WALAU HADAPI HAMBATAN EKSTERNAL KUAT - IMF Nilai Kinerja Ekonomi RI Baik

Jakarta-Tim Dana Moneter Internasional (IMF) menilai perekonomian Indonesia 2018 menunjukkan kinerja yang baik, meski menghadapi hambatan eksternal yang kuat. Prospeknya positif walau risikonya miring ke bawah. Sementara itu, kalangan petinggi pemerintah RI mengakui perang dagang AS-China diperkirakan berlangsung lama akan memperlambat pertumbuhan ekspor produk Indonesia.

NERACA  

"Didukung oleh respon kebijakan yang tepat dan menyeluruh pada 2018, perekonomian Indonesia menunjukkan kinerja yang baik, meskipun ada hambatan eksternal yang kuat. Prospeknya positif, meskipun risikonya miring ke bawah," ujar Luis E. Breuer, Ketua Tim IMF yang telah berkunjung ke Indonesia (2-14 Mei) untuk diskusi Konsultasi Pasal IV 2019.

Selain itu, menurut dia, pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) riil mencapai 5,2% pada 2018, dan diperkirakan akan tetap di 5,2% pada 2019. Hal itu didorong oleh pertumbuhan permintaan domestik yang kuat dan didukung oleh pemulihan kredit bank.

Sedangkan inflasi turun menjadi 3,1% pada akhir 2018 dan diproyeksikan akan stabil pada sekitar 3,1% di akhir 2019, yang mencerminkan kenaikan harga bahan pangan yang rendah, listrik stabil, dan beberapa harga bahan bakar, dan kebijakan ekonomi makro yang lebih ketat.

Sementara itu, defisit transaksi berjalan melebar ke 3% dari PDB pada 2018, terutama karena impor terkait infrastruktur yang lebih tinggi dan ekspor komoditas yang lebih rendah. Kondisi keuangan global yang lebih ketat menyebabkan penurunan tajam dalam aliran portofolio bersih, yang dikombinasikan dengan aliran investasi langsung asing yang lebih rendah.

Hal itu, menurut Breuer, mengakibatkan defisit neraca pembayaran. Defisit transaksi berjalan diproyeksikan akan menyempit secara bertahap pada 2019 dan dalam jangka menengah, serta keseluruhan neraca pembayaran menjadi positif. Akan tetapi, terdapat risiko terhadap prospek miring ke bawah dan terutama berasal dari sumber eksternal.

"Termasuk meningkatnya ketegangan perdagangan, pengetatan tajam kondisi keuangan global, pertumbuhan Tiongkok yang lebih lemah dari perkiraan, dan perubahan besar dalam harga komoditas. Pada sisi positifnya, upaya pembaruan pemerintah usai pemilu akan meningkatkan kepercayaan, investasi, dan pertumbuhan," ujarnya.

Dia mengatakan, pihak berwenang fokus pada perlindungan stabilitas dengan kebijakan ekonomi makro dan mendorong pertumbuhan inklusif melalui reformasi struktural. Strategi kebijakan ini tetap sesuai mengingat ketidakpastian yang memengaruhi ekonomi dunia. Dalam waktu dekat, pihak berwenang harus menekankan menjaga fleksibilitas kebijakan. "Termasuk melindungi penyangga, dan mengatasi kerentanan ekonomi saat ini dengan upaya baru," ujarnya.

Mengingat inflasi yang rendah dan ekspektasi adanya inflasi, lanjutnya, ada ruang untuk secara hati-hati melonggarkan sikap kebijakan moneter dengan secara bertahap melepaskan lonjakan suku bunga yang diadopsi sebagai respon terhadap aksi jual pasar 2018, karena kondisi eksternal memungkinkan.

Sedangkan pihak berwenang harus terus membiarkan nilai tukar bergerak bebas sejalan dengan kekuatan pasar, dengan intervensi valuta asing terbatas untuk mengatasi kondisi pasar yang kacau. Ini akan melindungi cadangan devisa menghadapi kemungkinan guncangan di masa depan dan memungkinkan defisit neraca berjalan untuk menyesuaikan.

"Ketika Bank Indonesia menyesuaikan kebijakannya untuk mengatasi tantangan 2018, penyebaran kerangka kerja kebijakan bank sentral yang lebih luas, termasuk penggunaan instrumen kebijakannya, akan berkontribusi pada efektivitas kebijakan," tutur dia.

Pada bagian lain, pemerintah juga mengaku kesulitan untuk menggenjot ekspor di tengah situasi perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China. Apalagi perang dagang antar kedua negara tersebut diprediksi bakal berlangsung lama. "Mendorong ekspor, mungkin tidak mudah sekarang ini setelah perang dagang makin meningkat. Tentu ini bukan jangka pendek kelihatannya," ujar Menko Perekonomian Darmin Nasution di Jakarta, akhir pekan lalu.

Seperti diketahui, perang dagang antara China dan AS kembali memanas setelah Presiden AS, Donald Trump mengancam untuk meningkatkan lebih dari dua kali lipat tingkat tarif menjadi 25% pada US$200 miliar untuk barang-barang China.

Kemudian China membalas dengan mengumumkan akan menaikkan tarif pada sejumlah barang AS termasuk sayuran beku dan gas alam cair, sebuah langkah yang mengikuti keputusan Washington untuk meningkatkan pungutannya sendiri atas impor China senilai US$200 miliar. “Kita tidak yakin bahwa itu akan jangka pendek, kalau mereka sudah kapok tentunya mereka pasti berdamai cepat-cepat. Berarti itu mereka tidak kapok," katanya.

Jangka Pendek

Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati pun mewaspadai dampak dari perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China. Dia mengatakan, kondisi perang dagang ini akan terus berjalan dan tidak akan reda dalam jangka pendek, sehingga dikhawatirkan akan berdampak lagi ke Indonesia.

Karena pola konfrontasinya sangat head to head kalau bisa dikatakan, karena untuk dua negara besar ini yang mencoba secara diplomatis men-towndown itu menjadi lebih sulit, artinya ketegangan ini akan mewarnai cukup panjang," katanya.

"Artinya sekarang ini ekonomi dalam tekanan global yang sangat serius melalui ketidakpastian, kita harus terus melihat aspek domestik kita dan ini (perang dagang) harus terus menjadi kewaspadaan bagi kita," ujarnya.

Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mengungkapkan dampak ketegangan perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China terasa di seluruh negara, termasuk Indonesia. Bahkan, dana asing yang keluar (outflow) dari Indonesia mencapai Rp 11,3 triliun. "Yang pertama dampaknya terjadi kita lihat tadi, modal asing yang keluar terutama portofolio outflow kalau menurut data settlement, antara 13-16 Mei terjadi aliran modal asing yang keluar dari Indonesia nett jual Rp 11,3 triliun," ujarnya. Outflow tersebut terdiri dari Rp 7,6 triliun di pasar Surat Berharga Negara (SBN) dan Rp 4,1 triliun di pasar saham. "Ini dua-duanya umumnya adalah investor jangka pendek atau sifatnya trader," ujar Perry.

Karena itu, Sri Mulyani menyatakan terus mewaspadai dampak dari perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China. Menurut dia, kondisi perang dagang ini akan terus berjalan dan tidak akan reda dalam jangka pendek, sehingga dikhawatirkan akan berdampak lagi ke Indonesia.

"Karena pola konfrontasinya sangat head to head kalau bisa dikatakan, karena untuk dua negara besar ini yang mencoba secara diplomatis men-turndown itu menjadi lebih sulit, artinya ketegangan ini akan mewarnai cukup panjang," katanya.

Namun, di sisi lain, dampak perang dagang berpengaruh positif pada ketersediaan bahan baku industri dalam negeri. "Tapi positifnya ada banyak barang-barang yang tadinya untuk topang industri kita menjadi tersedia," tutur dia.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan ekonomi Indonesia kuartal I-2019 sebesar 5,07%, angka itu jauh di bawah prediksi banyak pihak, termasuk BI.

Deputi Gubernur BI Dody Budi Waluyo mengatakan, tidak terealisasinya prediksi angka pertumbuhan ekonomi di triwulan pertama tahun ini adalah karena kembali mencuatnya perang dagang  antara Amerika Serikat (AS) dengan China. "Kita melihat angka pertumbuhan ekonomi kita yang bisa dikatakan di bawah perkiraan hampir semua pihak termasuk Bank Indonesia dan itu semua berawal dari bagaimana dampak dari ketegangan perang dagang," ujarnya. bari/mohar/fba

BERITA TERKAIT

DUGAAN KORUPSI DANA KREDIT DI LPEI: - Kejagung Ingatkan 6 Perusahaan Terindikasi Fraud

Jakarta-Setelah mengungkapkan empat perusahaan berpotensi fraud, Jaksa Agung Sanitiar Burhanudin mengungkapkan ada enam perusahaan lagi yang berpeluang fraud dalam kasus…

Jakarta Jadi Kota Bisnis Dunia Perlu Rencana Jangka Panjang

NERACA Jakarta – Pasca beralihnya ibu kota dari Jakarta ke IKN di Kalimantan membuat status Jakarta berubah menjadi kota bisnis.…

LAPORAN BPS: - Februari 2024, Kelapa Sawit Penopang Ekspor

NERACA Jakarta –  Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan nilai ekspor sektor pertanian pada Februari 2024 mengalami peningkatan sebesar 16,91 persen…

BERITA LAINNYA DI Berita Utama

LAPORAN BPS: - Februari 2024, Kelapa Sawit Penopang Ekspor

NERACA Jakarta –  Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan nilai ekspor sektor pertanian pada Februari 2024 mengalami peningkatan sebesar 16,91 persen…

TIM SATGAS PANGAN POLRI: - Tidak Menemukan Penimbunan Beras di Gudang

Jakarta-Tim Satgas Pangan Polri sampai saat ini belum menemukan adanya tindakan penimbunan beras. Kepastian itu didapat setelah dilakukan pengecekan terhadap…

ADA DESK PENGADUAN INVESTOR - AHY: Sekitar 2.086 ha Lahan Bermasalah di IKN

Jakarta-Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Agus Harimurti Yudhoyono, mengatakan ada sekitar 2.086 ha lahan yang bermasalah…