Ada 154 Pengaduan Konsumen, Terbanyak Soal Perumahan

NERACA

Jakarta – Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) mencatat sepanjang Januari-Maret 2019, ada 154 pengaduan yang diterima dengan kontribusi terbanyak berasal dari konsumen perumahan, baik rumah tapak maupun vertikal.

"Pengaduan yang masuk ke BPKN mencapai 154 pengaduan, ini cukup banyak kalau kita tarik rata-rata 50 pengaduan per bulan, berarti bisa mencapai 600 pengaduan setahun," kata Koordinator Komisi Advokasi BPKN Rizal E Halim pada konferensi pers di Kementerian Perdagangan, Jakarta, disalin dari Antara.

Rizal menyebutkan bahwa pengaduan tahun ini kemungkinan lebih banyak dari tahun lalu berjumlah 402 pengaduan. Dari total 154 pengaduan, 129 di antaranya berasal dari pengaduan konsumen perumahan, dan 6 pengaduan pembiayaan konsumen termasuk pinjaman online.

Selanjutnya, 4 pengaduan dari tata niaga elektronik (e-commerce), 2 pengaduan jasa travel, 2 pengaduan finansial teknologi (fintech), 3 pengaduan perbankan, 2 telekomunikasi dan sisanya pengaduan soal otomotif.

Pengaduan konsumen perumahan terbanyak berasal dari rumah tapak sebanyak 70 kasus, apartemen di kawasan Lenteng Agung sebanyak 30 kasus dan apartemen di daerah Cikarang lebih dari 50 kasus.

Keluhan konsumen perumahan tersebut bermacam-macam, mulai dari ketidakpastian hukum terkait hak atas sertifikat hak milik unit rumah atau satuan rumah susun bagi konsumen, belum terbentuknya Perhimpunan Pemilik dan Penghuni Satuan Rumah Susun (P3SRS) hingga permintaan refund uang muka konsumen karena pihak pengembang tidak merealisasikan pembangunan.

"Kalau rumah tapak biasanya yang dihadapi persoalan sertifikat, gagal serah terima properti dan tidak mendapatkan akta jual beli, padahal pembayaran rumah sudah lunas," kata Koordinator Komisi Komunikasi dan Edukasi BPKN Arief Safari.

Menurut Ketua BPKN Ardiansyah, masih tingginya pengaduan soal perumahan salah satunya disebabkan pemahaman konsumen atas perjanjian yang tidak memadai serta cara pembayaran dengan kredit kepemilikan rumah (KPR) konsumen yang kurang.

Pemerintah pun saat ini terus melakukan penyempurnaan pengaturan di sektor transaksi perumahan, baik perumahan vertikal maupun tapak. "BPKN mendorong Kementerian PUPR, gubernur, pemerintah daerah tetap mengedepankan perlindungan konsumen dengan menjalankan peraturan sesuai Permen 23 Tahun 2018 tentang P3SRS," kata Ardiansyah.

Pemerintah melalui Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) bakal membedah sebanyak 1.200 unit rumah tidak layak huni menjadi layak huni melalui Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS), di Kabupaten Pandeglang, Jawa Barat, pada tahun 2019.

"Kementerian PUPR melalui Ditjen Penyediaan Perumahan akan terus mendorong pembangunan rumah yang layak huni untuk masyarakat. Dalam hal ini, masyarakat yang rumahnya tidak layak huni akan dibedah menjadi layak huni dengan program BSPS," kata Dirjen Penyediaan Perumahan Kementerian PUPR Khalawi Abdul Hamid.

Khalawi Abdul Hamid mengemukakan hal tersebut saat melakukan kunjungan kerja ke Desa Panimbang Jaya, Kecamatan Panimbang, Kabupaten Pandeglang, Banten, baru-baru ini. Dalam kunjungan kerjanya, Dirjen Penyediaan Perumahan Khalawi Abdul Hamid di dampingi oleh Bupati Pandeglang Irna Narulita juga meresmikan rumah yang telah mendapatkan program BSPS yang dilaksanakan pembangunannya oleh Direktorat Jenderal Penyediaan Perumahan Kementerian PUPR.

Khalawi menjelaskan berdasarkan data yang ada di Direktorat Jenderal Penyediaan Perumahan Kementerian PUPR hingga akhir tahun 2018 lalu, jumlah rumah tidak layak huni di Indonesia mencapai angka 3,4 juta unit.

Untuk menangani hal tersebut, lanjutnya, pemerintah melalui program BSPS sejak tahun 2015 hingga 2018 telah mampu mengurangi jumlah rumah tidak layak huni sebanyak 987.047 unit. Jenis dan besaran dana bantuan menurut Keputusan Menteri PUPR Nomor 158/KPTS/M/2019 tentang besaran nilai dan lokasi BSPS terbagi menjadi dua.

Pertama adalah Peningkatan Kualitas Rumah Swadaya (PKRS) di daerah provinsi sebesar Rp17,5 juta. Rinciannya adalah bantuan bahan bangunan Rp15 juta dan upah kerja Rp2,5 juta. Khusus di pulau-pulau kecil dan pegunungan di provinsi Papua dan Papua Barat, nilai PKRS mencapai Rp35 juta yang terdiri dari bahan bangunan Rp30 juta dan upah kerja Rp5 juta.

Sedangkan yang kedua adalah Pembangunan Baru Rumah Swadaya (PBRS) total bantuannya Rp35 juta yang terdiri dari bahan bangunan Rp30 juta dan sisanya untuk upah kerja sebesar Rp5 juta.

"Bantuan stimulan untuk pembangunan baru yaitu Rp35 juta dan Rp17,5 juta untuk peningkatan kualitas. Jumlahnya memang tidak terlalu banyak, tapi kami mendorong keswadayaan masyarakat dalam membangun rumahnya secara bergotong royong," terang Khalawi.

BERITA TERKAIT

Pelaku Transhipment Dari Kapal Asing Ditangkap - CEGAH ILLEGAL FISHING

NERACA Tual – Kapal Pengawas Orca 06 milik Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) berhasil mengamankan Kapal Pengangkut Ikan asal Indonesia yang…

Puluhan Ton Tuna Loin Beku Rutin Di Ekspor ke Vietnam

NERACA Morotai – Karantina Maluku Utara kembali memfasilitasi ekspor tuna loin beku sebanyak 25 ton tujuan Vietnam melalui Satuan Pelayanan…

Libur Lebaran Dorong Industri Parekraf dan UMKM

NERACA Jakarta – Tingginya pergerakan masyarakat saat momen mudik dan libur lebaran tahun ini memberikan dampak yang besar terhadap industri…

BERITA LAINNYA DI Perdagangan

Pelaku Transhipment Dari Kapal Asing Ditangkap - CEGAH ILLEGAL FISHING

NERACA Tual – Kapal Pengawas Orca 06 milik Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) berhasil mengamankan Kapal Pengangkut Ikan asal Indonesia yang…

Puluhan Ton Tuna Loin Beku Rutin Di Ekspor ke Vietnam

NERACA Morotai – Karantina Maluku Utara kembali memfasilitasi ekspor tuna loin beku sebanyak 25 ton tujuan Vietnam melalui Satuan Pelayanan…

Libur Lebaran Dorong Industri Parekraf dan UMKM

NERACA Jakarta – Tingginya pergerakan masyarakat saat momen mudik dan libur lebaran tahun ini memberikan dampak yang besar terhadap industri…