Otomotif - Kendaraan Listrik Bakal Kurangi Ketergantungan Impor Minyak

NERACA

Jakarta – Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan menyebut pengembangan kendaraan listrik lebih mudah dilakukan untuk mengurangi ketergantungan impor minyak ketimbang meningkatkan produksi minyak.

"(Kendaraan listrik) ini lebih mudah daripada harus meningkatkan produksi minyak. Karena dari eksplorasi sampai menghasilkan minyak mentah--kalau sebelum reformasi katanya butuh waktu 7 tahun--sekarang perlu 15 tahun, makin lama," katanya dalam seminar bertajuk "Prospek Penerimaan Negara dari Mineral, Batubara, dan Migas di Tahun Politik" di Kampus UI Depok, disalin dari laman Antara.

Mantan Menteri Perhubungan itu menuturkan lamanya waktu produksi minyak juga dipengaruhi oleh aturan-aturan yang dibuat daerah. Presiden Jokowi sebelumnya menyebut kendaraan bermotor listrik dapat mengurangi ketergantungan pada energi fosil dan ramah lingkungan.

"Melalui kendaraan bermotor listrik kita juga dapat mengurangi pemakaian Bahan Bakar Minyak (BBM), mengurangi ketergantungan pada impor BBM yang berpotensi menghemat kurang lebih Rp798 triliun," kata Jokowi.

Oleh karena itu pemerintah saat ini terus mendorong pengembangan kendaraan beremisi karbon rendah atau Low Carbon Emission Vehicle (LCEV) dalam implementasi peta jalan Making Indonesia 4.0.

Program ini terdiri dari tiga sub program, yaitu Kendaran Hemat Energi Harga Terjangkau (LCGC), Electrified Vehicle dan Flexy Engine. Untuk memuluskan rencana pengembangan LCEV, pemerintah memberi dukungan insentif fiskal berupa tax holiday atau mini tax holiday untuk industri komponen utama seperti industri baterai, industri motor listrik (magnet dan kumparan motor) hingga tax allowance bagi investasi baru maupun perluasan.

Pemerintah juga akan memberikan super deductible tax sampai dengan 300 persen untuk industri yang melakukan aktivitas riset, pengembangan dan desain (RD&D) serta melakukan harmonisasi PPnBM melalui revisi PP Nomor 41 Tahun 2013 tentang PPnBM Kendaraan Bermotor.

Sektor energi nasional perlu mendukung penuh dalam mengurangi laju emisi gas rumah kaca (GRK) sehingga dapat membantu mewujudkan tercapainya Kesepakatan Paris yang telah ditandatangani pada tahun 2016.

Ignasius Jonan menyatakan pemerintah terus mendorong peningkatan daya beli masyarakat sebagai upaya untuk mencapai target bauran energi tahun 2025, yaitu sebesar 23 persen energi baru dan terbarukan.

Direktur Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa mengingatkan bahwa dengan berlakunya Kesepakatan Paris, maka seluruh dunia ditantang untuk dapat membatasi kenaikan temperatur global di bawah 2 derajat celcius dan menuju emisi netto nol sebelum pertengahan abad ke-21 ini.

Fabby juga mengemukakan, Indonesia juga merupakan salah satu negara pendukung Kesepakatan Paris dan telah meratifikasinya melalui UU No 16/2016. "Dengan ratifikasi ini, Indonesia harus ikut serta dalam upaya global mengurangi laju emisi GRK, khususnya dari sektor energi," paparnya.

Hal itu, ujar dia, karena komitmen dan tindakan konkrit yang dilakukan Indonesia akan dimonitor, dinilai, dipantau oleh masyarakat internasional, sesuai dengan kerangka kerja Kesepakatan Paris.

Sebagaimana diwartakan, Indonesian Energy and Environmental Institute (IE2I) akan fokus membantu pemerintah mengurangi emisi gas rumah kaca sesuai Kesepakatan Paris pada Konferensi Perubahan Iklim 2015 (COP21).

Co-Founder IE2I Satya Hangga Yudha Widya Putra mengatakan pihaknya akan lebih intensif bekerja sama dengan pihak pemerintah, BUMN, dan swasta baik dalam negeri dan internasional untuk mencapai target Kesepakatan Paris tersebut. "Ke depan, kami akan lebih meluas dan melebarkan lagi kerja sama dan melaksanakan program dan kegiatan bersama pemerintah, BUMN, dan swasta," katanya.

Pemerintah Indonesia telah meratifikasi Kesepakatan Paris pada 2015 yakni mengurangi emisi karbon pada 2030 sebesar 29 persen atau 41 persen dengan bantuan internasional. Terkait kiprahnya di IE2I tersebut, Hangga Yudha diganjar penghargaan dari Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) Kementerian Keuangan untuk kategori Lingkungan Hidup.

Penghargaan diserahkan Wakil Presiden Jusuf Kalla, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, dan Dirut LPDP Ronald Silaban dalam acara Alumni LPDP Award 2019 di Jakarta, 15 Maret.

Sebagaimana diwartakan, Indonesia menargetkan pengurangan emisi gas rumah kaca sebanyak 26 persen pada 2020, sebagai bagian dari komitmen peningkatan kualitas pembangunan yang berkelanjutan dan sekaligus berkontribusi untuk mengatasi pemanasan global.

BERITA TERKAIT

Di Pameran Seafood Amerika, Potensi Perdagangan Capai USD58,47 Juta

NERACA Jakarta –Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) berhasil membawa produk perikanan Indonesia bersinar di ajang Seafood Expo North America (SENA)…

Jelang HBKN, Jaga Stabilitas Harga dan Pasokan Bapok

NERACA Jakarta – Kementerian Perdagangan (Kemendag) terus meningkatkan koordinasi dengan instansi terkait dalam  menjaga stabilitas harga dan pasokan barang kebutuhan…

Sistem Keamanan Pangan Segar Daerah Dioptimalkan

NERACA Makassar – Badan Pangan Nasional/National Food Agency (Bapanas/NFA) telah menerbitkan Perbadan Nomor 12 Tahun 2023 tentang Penyelenggaraan Urusan Pemerintahan…

BERITA LAINNYA DI Perdagangan

Di Pameran Seafood Amerika, Potensi Perdagangan Capai USD58,47 Juta

NERACA Jakarta –Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) berhasil membawa produk perikanan Indonesia bersinar di ajang Seafood Expo North America (SENA)…

Jelang HBKN, Jaga Stabilitas Harga dan Pasokan Bapok

NERACA Jakarta – Kementerian Perdagangan (Kemendag) terus meningkatkan koordinasi dengan instansi terkait dalam  menjaga stabilitas harga dan pasokan barang kebutuhan…

Sistem Keamanan Pangan Segar Daerah Dioptimalkan

NERACA Makassar – Badan Pangan Nasional/National Food Agency (Bapanas/NFA) telah menerbitkan Perbadan Nomor 12 Tahun 2023 tentang Penyelenggaraan Urusan Pemerintahan…