Tuntutan Pencabutan Hak Politik Lebih Maksimal

Peneliti Indonesia Corruption Watch ( ICW) Lalola Easter berharap aparat penegak hukum bisa memaksimalkan tuntutan pencabutan hak politik terdakwa kasus korupsi dengan latar belakang politik. Hal itu disampaikannya dalam diskusi "Koruptor Belum Dihukum Maksimal", di Kantor ICW, Jakarta, Minggu (28/4) sore. "Undang-Undang Tipikor itu memungkinkan karena ini juga berkaitan dengan KUHP yang memungkinkan aparat penegak hukum dan pengadilan kalau dikabulkan itu mencabut hak politik terdakwa terutama yang berkaitan dengan latar belakang politiknya," kata Lalola.

Merujuk pada data ICW tahun 2016-2018, Lalola mengatakan, tren pencabutan hak politik belum maksimal. Ia menyebutkan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuntut sekitar 88 terdakwa dari dimensi politik. Akan tetapi, KPK hanya menuntut pencabutan hak politik terhadap 42 terdakwa.

Sementara itu, ICW kesulitan mendapat gambaran bagaimana tuntutan pencabutan hak politik dilakukan oleh Kejaksaan. "Kejaksaannya sendiri tidak punya informasi terkait perkara yang sudah diputus dari tuntutan yang mereka ajukan sehingga kami kesulitan mendapatkan akses penanganan perkara di kejaksaan sehingga tren ini kita ambil dari KPK saja," kata dia.

Hal yang sama diungkapkan peneliti ICW Kurnia Ramadhana. Ia sepakat tuntutan pencabutan hak politik aktor politik yang terjerat korupsi, belum maksimal. Ia mencontohkan kasus korupsi yang melibatkan mantan Bupati Klaten Sri Hartini.

Berdasarkan catatan ICW, jaksa KPK beralasan tidak menuntut pencabutan hak politik, karena Sri sudah dituntut hukuman penjara yang tinggi, 12 tahun penjara. "Ini kami anggap alasan aneh karena tidak ada kaitannya tuntutan pidana penjara tinggi dengan pencabutan hak politik, keduanya ini punya tujuan berbeda," papar Kurnia.

Pidana penjara ditujukan agar terdakwa bisa merasakan hukuman atas kejahatan korupsi yang dilakukan. Sementara, pencabutan hak politik untuk mencegah yang bersangkutan menduduki jabatan setelah menjalani pidana penjaranya. Sebab, ia sudah pernah mengkhianati kepercayaan masyarakat dan tanggung jawabnya sebagai pejabat publik.

Kurnia berharap KPK bisa semakin dominan dalam menuntut pencabutan hak politik. Hal itu mengingat KPK juga berperan sebagai pemicu dan pemberdaya institusi yang sudah ada dalam pemberantasan tindak pidana korupsi. "KPK harusnya bisa lebih dominan, angka 70, 80 persen itu harus dicapai KPK. Kalau begini, 88 (terdakwa) dari dimensi politik, cuma 42 (yang dituntut pencabutan hak politik) itu kan data yang tidak cukup menggambarkan trigger mechanism yang jelas untuk KPK sendiri," kata Kurnia. (dbs)

BERITA TERKAIT

Jurus Jitu Selamatkan UMKM

Jurus Jitu Selamatkan UMKM  Pelaku UMKM sebenarnya tidak membutuhkan subsidi bunga. Yang sangat mendesak diperlukan adalah penguatan modal untuk memulai…

Tegakkan Protokol Kesehatan di Pilkada 2020

Tegakkan Protokol Kesehatan di Pilkada 2020 Dalam konteks masih terjadinya penularan dengan grafik yang masih naik, sejumlah pihak meminta pemerintah…

Jangan Buru-Buru Menutup Wilayah

Jangan Buru-Buru Menutup Wilayah Strategi intervensi berbasis lokal, strategi intervensi untuk pembatasan berskala lokal ini penting sekali untuk dilakukan, baik…

BERITA LAINNYA DI

Jurus Jitu Selamatkan UMKM

Jurus Jitu Selamatkan UMKM  Pelaku UMKM sebenarnya tidak membutuhkan subsidi bunga. Yang sangat mendesak diperlukan adalah penguatan modal untuk memulai…

Tegakkan Protokol Kesehatan di Pilkada 2020

Tegakkan Protokol Kesehatan di Pilkada 2020 Dalam konteks masih terjadinya penularan dengan grafik yang masih naik, sejumlah pihak meminta pemerintah…

Jangan Buru-Buru Menutup Wilayah

Jangan Buru-Buru Menutup Wilayah Strategi intervensi berbasis lokal, strategi intervensi untuk pembatasan berskala lokal ini penting sekali untuk dilakukan, baik…