ujarnya seperti dikutip CNNIndonesia.com.

Sementara bagi Indonesia, hal ini juga harus menjadi perhatian khusus. Sebab, perang dagang dan ketegangan yang terjadi ini akan menekan perdagangan global yang akan berdampak kepada Indonesia.

"Yang harus kita waspadai juga adalah volume perdagangan internasional juga akan mengalami pelemahan, bahkan ini melemah terendah sejak krisis ekonomi 2008 yaitu hanya tumbuh 2,6%. Selama ini, ekonomi dunia tumbuh cukup sehat, biasanya growth dari perdagangan internasional itu 2 kali lebih tinggi dari pertumbuhan dunia. Jadi kalau pertumbuhan dunia itu 3,3%, perdagangan bisa 5-6%, sekarang hanya tumbuh 2,6%. Artinya untuk Indonesia, kita akan melihat jika tantangan dari growth global yang melemah menjadi sangat nyata," ujarnya.

Meski demikian, Sri Mulyani menyampaikan kondisi ekonomi Indonesia di tengah gejolak yang terjadi secara global di hadapan anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang hadir dalam rapat Paripurna di DPR, kemarin (11/6). "Berikut ini kami sampaikan tanggapan dan jawaban Pemerintah atas pandangan Fraksi-Fraksi DPR RI Kami baru saja kembali dari pertemuan Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral Negara G-20 di Fukuoka, Jepang, di mana kondisi terkini perekonomian global masih dipenuhi tantangan dan ketidakpastian akibat eskalasi perang dagang, persaingan geopolitik, dan fluktuasi harga komoditas," ujarnya di ruang rapat paripurna Gedung DPR.

Menkeu mengungkapkan, kondisi tersebut menyebabkan penurunan proyeksi pertumbuhan ekonomi dunia, pelemahan investasi, dan perdagangan global. "Pertumbuhan ekonomi dunia dipangkas 0,3% menjadi hanya 2,6% menurut Bank Dunia, 3,3% menurut IMF, dan 3,2% menurut OECD," ujarnya.

Sementara itu, pertumbuhan perdagangan global hanya mencapai 2,6% merupakan yang terendah sejak krisis keuangan global. Tekanan global, lanjutnya, menyebabkan kinerja ekspor Indonesia mengalami perlambatan.

Kendati demikian dia meyakinkan semua pihak bahwa kondisi ekonomi Indonesia dalam keadaan baik-baik saja. "Namun perekonomian Indonesia tetap mampu menunjukkan ketahanannya dengan pertumbuhan di atas 5,07% didukung oleh permintaan domestik yang tetap terjaga dan kebijakan makro ekonomi fiskal dan moneter yang prudent dan sustainable namun supportive terhadap ekonomi," ujarnya.

Sri Mulyani memaparkan bukti lainnya adalah Lembaga pemeringkat utang internasional S&P pada 20 bulan Mei lalu menaikkan peringkat (rating) utang Indonesia satu tingkat menjadi BBB dengan outlook stabil.

"Capaian reformasi ekonomi yang telah dijalankan selama ini juga membawa perbaikan peringkat daya saing, yang berdasarkan penilaian IMD World Competitiveness Yearbook (WCY), peringkat daya saing Indonesia naik 11 peringkat dari peringkat 43 di tahun 2018 menjadi peringkat 32 dunia pada tahun 2019," ujarnya.

Dia juga menegaskan pemerintah akan terus meningkatkan kewaspadaan menghadapi ketidakpastian global yang meningkat dan terus fokus memperbaiki daya kompetisi dan produktivitas ekonomi Indonesia melalui kebijakan investasi, perdagangan dan pembangunan infrastruktur serta perbaikan kualitas sumber daya manusia. "Reformasi struktural dan kebijakan ekonomi untuk memacu investasi dan ekspor akan menjadi perhatian utama," tutur dia.

Rusak Sistem Perdagangan

Sebelumnya, Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund-IMF) menyebutkan, peningkatan tarif impor dan langkah-langkah lain yang diambil oleh Washington akan merusak sistem perdagangan global, meningkatkan pembatasan perdagangan barang dan jasa, serta menggerakkan siklus respon perdagangan pembalasan.

"Langkah-langkah tarif kemungkinan tidak akan efektif dalam mengatasi defisit perdagangan bilateral dan akan merusak AS serta ekonomi makro global," menurut IMF seperti dikutip Antara, akhir pekan lalu.

IMF mengatakan, daripada memperluas hambatan tarif dan non-tarif, AS dan mitra dagangnya harus bekerja secara konstruktif untuk mengatasi distorsi dalam sistem perdagangan. Selain itu, ketegangan perdagangan AS-China juga harus segera diselesaikan melalui perjanjian komprehensif yang memperkuat sistem internasional.

"AS akan mendapatkan keuntungan dengan bekerja sama dengan mitra internasional untuk memperkuat sistem perdagangan multilateral yang berdasarkan pada peraturan," kata pemberi pinjaman internasional yang berbasis di Washington itu.

Direktur Pelaksana IMF Christine Lagarde mengatakan, ketegangan perdagangan antara Amerika Serikat dan mitra dagangnya mewakili ancaman terhadap pandangan global dan menciptakan dampak negatif penting kepada negara lain.

"Agar ekonomi global berfungsi dengan baik, dia harus dapat mengandalkan sistem perdagangan internasional berbasis aturan yang lebih terbuka, lebih stabil, dan lebih transparan. Seperti yang kami sebutkan sebelumnya, tidak ada yang memenangkan perang dagang," ujarnya. bari/mohar/fba

 

 

BERITA TERKAIT

MENAKER IDA FAUZIYAH: - Kaji Regulasi Perlindungan Ojol dan Kurir

Jakarta-Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah akan mengkaji regulasi tentang perlindungan bagi ojek online (ojol) hingga kurir paket, termasuk mencakup pemberian tunjangan…

TRANSISI EBT: - Sejumlah Negara di Asteng Alami Kemunduran

Jakarta-Inflasi hijau (greenflation) menyebabkan sejumlah negara di Asia Tenggara (Asteng), termasuk Indonesia, Malaysia, dan Vietnam mengalami kemunduran dalam transisi energi…

RENCANA KENAIKAN PPN 12 PERSEN PADA 2025: - Presiden Jokowi akan Pertimbangkan Kembali

Jakarta-Presiden Jokowi disebut-sebut akan mempertimbangkan kembali rencana kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 2025. Sebelumnya, Ketua Umum…

BERITA LAINNYA DI Berita Utama

MENAKER IDA FAUZIYAH: - Kaji Regulasi Perlindungan Ojol dan Kurir

Jakarta-Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah akan mengkaji regulasi tentang perlindungan bagi ojek online (ojol) hingga kurir paket, termasuk mencakup pemberian tunjangan…

TRANSISI EBT: - Sejumlah Negara di Asteng Alami Kemunduran

Jakarta-Inflasi hijau (greenflation) menyebabkan sejumlah negara di Asia Tenggara (Asteng), termasuk Indonesia, Malaysia, dan Vietnam mengalami kemunduran dalam transisi energi…

RENCANA KENAIKAN PPN 12 PERSEN PADA 2025: - Presiden Jokowi akan Pertimbangkan Kembali

Jakarta-Presiden Jokowi disebut-sebut akan mempertimbangkan kembali rencana kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 2025. Sebelumnya, Ketua Umum…