KPK: OTT Terhadap Rommy Sesuai Dengan Hukum Acara

KPK: OTT Terhadap Rommy Sesuai Dengan Hukum Acara 

NERACA

Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menegaskan bahwa operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan terhadap anggota DPR RI Romahurmuziy alias Rommy di Surabaya, Jawa Timur sudah sesuai dengan hukum acara yang berlaku.

"Mengenai ketidakabsahan tangkap tangan bahwa tangkap tangan yang kita lakukan sudah sesuai dengan ketentuan yang ada dalam KUHAP serta Undang-Undang KPK," kata anggota tim Biro Hukum KPK Efi Laila di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (7/5).

Pengadilan Negeri Jakarta Selatan melalui Hakim Tunggal Agus Widodo menggelar sidang lanjutan praperadilan dengan agenda jawaban KPK atas permohonan praperadilan yang diajukan Rommy.

Dalam sidang tersebut, Tim Biro Hukum juga menyampaikan soal kronologi peristiwa tangkap tangan terhadap mantan Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) itu Hotel Bumi Surabaya City Resort, Surabaya pada 15 Maret 2019.

Saat itu, Rommy pun sempat mencoba melarikan diri saat akan ditangkap oleh tim KPK di area Restoran Arumanis Hotel Bumi Surabaya City Resort.

"Ketika termohon (KPK) akan mengamankan M Romahurmuziy alias Rommy di area restoran tersebut, Rommy melarikan diri melalui pintu belakang restoran menuju ke arah jalan raya, termohon segera mengejar dan berhasil mengamankan di jalan raya depan Hotel Bumi Surabaya City Resort Surabaya," ucap anggota tim Biro Hukum KPK lainnya Naila Fauzanna Nasution.

Selanjutnya, kata dia, tim KPK atas perintah pimpinan KPK, membawa Rommy ke kantor Polda Jawa Timur untuk dimintai keterangan dan selanjutnya membawa yang bersangkutan ke kantor KPK Jakarta.

Ia juga menegaskan bahwa tangkap tangan itu juga berdasarkan penyelidikan yang dilakukan oleh KPK berdasarkan Surat Perintah Penyelidikan Nomor: Sprin.Lidik-17/01/02/2019 tanggal 6 Februari 2019 yang berawal dari laporan pengaduan dan informasi dari masyarakat.

Hal itu terkait adanya dugaan tindak pidana korupsi berupa penerimaan hadiah atau janji oleh penyelenggara negara atau yang mewakili terkait seleksi jabatan pada Kementerian Agama Republik Indonesia Tahun 2019.

"Dalam tahap penyelidikan, termohon mendapatkan fakta-faka yang berasal dari data-data, laporan, dan informasi terkait proses seleksi jabatan Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten Gresik dan Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Jawa Timur," ucap Naila.

Kemudian KPK menyatakan bahwa sebagian poin permohonan praperadilan yang diajukan anggota DPR RI Romahurmuziy alias Rommy telah masuk pada pokok perkara."Apabila dicermati dalil-dalil permohonan praperadilan tersebut telah memasuki materi pokok perkara dugaan tindak pidana korupsi yang seharusnya disampaikan pemohon (Rommy) dalam pembelaan (pledoi) pada Pengadilan Tindak Pidana Korupsi," kata Efi.

Menurut dia, pembuktian dalam pemeriksaan perkara tindak pidana korupsi merupakan wewenang mutlak atau absolut dari Majelis Hakim pada Pengadilan Tindak Pidana Korupsi sebagai satu-satunya pengadilan yang berwenang memeriksa, mengadili, dan memutus perkara tindak pidana korupsi.

"Lembaga praperadilan tidak pula menentukan apakah perkara cukup alasan ataukah tidak untuk diteruskan ke pemeriksaan sidang pengadilan. Penentuan diteruskan ataukah tidak suatu perkara tergantung kepada penuntut umum," ucap Efi.

Oleh karena itu, kata dia, tidak ada kewenangan hakim praperadilan untuk menilai materi pokok perkara, mengingat lembaga praperadilan merupakan sarana pengawasan horizontal yang terbatas melakukan pemeriksaan formil.

"Lingkup kewenangan praperadilan yang diberikan KUHAP adalah memeriksa dan memutus sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan, penghentian penuntutan, permintaan rehabilitasi apabila perkara tidak diajukan ke pengadilan," kata Efi.

Selain itu, kata dia, lingkup kewenangan lembaga praperadilan telah diperluas berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 21/PUU-XII/2014 tanggal 28 April 2015 yang menyatakan lingkup kewenangan praperadilan mencakup juga mengenai sah atau tidaknya penetapan tersangka, penggeledahan, dan penyitaan.

Mahkamah Agung, kata dia, telah memberikan pedoman mengenai pemeriksaan praperadilan sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 2 ayat (2) dan ayat (4) PERMA 4/2016 yang pada pokoknya bahwa pemeriksaan praperadilan terhadap permohonan tentang tidak sahnya penetapan tersangka hanya menilai aspek formil.

"Yaitu, apakah ada paling sedikit dua alat bukti yang sah dan tidak memasuki materi perkara dan persidangan perkara praperadilan tentang tidak sahnya penetapan tersangka, penyitaan, dan penggeledahan dipimpin oleh Hakim Tunggal karena pemeriksaannya tergolong singkat dan pembuktiannya yang hanya memeriksa aspek formil," ujar Efi.

Adapun, poin permohonan Rommy yang seharusnya masuk pokok perkara seperti masalah pertemuan, pemberian uang, dan lain-lain. Ant

 

 

BERITA TERKAIT

Dua Pengendali Pungli Rutan KPK Sampaikan Permintaan Maaf Terbuka

NERACA Jakarta - Dua orang pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang berstatus tersangka atas perannya sebagai pengendali dalam perkara pungutan…

Ahli Sebut Penuntasan Kasus Timah Jadi Pioner Perbaikan Sektor Tambang

NERACA Jakarta - Tenaga Ahli Jaksa Agung Barita Simanjuntak mengatakan penuntasan kasus megakorupsi timah dapat menjadi pioner dalam upaya perbaikan…

Akademisi UI: Korupsi Suatu Kecacatan dari Segi Moral dan Etika

NERACA Depok - Dosen Departemen Filsafat, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya (FIB), Universitas Indonesia (UI) Dr. Meutia Irina Mukhlis mengatakan dalam…

BERITA LAINNYA DI Hukum Bisnis

Dua Pengendali Pungli Rutan KPK Sampaikan Permintaan Maaf Terbuka

NERACA Jakarta - Dua orang pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang berstatus tersangka atas perannya sebagai pengendali dalam perkara pungutan…

Ahli Sebut Penuntasan Kasus Timah Jadi Pioner Perbaikan Sektor Tambang

NERACA Jakarta - Tenaga Ahli Jaksa Agung Barita Simanjuntak mengatakan penuntasan kasus megakorupsi timah dapat menjadi pioner dalam upaya perbaikan…

Akademisi UI: Korupsi Suatu Kecacatan dari Segi Moral dan Etika

NERACA Depok - Dosen Departemen Filsafat, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya (FIB), Universitas Indonesia (UI) Dr. Meutia Irina Mukhlis mengatakan dalam…