Variabel Atasi Ketimpangan

Oleh: Fauzi Aziz

Pemerhati Ekonomi dan Industri

 

Indonesia kini berada langsung dalam jaringan kekuatan sistem kapital global. Hidup dalam lingkungan sistem tersebut, nyaris tak lagi mengenal nasionalisme. Aliran kapital dari manapun datangnya, dan kemanapun perginya kapan saja dapat terjadi setiap saat. Ketika datang sekedar untuk melakukan aksi profit taking. Begitu tidak menguntungkan, mereka bisa saja hengkang tanpa pamit. Dan yang terjadi adalah negara bisa mengalami pengeringan likuiditas dalam bentuk valuta asing, sehingga terjadilah krisis likuiditas.

Kita harus paham bahwa fenomena semacam itu bisa terjadi hanya sekejap. Dan kondisi itu terjadi karena Indonesia menganut rezim devisa bebas, dan di lain pihak, UU No 25/2007, membuka ruang lebar bahwa kepada para penanam modal, baik asing maupun dalam negeri diberikan hak untuk melakukan transfer dan repatriasi valas terhadap: modal, bunga bank, keuntungan, deviden, dan pendapatan lain. Ini luar biasa, dan inilah hebatnya negeri ini yang menjadi good boy hidup dalam sistem kapital global atau hidup bersandar pada hukum pasar sepenuhnya.

Ketika kita tahu bahwa PDB ekonomi Indonesia telah mendekati Rp 15.000 triliun, maka dari sisi alokasi dan distribusi nilai tambah sudah hampir pasti tidak berimbang karena yang ditinggal di dalam negeri hanyalah gaji upah, dan pajak yang diterima pemerintah. Selebihnya yang berupa modal, keuntungan, deviden, bunga bank yang diterima, dan pendapatan lain yang diperolehnya dapat di transfer dan di repatriasi ke negara asalnya.

Soal re-investasi pun hanya menjadi pilihan bagi pihak investor, mau dilakukan di dalam negeri bisa, mau dilakukan di negara lain juga tidak dilarang. Jangan salahkan siapa-siapa ketika negeri ini mengalami situasi distabilitas moneter karena capital inflow dan capital outfow bisa bergerak cepat hilir mudik seperti sekoci.

Pendalaman investasi nyaris tak terjadi karena sifatnya quick yielding. Aliran modal bebas keluar masuk. Akibatnya pendalaman struktur ekonomi dan struktur industri tetap tak terbentuk serta ketergantungan terhadap impor juga akan terus berlanjut. Ini terjadi akibat Indonesia lebih sibuk mengundang investasi portofolio masuk sebagai hal yang utama karena butuh likuiditas untuk menambal defisit fiskal. Lebih dari itu, utang bertambah, tapi nyaris tidak ada yang menetes menjadi industri.

Apa yang kemudian terjadi? Satu hal adalah bahwa Indonesia menjadi kecanduan dana asing. Rupiah perannya tidak menjadi optimal karena kebijakan pemerintah sendiri yang dengan vulgar sering mengatakan bahwa negeri ini butuh valas dalam jumlah besar untuk membangun perekonomian negeri ini.

Mereka butuh status invesment grade yang dibuat oleh lembaga pemeringkat internasional yang reputasinya baik. Apa itu Invesment grade? Yaitu sebuah peringkat layak investasi yang dibuat oleh lembaga pemeringkat utama dunia yang menunjukkan bahwa Indonesia dinilai mempunyai kemampuan bayar yang tinggi dengan risiko gagal bayar yang rendah.

BERITA TERKAIT

Dunia Kepelautan Filipina

  Oleh: Siswanto Rusdi Direktur The National Maritime Institute (Namarin)   Dunia kepelautan Filipina Tengah “berguncang”. Awal ceritanya dimulai dari…

Dilemanya LK Mikro

Oleh: Agus Yuliawan Pemerhati Ekonomi Syariah Kehadiran lembaga keuangan (LK) mikro atau lembaga keuangan mikro syariah (LKM/LKMS) dipandang sangat strategis.…

Antisipasi Kebijakan Ekonomi & Politik dalam Perang Iran -Israel

    Oleh: Prof. Dr. Didik Rachbini Guru Besar Ilmu Ekonomi, Ekonom Pendiri Indef   Serangan mengejutkan dari Iran sebagai…

BERITA LAINNYA DI

Dunia Kepelautan Filipina

  Oleh: Siswanto Rusdi Direktur The National Maritime Institute (Namarin)   Dunia kepelautan Filipina Tengah “berguncang”. Awal ceritanya dimulai dari…

Dilemanya LK Mikro

Oleh: Agus Yuliawan Pemerhati Ekonomi Syariah Kehadiran lembaga keuangan (LK) mikro atau lembaga keuangan mikro syariah (LKM/LKMS) dipandang sangat strategis.…

Antisipasi Kebijakan Ekonomi & Politik dalam Perang Iran -Israel

    Oleh: Prof. Dr. Didik Rachbini Guru Besar Ilmu Ekonomi, Ekonom Pendiri Indef   Serangan mengejutkan dari Iran sebagai…