Kejagung Berikan Masukan Terkait Tim Hukum Nasional

Kejagung Berikan Masukan Terkait Tim Hukum Nasional

NERACA

Jakarta - Kejaksaan Agung (Kejagung) RI turut memberikan masukan terkait wacana pembentukan Tim Hukum Nasional oleh Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan, khususnya soal teknis penegakan hukum.

"Nanti juga masukan kepada penegak hukum, seperti saksi ahli di persidangan, hakim tidak terikat pada ahli. Hakim akan menilai bisa diterima apa tidak kesaksiannya itu," kata Jaksa Agung, HM Prasetyo di Kompleks Kejaksaan Agung, Jakarta, Jumat (10/5).

Menurut Prasetyo, masukan dari pihak kepolisian, pakar hukum, dan Kejaksaan Agung diperlukan untuk melengkapi proses hukum agar mengedepakan kehati-hatian dan keterbukaan. Dia meminta kepada masyarakat untuk tidak berpikiran negatif tentang wacana pembentukan Tim Hukum Nasional karena masih mengumpulkan pendapat pakar dan penegak hukum.

Menurut dia, sebaiknya wacana itu dilihat sebagai suatu niat baik, bukan upaya mencari kesalahan atau membenarkan kesalahan pihak-pihak tertentu."Semua akan melihat sendiri seperti apa pendapat dari pakar hukum, orang yang mendalami dari hukum dan juga tentunya melihat fakta sehari-hari dalam proses hukum. Jadi tidak usah suudzon," tutur dia.

Sebelumnya, Menko Polhukam Wiranto mengumpulkan 22 pakar atau ahli hukum sebagai anggota Tim Asistensi Hukum Kemenko Polhukam. Pakar atau ahli hukum yang dikumpulkan bertugas untuk membantu menelaah, menilai serta mengevaluasi tentang aksi yang meresahkan masyarakat.

Tim Hukum Nasional bertujuan untuk meneliti ucapan, tindakan dan pemikiran dari tokoh-tokoh tertentu yang dianggap berpotensi melanggar hukum. Tim tersebut nantinya beranggotakan para pakar hukum tata negara dan akademisi di bidang hukum dari berbagai universitas. Namun, rencana pembentukan tim tersebut dikhawatirkan menjadi pembatasan terhadap kebebasan berekspresi di Indonesia.

Wiranto menyebutkan tim asistensi hukum Kemenko Polhukam yang terdiri para pakar hukum, kepolisian dan kementeriannya menunjukkan bahwa pemerintahan Joko Widodo tidak diktator.

Wiranto, di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Kamis (9/5), menyebutkan, keberadaan Tim Asistensi Hukum Polhukam ini justru menunjukkan bahwa polisi tak berbuat semena-mena."Jadi jangan ada tuduhan Wiranto kembali ke Orba, Pak Jokowi diktator, enggak ada. Justru kehadiran ahli hukum ini membantu kami menjamin kami, bahwa kami bukan diktator. Kami hanya menegakkan hukum yang sudah kita sepakati bersama," kata dia.

Wiranto mengaku dengan meminta pendapat dari para ahli merupakan bentuk pemerintah mendengarkan masukan masyarakat, sehingga pembentukan tim pemantau ini dipastikan untuk menjamin dan melindungi hak rakyat.

"Bukan Pak Jokowi sewenang-wenang. Kalau kita enggak melaksanakan itu berarti enggak melindungi masyarakat, berarti kita yang melanggar hukum karena sudah ada kewenangan, ada tugas untuk mengayomi melindungi masyarakat," papar dia.

Tim asistensi hukum yang mulai bekerja pada Kamis ini akan membedah setiap aktivitas dan aksi yang dianggap mempengaruhi situasi ketertiban umum."Mereka akan membantu untuk melakukan evaluasi apakah aksi yang sekarang sudah meresahkan masyarakat, itu sudah termasuk kategori yang bagaimana, pasalnya pasal berapa, mau diapakan," tutur Wiranto.

Wiranto juga membantah bahwa pembentukan tim itu bernuansa politis pasca-pemilu 2019."Ini bukan nuansa politik, ini nuansa hukum," ucap dia. Ant

 

BERITA TERKAIT

Grab Raih Sertifikat Kepatuhan Persaingan Usaha

NERACA Jakarta - Grab Indonesia menjadi perusahaan berbasis teknologi pertama penerima sertifikat penetapan program kepatuhan persaingan usaha menurut Komisi Pengawas…

KPK: Anggota Dewan Harus Mewariskan Budaya Antikorupsi

NERACA Jakarta - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nurul Ghufron mengatakan anggota dewan harus mewariskan budaya antikorupsi. “Tantangan terbesar…

KPPU: Skema Denda di UU Cipta Kerja Guna Beri Efek Jera

NERACA Jakarta - Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mengatakan skema denda yang diatur dalam Undang-Undang Cipta Kerja (UU Ciptaker) bertujuan…

BERITA LAINNYA DI Hukum Bisnis

Grab Raih Sertifikat Kepatuhan Persaingan Usaha

NERACA Jakarta - Grab Indonesia menjadi perusahaan berbasis teknologi pertama penerima sertifikat penetapan program kepatuhan persaingan usaha menurut Komisi Pengawas…

KPK: Anggota Dewan Harus Mewariskan Budaya Antikorupsi

NERACA Jakarta - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nurul Ghufron mengatakan anggota dewan harus mewariskan budaya antikorupsi. “Tantangan terbesar…

KPPU: Skema Denda di UU Cipta Kerja Guna Beri Efek Jera

NERACA Jakarta - Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mengatakan skema denda yang diatur dalam Undang-Undang Cipta Kerja (UU Ciptaker) bertujuan…