ISPO Sebut Sistem Sertifikasi Terapkan Standar Internasional

NERACA

Jakarta – Komisi Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO) menyatakan bahwa sertifikasi kebun kelapa sawit yang berjalan sejak 2011 telah menerapkan standar internasional dengan dilibatkannya lembaga sertifikasi dari luar negeri.

Kepala Sekretariat Komisi ISPO R. Azis Hidayat menyebutkan saat ini ada 15 lembaga sertifikasi (LS) yang telah diakreditasi oleh Komite Akreditasi Nasional (KAN) dan mendapat pengakuan dari Komisi ISPO. Sebanyak 7 LS berasal dari Jerman, Inggris, Italia, Perancis, Swiss dan Australia.

"Lembaga sertifikasi dari luar negeri ini juga diperkuat oleh 1.559 auditor ISPO. Jadi tidak benar kalau ada pihak yang masih menganggap sistem sertifikasi ISPO belum sesuai standar internasional," kata Azis pada Diskusi dan Peringatan Sewindu ISPO di Jakarta, disalin dari Antara.

Azis menilai sistem sertifikasi ISPO telah kredibel, karena tidak memihak dan independen, serta mengacu pada standar internasional ISO. Penilaian kesesuaian dan audit sertifikasi dilakukan oleh lembaga sertifikasi yang diakreditasi oleh KAN.

Ia memaparkan kredibilitas ISPO juga sudah teruji ketika berperan aktif sebagai "Expert on ISPO" atas Kasus Gugatan Iklan Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia di Lyon, Perancis yang dianggap bohong. Kasus tersebut akhirnya dimenangkan Kementerian Perdagangan RI.

Selain itu, keberterimaan ISPO dikatakan semakin membaik. Perkembangan implementasi sertifikasi ISPO sejak 2016 telah dimonitor Europian Sustainable Palm Oil (ESPO) dan setiap tahunnya dilaporkan oleh European Palm Oil Alliance (EPOA).

Sejak dibentuk pada 2011, Komite ISPO hingga kini sudah menerbitkan 502 sertifikat, terdiri dari 493 perusahaan, 5 koperasi swadaya dan 4 KUD Plasma dengan luas total areal 4.115.434 hektare.

Luas areal tersertifikasi ini baru mencapai 29,30 persen dari total luas kebun sawit di Indonesia mencapai 14,03 juta hektare. Total produksi tandan buah segar (TBS) yang sudah bersertifikat ISPO sebanyak 52,2 juta ton per tahun dengan produksi CPO 11,57 juta ton per tahun.

Dari 502 sertifikasi tersebut, terdiri dari perusahaan swasta 459 sertifikat, dengan luas areal 3.905.138 hektar atau 50,66 persen dari luas total 7,707 juta hektar. Kemudian PT Perkebunan Nusantara 34 sertifikat, dengan luas areal 204.590 hektar atau 28,80 persen dari luas total 710 ribu hektar, dan koperasi pekebun plasma-swadaya 9 sertifikat seluas 5.796 hektar atau 0,11 persen dari luas total 5,613 juta hektar.

Sementara itu, Lembaga Swadaya Masyarakat Greenomics Indonesia meminta Uni Eropa untuk memahami data pelepasan kawasan hutan bagi ekspansi perkebunan sawit selama 2008-2015 menjadi periode analisis "Delegated Act" yang membatasi minyak sawit sebagai bahan bakar nabati di benua biru.

"Data itu sangat penting, agar langkah Uni Eropa tidak kontraproduktif dengan kebijakan Presiden Jokowi karena telah menerbitkan Inpres (Instruksi Presiden) moratorium ekspansi sawit," kata Direktur Eksekutif Greenomics Indonesia, Vanda Mutia Dewi, disalin dari laman yang sama.

Ia menjelaskan, melihat fakta terjadi selama awal Januari 2008 hingga Oktober 2014, merupakan masa pelepasan kawasan hutan untuk ekspansi sawit dilakukan pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mencapai angka 1,77 juta hektare atau setara dengan 27 kali luas DKI Jakarta.

Mulai dari akhir Oktober 2014 hingga akhir Desember 2015, telah masuk periode masa pemerintahan Presiden Jokowi melakukan pelepasan kawasan hutan seluas 71 ribu hektare atau sekitar satu kali dari luas ibu kota Negara.

"Selama periode 2008 hingga 2015 pelepasan kawasan hutan untuk ekspansi perkebunan sawit diterbitkan di era SBY mencapai 96,11 persen, sedangkan di periode Jokowi 3,89 persen," katanya, mengklaim. "EU Delegated Act, seperti menghukum deforestasi yang terjadi akibat perizinan ekspansi perkebunan sawit selama periode pemerintahan Presiden SBY," tegas Vanda.

Jka Presiden Jokowi kecewa dengan aturan itu, dan membatalkan Inpres moratorium ekspansi sawit, maka pelepasan kawasan hutan dipastikan kembali terjadi secara besar-besaran terutama di Papua dan Papua Barat.

Tidak hanya bersumber dari pelepasan kawasan hutan, tetapi pemberian izin-izin perkebunan sawit baru melibatkan tutupan hutan yang masih baik karena berasal dari non-kawasan hutan akan terjadi.

Pemerintah Indonesia telah menggandeng dunia usaha asal Uni Eropa agar ikut membantu proses negosiasi dan diplomasi kepada UE, terkait tindakan diskriminasi.

BERITA TERKAIT

Kunci Cermat Bermedia Sosial - Pahami dan Tingkatkan Kompetensi Platform Digital

Kecermatan dalam bermedia sosial sangat ditentukan oleh pemahaman dan kompetensi pengguna terkait platform digital. Kompetensi tersebut meliputi pemahaman terhadap perangkat…

IKM Tenun Terus Dipacu

NERACA Jakarta – Dalam menjaga warisan budaya nusantara, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus berupaya mendorong pengembangan sektor industri kerajinan dan wastra…

PLTP Kamojang Jadi Salah Satu Rujukan Perumusan INET-ZERO

NERACA Jakarta – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) tengah menyusun Dokumen…

BERITA LAINNYA DI Industri

Kunci Cermat Bermedia Sosial - Pahami dan Tingkatkan Kompetensi Platform Digital

Kecermatan dalam bermedia sosial sangat ditentukan oleh pemahaman dan kompetensi pengguna terkait platform digital. Kompetensi tersebut meliputi pemahaman terhadap perangkat…

IKM Tenun Terus Dipacu

NERACA Jakarta – Dalam menjaga warisan budaya nusantara, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus berupaya mendorong pengembangan sektor industri kerajinan dan wastra…

PLTP Kamojang Jadi Salah Satu Rujukan Perumusan INET-ZERO

NERACA Jakarta – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) tengah menyusun Dokumen…