Sektor Riil - Kontribusi Manufaktur Capai 20%, RI Duduki Posisi ke-5 Dunia

NERACA

Jakarta – Industri manufaktur memegang peranan penting terhadap pertumbuhan ekonomi nasional. Saat ini, industri manufaktur mampu memberikan kontribusi kepada Produk Domestik Bruto (PDB) nasional  sebesar 20 persen. Dari capaian 20 persen tersebut, Indonesia menempati peringkat kelima di antara negara G20.

Demikian disampaikan Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto di sela acara Indonesia Industrial Summit (IIS) 2019 di ICE BSD, Tangerang, Banten, disalin dari siaran resmi. Posisi Indonesia berada setelah China, dengan sumbangsih industri manufakturnya mencapai 29,3 persen. Kemudian, disusul Korea Selatan (27,6%), Jepang (21%) dan Jerman (20,7%). “Kalau kita lihat rata-rata kontribusi manufaktur dunia saat ini sekitar 15,6 persen. Jadi, sudah tidak ada satu negara di manapun yang di atas 30 persen,” ungkap Menperin.

Lebih lanjut, menurutnya, jika dibandingkan era tahun 90-an ketika kontribusi manufaktur Indonesia yang saat itu menyentuh angka 30 persen, tetapi PDB Indonesia secara keseluruhan adalah USD95 miliar. “Nah, sekarang 20 persen itu dari USD1000 triliun. Jadi tentu magnitude-nya berbeda. Dulu sekitar USD300 miliar, saat ini skalanya sudah naik 10 kali,” papar Airlangga.

Jadi, tidak tepat kalau Indonesia dikatakan sebagai negara yang mengalami deindustrialisasi. Apalagi, saat ini Indonesia masuk dalam 16 besar negara yang memiliki perekonomian terkuat di dunia. “Karena pertumbuhan ekonomi dan kontribusi industri kita bagus, maka Indonesia menjadi country partner di Hannover Messe pada tahun 2022,” imbuhnya.

Indonesia menjadi negara Asean pertama yang dipercaya sebagai mitra resmi penyelenggaraan pameran teknologi manufaktur terbesar di dunia tersebut. Inipun merupakan salah satu bentuk pengakuan Indonesia yang semakin mengukuhkan diri sebagai salah satu kekuatan industri dunia.

Sementara itu, Wakil Presiden Jusuf Kalla juga menegaskan hal yang sama, bahwa Indonesia tidak sedang dalam fase deindustrialisasi. “Berdasarkan capaian kontribusi sektor manufaktur kita saat ini, tidak benar kalau deindustrialisasi,” jelasnya.

JK menyampaikan, selama ini sektor industri manufaktur memberikan kontribusi besar terhadap PDB nasional. Dalam kurun 4 tahun terakhir, rata-rata sumbangsihnya mencapai 21,30 persen. “Artinya, industri tetap menjadi kontributor tertinggi dalam pendapatan nasional. Maka itu, kita terus pacu pengembangan sektor manufaktur,” imbuhnya.

Oleh karena itu, menurut Wapres, sudah saatnya industri nasional perlu memanfaatkan teknologi yang berkembang saat ini dalam upaya meningkatkan produktivitas dan kualitas secara lebih efisien. “Sebab, kemajuan teknologi telah mengubah segalanya, baik cara kita untuk berproduksi, berperilaku, hingga terhadap hubungan sosial,” ujarnya.

Perubahan-perubahan tersebut tidak lagi bisa ditolak, tetapi harus direbut peluang dan manfaat atas kemajuan teknologi, terutama era industri 4.0, guna memajukan sektor manufaktur nasional agar berdaya saing global. “Kami mengapresiasi kepada para pelaku industri dan profesional yang telah mendapat penghargaan atas pencapaian penerapan industri 4.0 tahun ini,” ungkap JK.

Di samping itu, Menperin menyampaikan, beberapa kinerja sektor manufaktur mampu melampaui pertumbuhan ekonomi nasional. Misalnya, industri mesin dan perlengkapan yang tumbuh sebesar 9,49 persen, industri kulit dan alas kaki sebesar 9,42%, serta industri logam dasar mencapai 8,99%.

“Performa manufaktur Indonesia juga dapat dilihat dari PMI periode 2018 sampai Maret 2019 yang menyentuh di level 52,65 atau berada di atas angka 50, yang menunjukkan bahwa sektor industri manufaktur sedang ekspansif. Jadi, bukan deindustrialisasi,” paparnya.

Airlangga pun mengemukakan, sektor industri merupakan kontributor terbesar dalam penerimaan negara melalui setoran pajak yang mencapai Rp363,60 triliun atau 30 persen dari total penerimaan pajak tahun 2018. Capaian ini meningkat 11,12 persen dibanding tahun sebelumnya. Selain itu, industri mampu menyumbang penerimaan cukai sebesar Rp159,7 triliun.

“Kemudian dari segi investasi, sektor industri penyumbang investasi terbesar dalam 4 tahun terakhir (2014-2018) selalu yang tertinggi, yaitu sebesar 41,8 persen dari total realisasi investasi,” tuturnya. Industri juga merupakan penyumbang terbesar terhadap nilai ekspor Indonesia yang mencapai 72,2 persen atau USD130 miliar pada tahun 2018.

“Ekspornya itu bukan dalam bentuk komoditas. Misalnya, mulai dari gerbong kereta api, stainless steel, kendaraan roda empat maupun roda dua, kertas, perhiasan, hingga furnitur,” tegas Menperin.

BERITA TERKAIT

Konflik Iran dan Israel Harus Diwaspadai Bagi Pelaku Industri

NERACA Jakarta – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus memantau situasi geopolitik dunia yang tengah bergejolak. Saat ini situasi Timur Tengah semakin…

Soal Bisnis dengan Israel - Lembaga Konsumen Muslim Desak Danone Jujur

Yayasan Konsumen Muslim Indonesia, lembaga perlindungan konsumen Muslim berbasis Jakarta, kembali menyuarakan desakan boikot dan divestasi saham Danone, raksasa bisnis…

Tiga Asosiasi Hilir Sawit dan Forwatan Berbagi Kebaikan

NERACA Jakarta – Kegiatan promosi sawit dan bakti sosial diselenggarakan Forum Wartawan Pertanian (Forwatan) bersama tiga asosiasi hilir sawit yaitu…

BERITA LAINNYA DI Industri

Konflik Iran dan Israel Harus Diwaspadai Bagi Pelaku Industri

NERACA Jakarta – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus memantau situasi geopolitik dunia yang tengah bergejolak. Saat ini situasi Timur Tengah semakin…

Soal Bisnis dengan Israel - Lembaga Konsumen Muslim Desak Danone Jujur

Yayasan Konsumen Muslim Indonesia, lembaga perlindungan konsumen Muslim berbasis Jakarta, kembali menyuarakan desakan boikot dan divestasi saham Danone, raksasa bisnis…

Tiga Asosiasi Hilir Sawit dan Forwatan Berbagi Kebaikan

NERACA Jakarta – Kegiatan promosi sawit dan bakti sosial diselenggarakan Forum Wartawan Pertanian (Forwatan) bersama tiga asosiasi hilir sawit yaitu…