Pertimbangan Politis atau Kinerja PNS?

Pegawai Negeri Sipil (PNS) saat ini sedang menanti pencairan gaji baru pada tahun ini. Mereka pada bulan ini akan menerima rapel (akumulasi) kenaikan gaji terhitung sejak 1 Januari 2019. Sebelumnya Presiden Jokowi memutuskan untuk menaikkan gaji PNS pada 2019, pertama kalinya sejak 2015. Hal ini tentu menimbulkan pertanyaan publik, terlebih pencairan kenaikan gaji rencananya dilakukan pada pertengahan April 2019, beberapa hari sebelum Pemilihan Presiden (Pilpres) pada 17 April 2019.

Menurut Presiden, kenaikan gaji pokok PNS dilakukan guna meningkatkan kesejahteraan hidup PNS dan mendorong motivasi PNS. Dengan begitu, kualitas birokrasi akan semakin baik dan profesional.

Seperti diketahui, pemerintah pada APBN 2019 menggelontorkan alokasi belanja gaji PNS dan pensiun Rp215 triliun. Menurut Dirjen Anggaran Kemenkeu Askolani, alokasi anggaran tersebut dibuat dengan menghitung kenaikan gaji abdi negara rata-rata 5% pada 2019. Perbaikan dilakukan karena gaji dan pensiunan PNS selama tiga tahun terakhir kemarin tidak naik.

Namun, banyak kalangan sering mempertanyakan mengapa  mayoritas PNS (Pegawai Negeri Sipil) di Indonesia sering bekerja tidak produktif? Stigma malas senantiasa menempel pada pribadi para PNS. Sebegitu lekatnya stigma ini menempel hingga masyarakat merasa heran jika PNS bekerja dengan rajin. Lebih heran lagi kalau PNS yang bekerja dengan tulus tanpa pamrih.

Nah, salah satu tujuan Reformasi Birokrasi adalah meninggalkan stigma malas tersebut. Tentu saja usaha untuk melepas stigma tersebut tidak berhenti di PR (Public Relations) yang baik, tapi juga memperbaiki masalah-masalah kinerja yang ada lewat langkah nyata. Namun kenyataannya sampai sekarang, di setiap instansi pemerintah masih dijumpai PNS yang berkarakter malas dan mengharapkan pungli dari masyarakat yang berurusan dengan kepentingan pelayanan publik.

Menghadapi persoalan rendahnya produktivitas PNS memang bukan pekerjaan mudah untuk membenahinya. Pasalnya, masih banyak orang yang menganggap bahwa PNS itu adalah pekerjaan santai. Dengan anggapan seperti ini, maka orang-orang yang berminat bekerja sebagai PNS pun berharap dapat bekerja dengan santai. Bila pola pemikiran seperti ini terus hidup (dan berkembang), maka orang-orang yang bekerja sebagai PNS itu akan memiliki rasa enggan dibuat sibuk oleh pekerjaan. Akibatnya mayoritas PNS tetap saja memiliki etos kerja yang rendah.

Kedua, jumlah pegawai yang terlalu banyak. Jumlah pegawai yang terlalu banyak sudah pasti mempengaruhi produktivitas pegawai secara signifikan. Bayangkan pekerjaan yang seharusnya dapat dikerjakan oleh 1 orang justru dikerjakan oleh 4 orang. Andaikan ada 200 pekerjaan yang dapat diselesaikan oleh 1 orang saja, pembagian di atas akan membuat beban kerja masing-masing orang menjadi 50 pekerjaan saja. Pekerjaan memang menjadi lebih ringan, tapi produktivitas pegawai menjadi lebih rendah.

Tidak hanya itu. Rendahnya pengawasan dari atasan mengakibatkan tidak adanya tekanan yang memadai untuk segera menyelesaikan pekerjaan. Akibatnya para bawahan dapat seenaknya menentukan deadline mereka sendiri. Dalam kondisi seperti ini, para PNS akan bekerja sesuai irama mereka sendiri tanpa ada faktor "atasan" untuk memacu mereka bekerja.

Penyebabnya adalah sulitnya memberikan sanksi (hukuman) kepada pegawai yang tidak produktif sehingga para atasan memiliki kecenderungan untuk menyerahkan pekerjaan kepada bawahan yang rajin. Sayangnya kecenderungan seperti ini mungkin saja tidak mengenal batas. Para atasan ini terus saja menambah beban pekerjaan untuk pegawai yang rajin. Pada akhirnya yang rajin tetap (terpaksa) rajin dan yang malas tetap dengan urusan mereka sendiri; tanpa peduli.

Persoalan lainnya, adalah pekerjaan yang tidak sesuai kompetensi atau minat. Kondisi seperti ini sangat mungkin terjadi di lingkungan PNS. Satu hal yang pasti, pegawai yang tidak memiliki kompetensi di bidang pekerjaannya akan menjadi pegawai yang kurang produktif. Produktivitas itu akan semakin menurun bila pegawai yang bersangkutan juga tidak memiliki minat yang cukup di bidang pekerjaannya.

Karena itu, keputusan pemerintah menaikkan gaji PNS pada tahun ini plus THR dan gaji ke-13 setidaknya akan memberikan stigma bahwa PNS yang rajin dan yang tidak produktif sama-sama akan menikmati kebijakan pemerintah tersebut jelang Pemilu 2019. Jadi, logis jika banyak pihak menilai pemerintah kurang peka terhadap kondisi perekonomian nasional yang memprihatinkan saat ini.

BERITA TERKAIT

Laju Pertumbuhan Kian Pesat

  Pertumbuhan ekonomi sebagai sebuah proses peningkatan output dari waktu ke waktu menjadi indikator penting untuk mengukur keberhasilan pembangunan suatu…

Kredibilitas RI

Pemilu Presiden 2024 telah berlangsung secara damai, dan menjadi tonggak penting yang tidak boleh diabaikan. Meski ada suara kecurangan dalam…

Pangan Strategis

Pangan merupakan kebutuhan dasar utama bagi manusia yang harus dipenuhi setiap saat. Hak untuk memperoleh pangan merupakan salah satu hak…

BERITA LAINNYA DI Editorial

Laju Pertumbuhan Kian Pesat

  Pertumbuhan ekonomi sebagai sebuah proses peningkatan output dari waktu ke waktu menjadi indikator penting untuk mengukur keberhasilan pembangunan suatu…

Kredibilitas RI

Pemilu Presiden 2024 telah berlangsung secara damai, dan menjadi tonggak penting yang tidak boleh diabaikan. Meski ada suara kecurangan dalam…

Pangan Strategis

Pangan merupakan kebutuhan dasar utama bagi manusia yang harus dipenuhi setiap saat. Hak untuk memperoleh pangan merupakan salah satu hak…