Budidaya Cacing Sutera Dorong Produksi Benih Ikan

NERACA

Jakarta – Direktur Jenderal Perikanan Budidaya Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Slamet Soebjakto menjelaskan bahwa salah satu pakan alami yang penting dalam kegiatan budidaya ikan air tawar khususnya pada fase pembenihan, yaitu cacing sutera. Oleh karenanya, saat ini pengembangan budidaya cacing jenis ini terus digalakkan di berbagai daerah di Indonesia.

Cacing sutera bernama latin Tubifex sp atau sering disebut cacing rambut merupakan cacing berkoloni yang masuk dalam kelas jenis Oligochaeta berukuran 2 – 4 cm yang hidup di perairan jernih dan kaya bahan organik.

Slamet menuturkan bahwa cacing sutera mengandung protein berkisar 57 – 60% dan lemak 13 – 20%, karena nilai gizi yang tinggi ini membuatnya sangat diminati pembudidaya guna mencukupi kebutuhan nutrisi bagi pertumbuhan benih ikan.

Selain itu, cacing sutera juga mengandung vitamin B12, mineral, asam amino serta asam lemak tak jenuh. Cacing ini juga mudah dicerna dalam tubuh ikan karena tanpa tulang kerangka serta sesuai dengan bukaan mulut larva.

“Budidaya cacing sutera bahkan sudah menjadi salah satu peluang ekonomi bagi masyarakat. Keuntungan dari budidaya cacing sutera tidak memerlukan luasan lahan yang besar, cukup dengan memanfaatkan pekarangan rumah dan selain itu tidak membutuhkan waktu yang lama sehingga waktu pengembalian investasinya pun lebih singkat dan perputaran uangnya juga cenderung lebih cepat,” ujar Slamet sebagaimana disalin dari siaran resmi.

Slamet menjelaskan bahwa KKP terus berupaya agar teknik budidaya cacing sutera ini dapat dikuasai oleh pembudidaya khususnya di luar Pulau Jawa. Hal ini untuk mengatasi kelangkaan pakan alami bagi benih ikan sehingga benih ikan air tawar tidak semata-mata menggantungkan dari Pulau Jawa.

Selain itu, Slamet mengatakan ada banyak metode budidaya cacing sutera yang bisa dilakukan pembudidaya, mulai dari metode kolam plastik terpal, nampan bertingkat, bak semen, hingga kolam tanah yang bisa dilakukan di outdoor maupun indoor.

“Dengan adanya penguasaan teknologi budidaya cacing sutera saat ini maka dapat menjamin ketersediaan pakan alami secara terus-menerus dan kontinu sehingga problem utama pembenihan ikan air tawar, yaitu ketersediaan pakan alami, sudah terpecahkan,” ungkapnya.

Dari hasil penelitian diketahui pemberian pakan cacing sutera dapat meningkatkan laju kelulushidupan serta pertumbuhan ikan baik fase larva maupun saat pembesaran.

“Tahun 2019 kita targetkan produksi benih sebanyak 2,3 milyar ekor yang nantinya untuk mendukung peningkatan produksi budidaya. 213,9 juta ekor diantaranya akan diberikan untuk program bantuan benih di 34 provinsi di Indonesia, sehingga kebutuhan cacing sutera untuk produksi benih tersebut harus terpenuhi,” tutur Slamet.

Lanjutnya, dengan target kebutuhan benih tersebut maka akan terbuka pula pasar cacing sutera sehingga peluang usaha yang tercipta sangat besar.

“Jika budidaya cacing sutera ini dijadikan usaha sampingan bagi pembudidaya ikan akan menguntungkan secara ekonomi karena cacing sutera dapat dijual, sehingga dapat meningkatkan pendapatan mereka,” tutup Slamet.

Saat ini KKP melalui Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya telah berhasil berinovasi mengembangkan budidaya cacing sutera secara massal. Selain itu, inovasi tersebut telah didesiminasikan kepada masyarakat pembudidaya ikan di seluruh Indonesia melalui Unit Pelaksana Teknis (UPT) Balai Perikanan Budidaya Air Tawar yaitu di Sukabumi, Jambi, Tatelu dan Mandiangin.

Pembudidaya cacing sutera di Bogor yang juga Ketua Kelompok Pembudidaya Ikan Pintu Air, Umar Hasan, saat dimintai informasinya menyebutkan tahapan budidaya cacing sutera cukup sederhana, terdiri dari persiapan wadah dan media, kemudian penebaran benih, pemberian pakan hingga pemanenan biomassa.

Umar melakukan budidaya cacing sutera dengan metode wadah nampan (tray) sebanyak 96 buah, dibuat rak tersusun secara vertikal. Lanjutnya, pada wadah tersebut dipasang pelindung berupa paranet atau plastik UV yang berfungsi menjaga kestabilan suhu, masuknya air hujan serta menjaga agar partikel lainnya (sampah atau kotoran) tidak masuk ke dalam media.

Kemudian, pemupukan dasar media dapat dilakukan dengan 2 (dua) cara yaitu (pemumpukan dengan cara langsung dilakukan dengan mencampur kotoran hewan (ayam, kambing atau sapi) sebanyak 100 – 250 gr/m2 dan dedak 200 – 250 gr/m2, sedangkan pemupukan dengan cara fermentasi diberi tambahan probiotik 100 ml/m2 dan molase sebanyak 10% dari jumlah bahan pemupukan. “Setelah itu, media didiamkan selama 3 – 4 hari dan dilanjutkan dengan penebaran benih cacing sutera dengan kepadatan 1 liter per meter persegi,” jelas Umar.

BERITA TERKAIT

Tiga Asosiasi Hilir Sawit dan Forwatan Berbagi Kebaikan

NERACA Jakarta – Kegiatan promosi sawit dan bakti sosial diselenggarakan Forum Wartawan Pertanian (Forwatan) bersama tiga asosiasi hilir sawit yaitu…

Hingga H+3 Pertamina Tambah 14,4 juta Tabung LPG 3 Kg

NERACA Malang – Selama Ramadhan hingga H+3 Idul Fitri 2024, Pertamina melalui anak usahanya, Pertamina Patra Niaga, telah menambah pasokan…

Pengembangan Industri Pengolahan Kopi Terus Dirorong

NERACA Jakarta – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus mendorong perkembangan industri pengolahan kopi nasional. Hal ini untuk semakin mengoptimalkan potensi besar…

BERITA LAINNYA DI Industri

Tiga Asosiasi Hilir Sawit dan Forwatan Berbagi Kebaikan

NERACA Jakarta – Kegiatan promosi sawit dan bakti sosial diselenggarakan Forum Wartawan Pertanian (Forwatan) bersama tiga asosiasi hilir sawit yaitu…

Hingga H+3 Pertamina Tambah 14,4 juta Tabung LPG 3 Kg

NERACA Malang – Selama Ramadhan hingga H+3 Idul Fitri 2024, Pertamina melalui anak usahanya, Pertamina Patra Niaga, telah menambah pasokan…

Pengembangan Industri Pengolahan Kopi Terus Dirorong

NERACA Jakarta – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus mendorong perkembangan industri pengolahan kopi nasional. Hal ini untuk semakin mengoptimalkan potensi besar…