KPK: Sofyan Diduga Menerima Janji Terkait Proyek PLN

KPK: Sofyan Diduga Menerima Janji Terkait Proyek PLN

NERACA

Jakarta - KPK meyakini bahwa mantan direktur utama (dirut) PLN Sofyan Basir ikut menerima dalam proses kesepakatan kontrak kerja sama pembangunan PLTU Riau-1.

"Yang namanya turut membantu tidak selalu harus ikut menerima (suap) dalam undang-undang (UU). Dalam UU, diberikan janji saja sudah cukup, apakah misalnya diterima, kalau tertangkap tangan memang sudah benar (diterima) tapi di sekeliling saya ada orang-orang yang membantu ikut juga (terlibat) karena yang bersangkutan ada pasal 55 dan 56," kata Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan di Gedung Pusat Edukasi Antikorupsi KPK Jakarta, Jumat (26/4).

KPK pada Selasa (23/4) menetapkan Sofyan Basir sebagai tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi suap terkait kesepakatan kontrak kerja sama pembangunan PLTU Riau-1.

Sofyan diduga membantu bekas anggota Komisi VII DPR dari fraksi Partai Golkar Eni Maulani Saragih dan pemilik saham Blackgold Natural Resources (BNR) Ltd Johannes Budisutrisno Kotjo mendapatkan kontrak kerja sama proyek senilai 900 juta dolar AS atau setara Rp12,8 triliun.

Sofyan hadir dalam pertemuan-pertemuan yang dihadiri oleh Eni Maulani Saragih, Johannes Kotjo dan pihak lainnya untuk memasukkan proyek "Independent Power Producer (IPP) Pembangkit Listrik Tenaga Uap Mulut Tambang RIAU-1 (PLTU MT RIAU-1) PT PLN.

Pada 2016, meskipun belum terbit Peraturan Presiden Nomor 4 tahun 2016 tentang Percepatan Pembangunan Infrastruktur Ketenagalistrikan yang menugaskan PT PLN menyelenggarakan Pembangunan Infrastruktur Kelistrikan (PIK), Sofyan diduga telah menunjuk Johannes Kotjo untuk mengerjakan proyek PLTU Riau-1 karena untuk PLTU di Jawa sudah penuh dan sudah ada kandidat.

Sehingga PLTU Riau-1 dengan kapasitas 2x300 MW masuk dalam RUPTL PLN. Setelah itu, diduga Sofyan Basir menyuruh salah satu Direktur PT PLN agar "Power Purchase Agreement" (PPA) antara PLN dengan Blackgold Natural Resources dan China Huadian Engineering Co (CHEC) segera direalisasikan.

KPK pun memastikan bahwa Sofyan saat ini sudah ada di Indonesia."Yang bersangkutan kemarin memang ada di Singapura tapi tanggal 25 (April) sudah ada di Indonesia. Kalau ada berita (Sofyan Basir) di Prancis kita tidak pernah mengatakan itu, kita tahu yang bersangkutan pergi ke Singapura, jadwal pulangnya kita lihat dan benar yang bersangkutan sesuai tanggal pulang tanggal 25 (April)," ungkap Basaria.

KPK juga sudah mengirimkan surat permohonan cegah untuk Sofyan sejak 25 April 2019 hingga enam bulan ke depan."Pencegahan kan baru kita lakukan, pencegahan itu bukan masalah dia sering keluar negeri atau tidak tapi kita menginginkan agar tidak ada hambatan pada saat penyidik membutuhkan keterangan," ungkap Basaria.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tetap mencekal Direktur Utama PT PLN non-aktif Sofyan Basir meskipun yakin dia akan kooperatif menjalani pemeriksaan."Saya yakin beliau pasti kooperatif. Tetapi, setiap penetapan sebagai tersangka, biasanya langsung dicekal," kata Wakil Ketua KPK Laode Muhammad Syarif, di Jakarta.

Menurut dia, pencekalan terhadap tersangka merupakan prosedur standar di KPK sebagai langkah antisipasi demi kelancaran proses penyidikan perkara.

Ia menyampaikan langkah pencekalan biasanya diterapkan kepada tersangka secara bertahap selama tiga bulan sekali."Itu proses biasa. Pencekalannya biasanya kita minta tiga bulan, tiga bulan," kata dia pula.

Menurut informasi yang didapatkan KPK, kata dia, direktur utama non aktif BUMN itu saat ini sudah berada di Indonesia. Ditanya mengenai jadwal pemeriksaan setelah penetapan status tersangka, Syarif tidak menyebutkan secara pasti, namun yang jelas akan dilakukan dalam waktu dekat. 

Terkait perkara ini, sudah ada 3 orang yang dijatuhi hukuman yaitu mantan Menteri Sosial yang juga mantan Sekretaris Jenderal Partai Golkar Idrus Marham divonis 3 tahun penjara ditambah denda Rp150 juta subsider 2 bulan kurungan.

Eni Maulani Saragih pada 1 Maret 2019 lalu juga telah divonis 6 tahun penjara ditambah denda Rp200 juta subsider 2 bulan kurungan ditambah kewajiban untuk membayar uang pengganti sebesar Rp5,87 miliar dan 40 ribu dolar Singapura. Ant

 

 

BERITA TERKAIT

Dua Pengendali Pungli Rutan KPK Sampaikan Permintaan Maaf Terbuka

NERACA Jakarta - Dua orang pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang berstatus tersangka atas perannya sebagai pengendali dalam perkara pungutan…

Ahli Sebut Penuntasan Kasus Timah Jadi Pioner Perbaikan Sektor Tambang

NERACA Jakarta - Tenaga Ahli Jaksa Agung Barita Simanjuntak mengatakan penuntasan kasus megakorupsi timah dapat menjadi pioner dalam upaya perbaikan…

Akademisi UI: Korupsi Suatu Kecacatan dari Segi Moral dan Etika

NERACA Depok - Dosen Departemen Filsafat, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya (FIB), Universitas Indonesia (UI) Dr. Meutia Irina Mukhlis mengatakan dalam…

BERITA LAINNYA DI Hukum Bisnis

Dua Pengendali Pungli Rutan KPK Sampaikan Permintaan Maaf Terbuka

NERACA Jakarta - Dua orang pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang berstatus tersangka atas perannya sebagai pengendali dalam perkara pungutan…

Ahli Sebut Penuntasan Kasus Timah Jadi Pioner Perbaikan Sektor Tambang

NERACA Jakarta - Tenaga Ahli Jaksa Agung Barita Simanjuntak mengatakan penuntasan kasus megakorupsi timah dapat menjadi pioner dalam upaya perbaikan…

Akademisi UI: Korupsi Suatu Kecacatan dari Segi Moral dan Etika

NERACA Depok - Dosen Departemen Filsafat, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya (FIB), Universitas Indonesia (UI) Dr. Meutia Irina Mukhlis mengatakan dalam…