Hati-hati Kredit Online

Sebagian masyarakat kini mulai resah di tengah maraknya tawaran pinjaman berbasis teknologi (online) akibat teror yang dilakukan pihak perusahaan Fintech. Teror yang dirasakan para nasabah Fintech sudah dianggap melanggar hak azasi manusia seperti yang tertuang dalam pelaporan mereka ke Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta.

Namun di sisi lain, Satuan Tugas (Satgas) Waspada Investasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) hingga Februari 2019, menemukan ada 635 perusahaan pinjam meminjam uang berbasis teknologi (peer to peer lending – P2PL) beroperasi secara ilegal di Indonesia. Untuk itu maasyarakat diminta berhati-hati dalam berurusan dengan perusahaan fintech itu.

"Kasus utamanya intimidasi, teror, penagihan tidak beretika. Itu masalahnya saat ini. Kalau kita lihat kasus ini karena kemampuan bayar nasabah ini tidak ada untuk mengembalikan sesuai perjanjian," tegas Ketua Satgas Waspada Investasi OJK Tongam Lumban Tobing di kantor OJK, beberapa waktu lalu.

Sebelumnya OJK sudah mengimbau calon peminjam untuk lebih bijaksana saat meminjam uang secara online, jika tidak ingin terjerat kesulitan membayar utangnya secara tepat waktu. Masyarakat juga diminta tidak mengutang kepada fintech P2PL yang tidak terdaftar dan memiliki izin dari OJK. Pasalnya, banyak perusahaan fintech yang menggunakan aplikasi di Appstore, Playstore, hingga media sosial.

Walau hingga akhir 2018 Satgas Waspada Investasi OJK sudah menutup 231 perusahaan pinjaman online, hingga sekarang masih banyak perusahaan ilegal yang menawarkan jasa pinjaman cepat via medsos. Padahal sebenarnya manfaat fintech P2PL dapat mendorong perekonomian dan membantu masyarakat yang membutuhkan. Namun, adanya sejumlah fintech ilegal itu justru bukan untuk menyejahterakan rakyat, tetapi malah mencekik dengan bunga tinggi untuk mencari keuntungan semata.

Faktanya, lebih dari 1.000 nasabah fintech melaporkan kasusnya ke LBH Jakarta. Mereka umumnya diteror melalui gadget, WA Group dan sarana medsos lainnya sehingga rahasia pribadi peminjam diketahui oleh kerabat dekat termasuk lingkungan kantor dimana ia bekerja. Bahkan sampai ada peminjam yang akhirnya di PHK oleh kantornya, akibat sang pimpinannya dicantumkan namanya sebagai pihak merekomendasikan.

Memang sudah keterlaluan sepak terjang para penagih utang (debt collector) dari perusahaan fintech yang melakukan intimidasi terhadap peminjam yang tidak tepat waktu melunasi pinjamannya. Padahal pihak yang pimpinan kantor yang memberikan sebatas rekomendasi, harusnya tidak ikut-ikutan diteror melalui telepon yang berkali-kali. Ini kesalahan besar perusahaan fintech dalam melakukan tatacara penagihan yang sudah kelewat batas kemanusiaan.  

Seperti diatur dalam POJK 77, OJK pada prinsipnya mewajibkan penyelenggara pinjaman online untuk mengedepankan keterbukaan informasi terhadap calon pemberi pinjaman dan peminjamnya, agar bisa menilai tingkat risiko peminjam dan menentukan tingkat bunga.

“Setiap fintech lending yang terdaftar atau berizin dari OJK dilarang mengakses daftar kontak, berkas gambar dan infromasi pribadi dari smartphone pengguna fintech lending yang tidak berhubungan langsung dengan pengguna,” tegas Hendrikus Passagi, Direktur Peraturan, Perizinan dan Pengawasan Fintech OJK.

Jelas, ke depan masyarakat harus lebih berhati-hati melakukan hubungan pinjaman dana dengan perusahaan fintech. Lebih baik periksa dulu keabsahan perusahaan fintech telah berizin atau belum dari OJK. Sementara itu peran Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) agar lebih serius menetapkan persyaratan sertifikasi debt collector supaya mereka memiliki etika dalam menagih utang ke debitur yang jatuh tempo.

Masyarakat juga sebaiknya bijak dalam mengukur kemampuan keuangannya jika akan melakukan penarikan pinjaman, agar pada saatnya jatuh tempo mampu mengembalikan pinjamannya dengan baik dan tidak menimbulkan kegaduhan diantara para pihak.

BERITA TERKAIT

Cegah Dampak El Nino

Ancaman El Nino di negeri belakangan ini semakin kentara, apalagi data BPS mengungkapkan sektor pertanian saat ini hanya berkontribusi sekitar…

Permendag Tak Akomodatif

  Meski aturan pembatasan jenis dan jumlah barang kiriman pekerja migran Indonesia (PMI) sudah dicabut, penumpang pesawat dari luar negeri…

IKN Magnet Investasi

  Eksistensi UU Cipta Kerja dinilai cukup strategis dalam memajukan perekonomian Indonesia. UU Cipta Kerja akan menjadi salah satu regulasi…

BERITA LAINNYA DI Editorial

Cegah Dampak El Nino

Ancaman El Nino di negeri belakangan ini semakin kentara, apalagi data BPS mengungkapkan sektor pertanian saat ini hanya berkontribusi sekitar…

Permendag Tak Akomodatif

  Meski aturan pembatasan jenis dan jumlah barang kiriman pekerja migran Indonesia (PMI) sudah dicabut, penumpang pesawat dari luar negeri…

IKN Magnet Investasi

  Eksistensi UU Cipta Kerja dinilai cukup strategis dalam memajukan perekonomian Indonesia. UU Cipta Kerja akan menjadi salah satu regulasi…