Pertambangan Indonesia Ibarat Pisau Bermata Dua

NERACA

Industri pertambangan di Tanah Air diperkirakan akan tumbuh pesat dalam beberapa tahun ke depan dan dapat menjadi sektor yang makin strategis bagi Indonesia. Hal ini akan mendorong meningkatnya investasi asing di sektor tersebut dengan dukungan perbankan nasional maupun internasional. Selain itu, akan menjadi primadona sumber devisa negara, dengan melihat potensi sumber daya mineral yang masih luas untuk digarap baik oleh perusahaan lokal maupun asing.

Meskipun dikenal sebagai negara yang kaya dengan potensi sumber daya alam mineral, tetapi potensi cadangan mineral logam Indonesia relatif tidak begitu besar lagi, karena eksploitasi secara besar-besaran telah mengurangi potensi ini secara signifikan.

Sebagian besar cadangan mineral logam di Indonesia umumnya diperkirakan masih tinggal 24 tahun hingga 33 tahun saja. Seperti yang pernah dikatakan oleh Pengamat Pertambangan Lukman Malanuang, bahwa sumber daya alam (SDA) ibarat pisau bermata dua, dapat memberikan kesejahteraan bagi masyarakat atau mendatangkan kesengsaraan.

Kegiatan usaha pertambangan adalah suatu kegiatan besar yang berada ditengah masyarakat, dimana tentunya kegiatan ini akan berinteraksi dengan masyarakat setempat dimana lokasi pertambangan itu berada. Keterlibatan masyarakat sangat penting oleh karena banyak aspek yang perlu dipertimbangkan dalam kegiatan pertambangan, mulai dari pemerataan ekonomi hingga mempertimbangan kelestarian lingkungan serta dampak yang mungkin akan dirasakan oleh masyarakat.

Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Widjajono Partowidagdo pernah mengatakan, bahwa banyak cara yang dapat dilakukan oleh Pemerintah Pusat maupun Daerah untuk mengadakan pendekatan persuasif kepada masyarkat, misalnya merekrut masyarakat menjadi pegawai tambang, atau dilibatkan sebagai sub kontraktor dan lain sebagainya, sehingga masyarakat juga dengan sendirinya akan menjaga kelestarian lingkungannya.

Apa yang diungkapkan Wakil Menteri ESDM itu benar, dan kebanyakan Perusahaan Pertambangan yang beroperasi di Indonesia saat ini telah menerapkan hal demikian. Namun, yang menjadi ‘pekerjaan rumah’, bagaimana melibatkan masyarakat setempat mulai dari awal perencanaan kegiatan pertambangan di suatu daerah, sebelum kegiatan pertambangan itu berjalan, bukan setelah diterbitkannya Izin Usaha Pertambangan (IUP) dan telah beroperasi.

Kaji Amdal

Karena perencanaan suatu proyek pertambangan atau kegiatan usaha lainnya yang diperkirakan akan memberikan pengaruh terhadap lingkungan hidup disekitarnya, maka pertama yang wajib dan harus dilakukan adalah mengkaji Amdal (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan).

Fungsi Amdal adalah membantu proses pengambilan keputusan tentang kelayakan lingkungan hidup dari rencana usaha dan/atau kegiatan, memberi masukan untuk penyusunan disain rinci teknis dari rencana usaha dan/atau kegiatan, memberi masukan untuk penyusunan rencana pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup, memberi informasi bagi masyarakat atas dampak yang ditimbulkan dari suatu rencana usaha dan atau kegiatan.

Sangat jelas dalam Peraturan Pemerintah No.27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup, dikatakan bahwa salah satu pihak yang terlibat dalam penyusunan Amdal adalah masyarakat yang berkepentingan, masyarakat yang terpengaruh atas segala bentuk keputusan dalam proses Amdal.

Hal inilah yang sering menimbulkan permasalahan dalam suatu kegiatan pertambangan. Pengkajian AMDAL tidak sesuai dengan prosedur yang berlaku, masyarakat tidak pernah dilibatkan dalam proses ini. Dan yang lebih parah lagi, Pemerintah Daerah tanpa adanya pengawasan dari Pemerintah Pusat, dengan leluasa mengeluarkan Izin Usaha Pertambangan yang tidak sesuai dengan prosedur yang diatur dalam penyusunan Amdal.

Sebagai solusinya, daerah penghasil sumberdaya mineral perlu mempunyai prespektif baru kedepan dengan merumuskan grand strategy dan peta jalan (road map) yang merupakan exit strategy pengelolaan pertambangan yang mengarah pada transformasi perubahan struktur perekonomian dari dominasi pertambangan ke sumber daya lokal terbarukan seperti pertanian dalam arti luas, infrastruktur, dan sumber daya manusia unggul sebagai langkah antisipasi atas habisnya pertambangan dengan kendala masa operasi tambang yang relatif pendek dan cadangan yang terus menipis.

Melihat jumlah perusahaan pertambangan mineral dan batubara yang sangat banyak, sesungguhnya Indonesia berada pada situasi yang sangat kritis dan serius dalam pengelolaan sumber daya mineral disebabkan begitu terbukanya regulasi dan kewenangan yang diberikan kepada pemerintah tanpa mempertimbangkan kapasitas kelembangan dan kualitas sumber daya manusia aparat pemerintah, kaidah konservasi sumber daya mineral untuk pencadangan masa depan, kerusakan lingkungan yang massif serta konflik horizontal dengan masyarakat yang mungkin timbul.

Optimalkan Manfaat

Padahal, sudah ada UU No. 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara yang memberikan peluang yang besar kepada Pemerintah Daerah dan pemangku kepentingan untuk mengoptimalkan manfaat dari keberadaan pertambangan. UU tersebut sangat pro kepada pemangku kepentingan ditingkat lokal, regional dan nasional tinggal apakah peluang ini dapat dimanfaatkan dengan baik atau terbuang percuma.

Keberpihakan pro masyarakat dari UU ini terlihat pada pasal yang memberikan penekanan dalam hal mengutamakan pemanfaatan tenaga kerja setempat, wajib mengikutsertakan pengusaha lokal, mengutamakan barang dan jasa lokal, menggunakan perusahaan jasa pertambangan lokal, program pengembangan dan pemberdayaan masyarakat oleh perusahaan yang disetujui Pemerintah Daerah.

Untuk mengimplementasikan berbagai peluang tersebut Pemerintah Daerah perlu merumuskan Peraturan Daerah tentang peningkatan nilai tambah pertambangan yang memprioritaskan penggunaan sumberdaya lokal secara optimal untuk aspek tenaga kerja, potensi sumberdaya alam daerah setempat, kemitraan dengan pengusaha lokal serta keterlibatan perusahaan jasa pertambangan lokal dalam konsultasi dan perencanaan.

Pemangku kepentingan yakni pemerintah pusat, pemerintah daerah, korporat dan masyarakat madani perlu duduk bersama untuk mendorong keterbukaan, transparansi dan partisipasi dalam merumuskan kebijakan pembangunan pasca pertambangan.

NERACA

Oleh Anovianti Muharti

 

Industri pertambangan di Tanah Air diperkirakan akan tumbuh pesat dalam beberapa tahun ke depan dan dapat menjadi sektor yang makin strategis bagi Indonesia. Hal ini akan mendorong meningkatnya investasi asing di sektor tersebut dengan dukungan perbankan nasional maupun internasional. Selain itu, akan menjadi primadona sumber devisa negara, dengan melihat potensi sumber daya mineral yang masih luas untuk digarap baik oleh perusahaan lokal maupun asing.

Meskipun dikenal sebagai negara yang kaya dengan potensi sumber daya alam mineral, tetapi potensi cadangan mineral logam Indonesia relatif tidak begitu besar lagi, karena eksploitasi secara besar-besaran telah mengurangi potensi ini secara signifikan.

Sebagian besar cadangan mineral logam di Indonesia umumnya diperkirakan masih tinggal 24 tahun hingga 33 tahun saja. Seperti yang pernah dikatakan oleh Pengamat Pertambangan Lukman Malanuang, bahwa sumber daya alam (SDA) ibarat pisau bermata dua, dapat memberikan kesejahteraan bagi masyarakat atau mendatangkan kesengsaraan.

Kegiatan usaha pertambangan adalah suatu kegiatan besar yang berada ditengah masyarakat, dimana tentunya kegiatan ini akan berinteraksi dengan masyarakat setempat dimana lokasi pertambangan itu berada. Keterlibatan masyarakat sangat penting oleh karena banyak aspek yang perlu dipertimbangkan dalam kegiatan pertambangan, mulai dari pemerataan ekonomi hingga mempertimbangan kelestarian lingkungan serta dampak yang mungkin akan dirasakan oleh masyarakat.

Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Widjajono Partowidagdo pernah mengatakan, bahwa banyak cara yang dapat dilakukan oleh Pemerintah Pusat maupun Daerah untuk mengadakan pendekatan persuasif kepada masyarkat, misalnya merekrut masyarakat menjadi pegawai tambang, atau dilibatkan sebagai sub kontraktor dan lain sebagainya, sehingga masyarakat juga dengan sendirinya akan menjaga kelestarian lingkungannya.

Apa yang diungkapkan Wakil Menteri ESDM itu benar, dan kebanyakan Perusahaan Pertambangan yang beroperasi di Indonesia saat ini telah menerapkan hal demikian. Namun, yang menjadi ‘pekerjaan rumah’, bagaimana melibatkan masyarakat setempat mulai dari awal perencanaan kegiatan pertambangan di suatu daerah, sebelum kegiatan pertambangan itu berjalan, bukan setelah diterbitkannya Izin Usaha Pertambangan (IUP) dan telah beroperasi.

Kaji Amdal

Karena perencanaan suatu proyek pertambangan atau kegiatan usaha lainnya yang diperkirakan akan memberikan pengaruh terhadap lingkungan hidup disekitarnya, maka pertama yang wajib dan harus dilakukan adalah mengkaji Amdal (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan).

Fungsi Amdal adalah membantu proses pengambilan keputusan tentang kelayakan lingkungan hidup dari rencana usaha dan/atau kegiatan, memberi masukan untuk penyusunan disain rinci teknis dari rencana usaha dan/atau kegiatan, memberi masukan untuk penyusunan rencana pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup, memberi informasi bagi masyarakat atas dampak yang ditimbulkan dari suatu rencana usaha dan atau kegiatan.

Sangat jelas dalam Peraturan Pemerintah No.27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup, dikatakan bahwa salah satu pihak yang terlibat dalam penyusunan Amdal adalah masyarakat yang berkepentingan, masyarakat yang terpengaruh atas segala bentuk keputusan dalam proses Amdal.

Hal inilah yang sering menimbulkan permasalahan dalam suatu kegiatan pertambangan. Pengkajian AMDAL tidak sesuai dengan prosedur yang berlaku, masyarakat tidak pernah dilibatkan dalam proses ini. Dan yang lebih parah lagi, Pemerintah Daerah tanpa adanya pengawasan dari Pemerintah Pusat, dengan leluasa mengeluarkan Izin Usaha Pertambangan yang tidak sesuai dengan prosedur yang diatur dalam penyusunan Amdal.

Sebagai solusinya, daerah penghasil sumberdaya mineral perlu mempunyai prespektif baru kedepan dengan merumuskan grand strategy dan peta jalan (road map) yang merupakan exit strategy pengelolaan pertambangan yang mengarah pada transformasi perubahan struktur perekonomian dari dominasi pertambangan ke sumber daya lokal terbarukan seperti pertanian dalam arti luas, infrastruktur, dan sumber daya manusia unggul sebagai langkah antisipasi atas habisnya pertambangan dengan kendala masa operasi tambang yang relatif pendek dan cadangan yang terus menipis.

Melihat jumlah perusahaan pertambangan mineral dan batubara yang sangat banyak, sesungguhnya Indonesia berada pada situasi yang sangat kritis dan serius dalam pengelolaan sumber daya mineral disebabkan begitu terbukanya regulasi dan kewenangan yang diberikan kepada pemerintah tanpa mempertimbangkan kapasitas kelembangan dan kualitas sumber daya manusia aparat pemerintah, kaidah konservasi sumber daya mineral untuk pencadangan masa depan, kerusakan lingkungan yang massif serta konflik horizontal dengan masyarakat yang mungkin timbul.

Optimalkan Manfaat

Padahal, sudah ada UU No. 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara yang memberikan peluang yang besar kepada Pemerintah Daerah dan pemangku kepentingan untuk mengoptimalkan manfaat dari keberadaan pertambangan. UU tersebut sangat pro kepada pemangku kepentingan ditingkat lokal, regional dan nasional tinggal apakah peluang ini dapat dimanfaatkan dengan baik atau terbuang percuma.

Keberpihakan pro masyarakat dari UU ini terlihat pada pasal yang memberikan penekanan dalam hal mengutamakan pemanfaatan tenaga kerja setempat, wajib mengikutsertakan pengusaha lokal, mengutamakan barang dan jasa lokal, menggunakan perusahaan jasa pertambangan lokal, program pengembangan dan pemberdayaan masyarakat oleh perusahaan yang disetujui Pemerintah Daerah.

Untuk mengimplementasikan berbagai peluang tersebut Pemerintah Daerah perlu merumuskan Peraturan Daerah tentang peningkatan nilai tambah pertambangan yang memprioritaskan penggunaan sumberdaya lokal secara optimal untuk aspek tenaga kerja, potensi sumberdaya alam daerah setempat, kemitraan dengan pengusaha lokal serta keterlibatan perusahaan jasa pertambangan lokal dalam konsultasi dan perencanaan.

Pemangku kepentingan yakni pemerintah pusat, pemerintah daerah, korporat dan masyarakat madani perlu duduk bersama untuk mendorong keterbukaan, transparansi dan partisipasi dalam merumuskan kebijakan pembangunan pasca pertambangan.

Pertambangan Indonesia Ibarat Pisau Bermata Dua

BERITA TERKAIT

Konflik Iran dan Israel Harus Diwaspadai Bagi Pelaku Industri

NERACA Jakarta – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus memantau situasi geopolitik dunia yang tengah bergejolak. Saat ini situasi Timur Tengah semakin…

Soal Bisnis dengan Israel - Lembaga Konsumen Muslim Desak Danone Jujur

Yayasan Konsumen Muslim Indonesia, lembaga perlindungan konsumen Muslim berbasis Jakarta, kembali menyuarakan desakan boikot dan divestasi saham Danone, raksasa bisnis…

Tiga Asosiasi Hilir Sawit dan Forwatan Berbagi Kebaikan

NERACA Jakarta – Kegiatan promosi sawit dan bakti sosial diselenggarakan Forum Wartawan Pertanian (Forwatan) bersama tiga asosiasi hilir sawit yaitu…

BERITA LAINNYA DI Industri

Konflik Iran dan Israel Harus Diwaspadai Bagi Pelaku Industri

NERACA Jakarta – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus memantau situasi geopolitik dunia yang tengah bergejolak. Saat ini situasi Timur Tengah semakin…

Soal Bisnis dengan Israel - Lembaga Konsumen Muslim Desak Danone Jujur

Yayasan Konsumen Muslim Indonesia, lembaga perlindungan konsumen Muslim berbasis Jakarta, kembali menyuarakan desakan boikot dan divestasi saham Danone, raksasa bisnis…

Tiga Asosiasi Hilir Sawit dan Forwatan Berbagi Kebaikan

NERACA Jakarta – Kegiatan promosi sawit dan bakti sosial diselenggarakan Forum Wartawan Pertanian (Forwatan) bersama tiga asosiasi hilir sawit yaitu…