Birokrasi Asuransi Lamban

 

Oleh: Firdaus Baderi

Wartawan Harian Ekonomi Neraca

Kehadiran industri pabrik semen di Bayah, PLTU di Pelabuhan Ratu dan PLTU di Labuan, yang berada di Provinsi Banten mendatangkan dua hal bagi masyarakat setempat. Selain manfaat ekonomi dan membuka lapangan kerja, juga potensi ancaman kepunahan satwa di Taman Nasional Ujung Kulon.

Pasalnya, seluruh kegiatan industri setidaknya membutuhkan pasokan batubara yang didatangkan lewat tongkang-tongkang yang hilir mudik di Selat Sunda dan Samudra Indonesia,  perairan yang secara alamiah memiliki gelombang dan arus yang jauh lebih kuat dibandingkan kondisi Laut Jawa.  Coba bayangkan, banyak kapal dan tongkang terdampar mulai dari Pulau Tinjil dan Pulau Deli di selatan Binangeun, di Panaitan, di Selatan Cibom dan Benawoh yang semuanya ada di sekitar Taman Nasional Ujung Kulon.

Ironisnya, banyak pihak tidak konsisten dalam menjalankan amanah Peraturan Menteri Perhubungan (PM) No. 71 tentang pekerjaan bawah air dan jasa salvage, sehingga dipastikan hasilnya sudah bisa mendapati banyak bangkai kapal yang mencemari pantai dan laut Indonesia.

Namun yang menjadi masalah, seberapa besar biaya dan tingkat kesulitan pekerjaan tersebut sebenarnya merupakan urusan pihak asuransi dan perusahaan salvage. Karena pemerintah sudah mewajibkan setiap kapal harus memiliki asuransi Wreck Removal. Tapi kenyataanya masih banyak bangkai kapal dan tongkang yg terdampar bertahun-tahun di wilayah tersebut yang sangat sensitif tidak ditangani serius. Padahal aturannya, adalah maksimum 180 hari bangkai kapal harus bersih dengan cara apapun dan berapapun besar biayanya tak menjadi masalah.

Nah, tampaknya ada semacam “kelonggaran” yang membiarkan pihak asuransi yang semestinya bertanggung jawab untuk melakukan penyingkiran bangkai kapal, diduga melakukan negosiasi agar bisa ingkar dari tanggung jawabnya. Atau seperti tidak ditekan untuk patuh kepada aturan 180 hari tersebut.

Akibatnya banyak terjadi penjulan besi tua, sekaligus pemotongan bangkai kapal di lokasi super sensitif tersebut,  karena  dibiarkannya bangkai kapal kandas berlama lama di area satwa Badak yang dilindungi negara.

Lantas berapa hari paling cepat sejak kapal kandas sampai tim evakuasi/ salvage datang ke lokasi? Kalau bisa 30 hari saja sudah bisa terbilang cepat, tapi karena birokrasi yang cukup ribet, tim evakuasi sangat terlambat di bangkai kapal yang kandas.

Kita melihat ada seperti keengganan pihak asuransi untuk bertindak cepat di saat harus melakukan kewajibannya atas kapal kandas atau tenggelam. Dan hal ini bukan hanya terjadi di Taman Nasional Ujung Kulon, tapi di seluruh pantai di negeri ini. Kiranya negara perlu menegakkan kembali aturan sebagaimana mestinya, mengingat kejadian penyelesaian kapal kandas sering luput dari perhatian pihak berwenang.

Patut disadari bahwa luasnya lautan Indonesia terbesar di Asia Tenggara, setidaknya membutuhkan kerja sama lintas sektoral yang lebih harmonis, komit terhadap penegakkan hukum laut supaya keamanan dan kenyamanan di laut kita menjadi tanggung jawab bersama. Semoga!

BERITA TERKAIT

Antisipasi Kebijakan Ekonomi & Politik dalam Perang Iran -Israel

    Oleh: Prof. Dr. Didik Rachbini Guru Besar Ilmu Ekonomi, Ekonom Pendiri Indef   Serangan mengejutkan dari Iran sebagai…

Iklim dan Reformasi Kebijakan

Oleh: Suahasil Nazara Wakil Menteri Keuangan Sebagai upaya untuk memperkuat aksi iklim, Indonesia memainkan peran penting melalui kepemimpinan pada Koalisi…

Cawe-cawe APBN dalam Lebaran 1445 H

  Oleh: Marwanto Harjowiryono Widyaiswara Ahli Utama, Pemerhati Kebijakan Fiskal   Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi melaporkan kepada Presiden Joko…

BERITA LAINNYA DI

Antisipasi Kebijakan Ekonomi & Politik dalam Perang Iran -Israel

    Oleh: Prof. Dr. Didik Rachbini Guru Besar Ilmu Ekonomi, Ekonom Pendiri Indef   Serangan mengejutkan dari Iran sebagai…

Iklim dan Reformasi Kebijakan

Oleh: Suahasil Nazara Wakil Menteri Keuangan Sebagai upaya untuk memperkuat aksi iklim, Indonesia memainkan peran penting melalui kepemimpinan pada Koalisi…

Cawe-cawe APBN dalam Lebaran 1445 H

  Oleh: Marwanto Harjowiryono Widyaiswara Ahli Utama, Pemerhati Kebijakan Fiskal   Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi melaporkan kepada Presiden Joko…