Tingkatkan Nilai Tambah - Diskriminasi Sawit Harus Jadi Pelajaran untuk Ekspor Komoditas

NERACA

Jakarta – Pengamat ekonomi Faisal Basri menyebut kasus diskriminasi minyak kelapa sawit dan turunannya oleh Uni Eropa harus menjadi pelajaran agar Indonesia tidak terus menerus bergantung pada ekspor komoditas dan tidak dapat terus digenjot secara berlebihan.

Ekonom senior itu menjelaskan pasar Eropa bukan satu-satunya pasar yang bisa disasar oleh produk sawit Indonesia. India, kata dia, juga merupakan pasar yang prospektif. Sayangnya, kebijakan bea masuk impor yang tinggi di India hingga 50 persen menjadi kendala besar bagi Indonesia.

Oleh karena itu, Faisal menyarankan alih-alih menggenjot ekspor sawit ke India, akan lebih baik jika pengusaha sawit bisa membuka fasilitas produksi sawit di negara tersebut. "Yang harus kita lakukan adalah bikin pabrik di India, pakai produk kita. Pengusaha sawit kita hebat-hebat kok, pasti bisa," tuturnya, sebagaimana disalin dari Antara.

Opsi lain yang kini mulai dilakukan pemerintah, lanjut dia, yakni dengan mengolah minyak kelapa sawit menjadi bahan bakar nabati melalui program B20 dan B30. Pemerintah bahkan tengah membidik untuk bisa mengembangkan B100 yang akan secara penuh memanfaatkan minyak kelapa sawit sebagai bahan bakar.

Faisal mengingatkan proses gugatan ke Organisasi Perdagangan Internasional (WTO) akan memakan waktu lama. Belum lagi Indonesia selalu kalah dalam gugatan ke WTO sehingga opsi yang paling tepat saat ini adalah melakukan upaya diplomasi. "Proses di WTO biasanya lama dan kita hampir selalu kalah, mulai dari kasus otomotif (mobil Timor) dan produk pertanian (soal produk hortikultura)," ujarnya.

Komisi Eropa telah memutuskan bahwa budidaya kelapa sawit mengakibatkan deforestasi berlebihan dan penggunaannya dalam bahan bakar transportasi harus dihapuskan. Komisi tersebut juga telah mengeluarkan Delegated Regulation Supplementing Directive 2018/2001 of the EU Renewable Energy Directive II. Secara garis besar rancangan itu akan mengisolasi dan mengecualikan minyak kelapa sawit dari sektor biofuel Uni Eropa sehingga dapat menguntungkan produk minyak nabati lainnya.

Hal itu berpotensi memberikan dampak negatif bagi kepentingan produsen minyak kelapa sawit utama seperti Indonesia dan Malaysia. Langkah UE ini kemudian mendapatkan tanggapan keras dari pemerintah Indonesia, salah satunya dari Wakil Presiden Jusuf Kalla yang mengancam balasan atau retaliasi kepada Uni Eropa jika kawasan itu memboikot produk kelapa sawit Indonesia.

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan menyebut pemerintah tengah mengkaji langkah untuk melakukan pemboikotan terhadap beberapa produk Eropa atas tindakan diskriminasi produk kelapa sawit dan turunannya.

Menurut Luhut, pemerintah serius melindungi kesejahteraan petani dan jutaan orang yang bergantung pada bisnis sawit ini. "Apapun akan kita lakukan untuk mempertahankan kedaulatan kita, karena 18 juta orang bergantung pada industri sawit ini. Karena ini akan berdampak pada angka kemiskinan kita," katanya saat menjadi pembicara di depan Forum Komunikasi Asosiasi Pengusaha (Forkas) Jawa Timur di Surabaya, dalam keterangan tertulis di Jakarta, sebagaimana disalin dari Antara, belum lama ini.

Luhut menuturkan Indonesia memahami tuduhan Uni Eropa yang mempermasalahkan dampak lingkungan hidup industri kelapa sawit. Namun, ia menegaskan kondisi terbaik bagi lingkungan Indonesia, tentu bangsa Indonesia yang paling tahu. "Kita peduli juga dengan lingkungan, kita yang paling tahu apa yang terbaik untuk lingkungan hidup kita," katanya.

Berbagai upaya telah dilakukan Indonesia untuk merespons tindakan diskriminatif Uni Eropa, seperti mengirimkan delegasi untuk berkomunikasi hingga melakukan moratorium terhadap izin pembukaan lahan sawit baru. Pemerintah Indonesia juga akan melayangkan aduan untuk melawan Uni Eropa hingga ke organisasi perdagangan dunia (World Trade Organization/WTO), bahkan melakukan penghentian impor terhadap barang-barang asal Uni Eropa.

Langkah itu akan ditempuh jika Parlemen Eropa menyetujui rancangan kebijakan "Delegated Regulation Supplementing Directive of The EU Renewable Energy Direcyive II" yang diajukan pada 13 Maret 2019.

Parlemen Eropa masih memiliki waktu untuk meninjau rancangan yang diajukan oleh Komisi Eropa tersebut dalam waktu dua bulan sejak diterbitkan. Dalam draf tersebut, minyak sawit (CPO) diklasifikasikan sebagai komoditas yang tidak berkelanjutan dan berisiko tinggi terhadap lingkungan, sedangkan minyak kedelai asal Amerika Serikat masuk dalam kategori risiko rendah.

Ketua DPR RI Bambang Soesatyo menyesalkan penetapan standar ganda yang digunakan Uni Eropa (UE) untuk mendiskriminasi kelapa sawit sebagai minyak nabati, padahal CPO atau minyak kelapa sawit adalah komoditas unggulan RI yang telah membantu mengurangi angka kemiskinan.

Bambang Soesatyo menyebutkan bahwa UE berupaya melakukan proteksi terselubung untuk melindungi produk minyak nabati mereka yang daya saing dan produktivitasnya jauh lebih rendah dari minyak kelapa sawit.

BERITA TERKAIT

HBA dan HMA April 2024 Telah Ditetapkan

NERACA Jakarta – Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah resmi menetapkan Harga Batubara Acuan (HBA) untuk…

Program Making Indonesia 4.0 Tingkatkan Daya Saing

NERACA Jerman – Indonesia kembali berpartisipasi dalam Hannover Messe 2024, acara pameran industri terkemuka yang merupakan salah satu satu pameran…

Le Minerale Favorit Konsumen Selama Ramadhan 2024

Air minum kemasan bermerek Le Minerale sukses menggeser AQUA sebagai air mineral favorit konsumen selama Ramadhan 2024. Hal tersebut tercermin…

BERITA LAINNYA DI Industri

HBA dan HMA April 2024 Telah Ditetapkan

NERACA Jakarta – Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah resmi menetapkan Harga Batubara Acuan (HBA) untuk…

Program Making Indonesia 4.0 Tingkatkan Daya Saing

NERACA Jerman – Indonesia kembali berpartisipasi dalam Hannover Messe 2024, acara pameran industri terkemuka yang merupakan salah satu satu pameran…

Le Minerale Favorit Konsumen Selama Ramadhan 2024

Air minum kemasan bermerek Le Minerale sukses menggeser AQUA sebagai air mineral favorit konsumen selama Ramadhan 2024. Hal tersebut tercermin…