HINGGA FEBRUARI 2019 NPL MENCAPAI 6,35% - OJK Awasi Pinjaman Macet Fintech

Jakarta-Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengungkapkan, penyaluran pinjaman fintech peer to peer lending (P2P) hingga Februari 2019 tumbuh pesat. Meski demikian, OJK juga mencatat rasio pinjaman bermasalah (non performing loan-NPL) dari 99 perusahaan fintech terdaftar berada di kisaran 6%.

NERACA

Berdasarkan data OJK per Februari 2019, rasio pinjaman macet lebih dari 90 hari mencapai 3,18%. Sedangkan untuk NPL kurang lancar dari 30 hari hingga 90 hari berada di posisi 3,17%. Total NPL-nya tercatat 6,35%.

Menurut Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso,  akan terus mengawasi kinerja fintech. Sebab jika kinerja fintech bermasalah, misalnya NPL-nya tinggi, maka yang rugi adalah investor (pemberi pinjaman-lender). "Fintech kita awasi. Tapi fintech ini risiko providernya itu kalau terjadi NPL itu adalah risiko investornya atau lendernya. Jadi silakan saja para pemberi pinjaman ke fintech investor mempertimbangkan," ujarnya di Jakarta, Selasa (2/4).

Meski demikian, menurut dia, ke depan pelaku bisnis fintech tentu akan lebih hati-hati dalam menjalankan bisnis. "Itu kan produk baru ya. Pasti ada transisi. Lama-lama begitu tahu NPL tinggi mereka pasti hati-hati," tutur dia,

Wimboh menegaskan bahwa pihaknya mengutamakan kepentingan masyarakat yang terlibat dalam industri jasa keuangan, termasuk fintech. "OJK sudah keluarkan pedoman. Dan kita juga bersama-sama dengan sektor penyedia jasa fintech kita punya kesepahaman agar semua fintech provider itu berjanji laksanakan kaidah-kaidah itu," ujarnya.

Wimboh mengingatkan, setiap produk fintech yang terdaftar di OJK sudah sepakat memahami kaidah-kaidah itu. “Kalau mereka mengingkari akan kita beri sanksi. Yang paling berat kita cabut Platform-nya. Sehingga masyarakat pilihlah produk yang teregistrasi. Kalau teregistrasi (di OJK) kita gampang melacak," ujarnya.

Sebelumnya, Deputi Komisioner Stabilitas Sistem Keuangan OJK Yohanes Santoso Wibowo mengapresiasi penyaluran pinjaman atau outstanding perusahaan Fintech nasional pada Februari 2019 meningkat pesat. "Fintech tumbuh sangat pesat. Data akhir Februari, total pinjaman outstanding sekitar Rp 7 triliun. Tumbuhnya sekitar 600%. Memang tinggi sekali," ujarnya di Jakarta, Jakarta, pekan lalu.

Menurut data OJK, penyaluran outstanding Fintech pada Februari 2019 mencapai Rp 7,05 triliun atau tumbuh 605% secara tahunan (yoy). "Tapi harus waspada, non perform yang macet juga sudah pada angka 3,18%, dan yang kurang lancar 3,17%. Jadi kalau kita paralalelkan jumlah keduanya mencapai 6,35%. Risikonya kalau kita lihat lebih tinggi dibanding dengan perbankan," ujarnya.

Dia berharap, para pelaku industri Fintech ke depannya bisa mencapai angka NPL normal dengan metode pendekatan teknologi yang digunakan. "Kalau teknologi sudah bagus mestinya bisa lebih cepat. Kembali lagi mereka yang akan bentuk dari asosiasi Fintech," ujarnya.

UU Fintech

Sementara itu, DPR-RI sedang mengkaji membuat Undang-undang (UU) guna mengatur bisnis fintech (financial technology) di dalam negeri. UU ini diharapkan bisa melindungi konsumen dan memberikan manfaat bagi negara lewat penarikan pajak transaksi online yang ada di Indonesia.

Menanggapi hal tersebut, Wimboh tidak memberikan pernyataan apakah UU Fintech memang keperluan yang mendesak atau belum. Namun, dia mengatakan bahwa saat ini yang perlu diperhatikan adalah bagaimana mekanisme pengumpulan pajak dari fintech.

"Saya rasa prinsipnya mau melalui fintech atau tidak, adalah wajib pajak (WP) itu jelas apabila mendapatkan manfaat atau keuntungan dalam usaha baik fintech tidak fintech adalah wajib membayar pajak," ujarnya.

Menurut dia, selama ini pelaku usaha baik konvensional maupun berbasis digital tentu membayar pajak atas hasil usahanya. "Tinggal bagaimana tekniknya. Makanya setiap usaha fintech maupun tidak fintech, e-commerce maupun biasa, itu sama di UU jelas. Kalau fintech tentu bagaimana koleksinya. Itu berbeda. Itu yang barangkali kita pikirkan," ujarnya seperti dikutip cnnindonesia.com.

Sejauh ini, Wimboh terus berusaha mengoptimalkan kerja dalam rangka mengawasi bisnis sektor jasa keuangan digital (fintech) meskipun belum ada payung hukum berupa undang-undang khusus yang mengatur fintech. "Tidak ada undang-undang kita tetap menjalankan tugas," ujarnya.

Sebelumnya, Ketua DPR-RI Bambang Soesatyo mengatakan bahwa saat ini pihaknya sedang mengkaji rencana pembuatan regulasi terkait echnology alias fintech. "Saat ini semua usulan dari masyarakat sedang dalam kajian di DPR. Apakah nanti kebutuhan untuk mendesak, sangat tergantung kepada apa yang diharapkan oleh publik, bisa berasal dari inisiatif pemerintah, berasal dari DPR semua sedang dalam kajian plus minus," ujarnya di Jakarta, pekan lalu.

 "Yang pasti kita tidak boleh melewatkan atau ketinggalan dari pada kemajuan teknologi ini kalau kita tidak mau tergilas oleh kemajuan teknologi yang sekarang sudah masuk teknologi lebih maju 4.0," ujarnya.

Aturan tersebut, kata dia, diharapkan dapat mengatur sekaligus dapat menarik manfaat dari perkembangan teknologi digital di sektor keuangan. "Selama ini kita belum bisa menjangkau, tetapi dalam waktu dekat kita sedang membahas dengan pemerintah agar triliunan transaksi di sini bisa kita tarik pajaknya sehingga ada tambahan pemasukan bagi negara," ujarnya.

Meski demikian, dia mengatakan bahwa peraturan yang saat ini sudah ada masih dapat mengatur fintech. "Sampai saat ini masih banyak aturan regulasi yang bisa masih bisa melindungi konsumen, seperti undang-undang perlindungan konsumen dan keuangan kita juga masih bisa," tutur dia.

Fintech Baru

Hingga pertengahan Maret 2019, menurut data OJK, sebanyak 34 perusahaan teknologi finansial (fintech) tengah diseleksi untuk memasuki uji regulatory sandbox perusahaan fintech. Menurut Deputi Komisioner OJK Sukarela Batunanggar, uji coba melalui regulatory sandbox ini adalah tahapan lanjutan setelah perusahaan rintisan mendaftarkan diri ke OJK. Menurut Peraturan OJK Nomor 13 Tahun 2018 tentang Inovasi Keuangan Digital di Sektor Jasa Keuangan, regulatory sandbox adalah mekanisme pengujian untuk menilai keandalan proses bisnis, model bisnis, instrumen keuangan, dan tata kelola perusahaan. "Memang baru ada 34 fintech yang berencana mengikuti regulatory sandbox," jelas Sukarela, pekan lalu.

Regulatory sandbox memang dibutuhkan untuk melakukan kategori atas model bisnis masing-masing perusahaan fintech, seperti P2P lending atau equity crowdfunding. Di samping itu, regulatory sandbox dibutuhkan demi melihat perusahaan rintisan yang bisa diawasi oleh OJK.

Rencananya, tidak semua 34 perusahaan ini bisa masuk ke regulatory sandbox yang akan dimulai bulan depan. Sementara itu, hasilnya bisa keluar setelah enam bulan regulatory sandbox berjalan. "Baru setelah ini baru bisa kami petakan, mana perusahaan yang berada di kewenangan OJK dan otoritas lainnya," ujarnya.

Namun, bukan berarti seluruh perusahaan ini akan lolos regulatory sandbox. Merujuk pada pasal 11 POJK Nomor 13 Tahun 2018, perusahaan yang memasuki fase regulatory sandbox memiliki tiga jenis output, yakni direkomendasikan, perbaikan, dan tidak direkomendasikan.

Jika memang keputusan OJK adalah merekomendasikan perusahaan teknologi finansial, maka perusahaan tersebut berhak mendapat izin usaha dari OJK. "Ini akan kami review secara mendalam," ujarnya. bari/mohar/fba

BERITA TERKAIT

MESKI TERJADI KETEGANGAN IRAN-ISRAEL: - Dirjen Migas: Harga BBM Tak Berubah Hingga Juni

Jakarta-Dirjen Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tutuka Ariadji mengungkapkan harga bahan bakar minyak (BBM)…

PREDIKSI THE FED: - Tahan Suku Bunga Imbas Serangan Iran

NERACA Jakarta - Ketegangan konflik antara Iran dengan Israel memberikan dampak terhadap gejolak ekonomi global dan termasuk Indonesia. Kondisi ini…

PEMERINTAH ATUR TUGAS KEDINASAN ASN: - Penerapan Kombinasi WFO dan WFH

Jakarta-Pemerintah memutuskan untuk menerapkan pengombinasian tugas kedinasan dari kantor (work from office-WFO) dan tugas kedinasan dari rumah (work from home-WFH)…

BERITA LAINNYA DI Berita Utama

MESKI TERJADI KETEGANGAN IRAN-ISRAEL: - Dirjen Migas: Harga BBM Tak Berubah Hingga Juni

Jakarta-Dirjen Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tutuka Ariadji mengungkapkan harga bahan bakar minyak (BBM)…

PREDIKSI THE FED: - Tahan Suku Bunga Imbas Serangan Iran

NERACA Jakarta - Ketegangan konflik antara Iran dengan Israel memberikan dampak terhadap gejolak ekonomi global dan termasuk Indonesia. Kondisi ini…

PEMERINTAH ATUR TUGAS KEDINASAN ASN: - Penerapan Kombinasi WFO dan WFH

Jakarta-Pemerintah memutuskan untuk menerapkan pengombinasian tugas kedinasan dari kantor (work from office-WFO) dan tugas kedinasan dari rumah (work from home-WFH)…