Sudah Bayar Pajak, Mengapa Wajib Lapor SPT Tahunan?

Oleh: Sri Lestari Pujiastuti, Kepala Seksi KPP Pratama Jakarta Kalideres *)

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam konferensi pers APBN Kita Edisi Maret 2019 yang diselenggarakan di Aula Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (DJPK) menyampaikan rasa gembiranya atas perkembangan capaian pelaporan SPT Tahunan Orang Pribadi 2019. Terdapat peningkatan drastis wajib pajak yang melapor dengan menggunakan e-filing, yaitu sebesar 94,7% dari total Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan yang diterima (www.kemenkeu.go.id, 20 Maret 2019).

Direktorat Jenderal Pajak (DJP) selaku institusi yang menggawangi administrasi perpajakan terus mendorong wajib pajak untuk sesegera mungkin melaporkan SPT Tahunan melalui e-filing. Apalagi tanggal 31 Maret yang merupakan batas akhir pelaporan SPT untuk Wajib Pajak Orang Pribadi semaikin dekat. Bagi sebagian masyarakat ajakan ini menimbulkan banyak tanya khususnya dari wajib pajak yang berprofesi sebagai karyawan. Hal ini mengingat Pajak Penghasilan (PPh) para karyawan sebenarnya telah dipotong oleh pemberi kerja. Pun demikian dengan wajib pajak UMKM. Berdasarkan PP 23 Tahun 2018 mereka dikenai kewajiban membayar PPh yang bersifat final. Jadi, untuk apa lagi melapor SPT  ?

Melalui tulisan ini, Penulis akan menguraikan mengapa wajib pajak penting untuk melapor SPT Tahunan tepat waktu. Pertama, kewajiban melaporkan SPT Tahunan diatur dalam UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP). SPT adalah surat yang oleh wajib pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan dan/atau pembayaran pajak, objek pajak dan/atau bukan objek pajak, dan/atau harta dan kewajiban sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan. Sesuai Pasal 3 ayat (1) UU KUP, setiap wajib pajak wajib mengisi SPT dengan benar, lengkap dan jelas. Ingat, sejak tahun 1984 sistem perpajakan Indonesia telah berubah dari official assessment menjadi self assessment. Wajib pajak diberi keleluasaan untuk menghitung, memperhitungkan, dan membayar sendiri jumlah pajak yang seharusnya terutang sesuai ketentuan dalam UU Perpajakan. Termasuk juga kewajiban untuk melaporkan secara teratur jumlah pajak yang terutang dan telah dibayar.

Mengingat begitu pentingnya SPT, kelalaian wajib pajak yang mengakibatkan keterlambatan melaporkan SPT Tahunan akan diganjar sanksi administrasi berupa denda. Untuk Wajib Pajak Orang Pribadi yang  terlambat melaporkan SPT Tahunan akan dikenakan denda sebesar seratus ribu rupiah. Tidak hanya itu, bahkan jika wajib pajak secara sengaja tidak menyampaikan SPT sehingga menimbulkan kerugian pada pendapatan negara dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling sedikit 2 (dua) kali pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar dan paling banyak 4 (empat) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar . Ini diatur dalam Pasal 39 UU KUP.

Kedua, lapor SPT agar terhindar dari potensi dikenakan pajak yang lebih besar di kemudian hari. Telah dijelaskan di muka bahwa SPT tidak hanya digunakan sebagai sarana untuk melapor penghasilan baik yang merupakan objek pajak maupun yang bukan objek pajak berikut pajak yang telah dibayar oleh wajib pajak saja, tetapi juga termasuk harta dan kewajiban. Bila tidak dilaporkan, hal itu akan menjadi sumber masalah di kemudian hari. Sebagai contoh pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna dan  asuransi bea siswa atau warisan bila tak dilaporkan akan dihitung sebagai penghasilan yang mesti dibayarkan pajaknya. Padahal, jenis penghasilan tersebut tidak temasuk ke dalam objek PPh. Jenis penghasilan yang bukan objek PPh diatur dalam Pasal 4 ayat (3) UU Pajak Penghasilan.

Bila di lihat dari sisi pewaris, jika harta yang diwariskan tidak dilaporkan dalam SPT Tahunan juga berpotensi dikenakan PPh atas pengalihan tanah dan/atau bangunan. Padahal, berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor PMK-261/PMK.03/2016, pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan karena waris dikecualikan dari kewajiban pembayaran atau pemungutan PPh.

Ketiga, lapor SPT agar dapat menikmati pelayanan publik dan insentif perpajakan. Sesuai Instruksi Presiden Nomor 7 tahun 2015, Instruksi Nomor 10 tahun 2016 dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 112 tahun 2016, pemerintah daerah dapat memberikan layanan publik tertentu kepada pemohon sepanjang telah menunjukkan dokumen Keterangan Status Wajib Pajak (KSWP) dari DJP Ke depan tidak hanya pemerintah daerah yang mensyaratkan KSWP dalam pemberian layanan publik,  berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2018 dan keputusan bersama Pimpinan KPK, Menteri PPN/Kepala Bapenas, Menteri Dalam Negeri, Menteri PANRB dan Kepala Staf Kepresidenan, di tahun 2019 – 2020 implementasi KSWP akan diperluas hingga mencakup 28 Kementerian/Lembaga.

Wajib pajak yang ingin memanfaatkan insentif perpajakan harus memiliki Surat Keterangan Fiskal (SKF). Insentif dimaksud diantaranya adalah (1) penggunaan nilai buku atas pengalihan harta dalam rangka penggabungan, peleburan, pemekaran dan atau pengambilalihan usaha, (2) pengenaan PPh sebesar 0,5% atas pengalihan Real Estate kepada Special Purpose Company (SPC)  atau Kontrak Investasi Kolektif (KIK) dalam skema KIK tertentu, (3) pengajuan permintaan pembayaran kembali (reimbursment) PPh atau PPN atau PPnBM kepada SKK Migas atau Kontraktor Kontrak Kerjasama (K3S), (4) pengajuan permohonan pemberian fasilitas pengurangan PPh Badan (Tax Holiday),  (5)  melakukan kegiatan usaha penukaran valuta asing selain bank, (6) pengajuan fasilitas non fiskal perusahaan industri atau perusahaan kawasan industri. Termasuk juga jika wajib pajak ingin mengikuti pengadaan barang/jasa dengan pemerintah.

Baik KSWP maupun SKF mensyaratkan wajib pajak telah menyampaikan SPT Tahunan PPh untuk 2 tahun terakhir yang sudah menjadi kewajiban wajib pajak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.

Terlepas dari fakta bahwa salah satu indikator untuk mengukur kinerja DJP adalah adanya kepatuhan wajib pajak yang tinggi. Mengingat pentingnya SPT Tahunan bagi wajib pajak ada baiknya WP bergegas melaksanakan kewajiban perpajakannya tersebut. Mumpung masih ada waktu. Toh, DJP telah menyediakan cara pelaporan yang sangat mudah yaitu melalui e-filing. *) Tulisan ini merupakan pendapat pribadi

 

BERITA TERKAIT

Tidak Ada Pihak yang Menolak Hasil Putusan Sidang MK

  Oleh : Dhita Karuniawati, Penelitti di Lembaga Studi Informasi Strategis Indonesia   Mahkamah Konstitusi (MK) mengumumkan hasil sidang putusan…

Investor Dukung Putusan MK dan Penetapan Hasil Pemilu 2024

  Oleh: Nial Fitriani, Analis Ekonomi Politik   Investor atau penanam modal mendukung penuh bagaimana penetapan hasil Pemilihan Umum (Pemilu)…

Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Diprediksi Tetap Tinggi di 2024

  Oleh : Attar Yafiq, Pemerhati Ekonomi   Saat ini perekonomian global tengah diguncang oleh berbagai sektor seperti cuaca ekstrim,…

BERITA LAINNYA DI Opini

Tidak Ada Pihak yang Menolak Hasil Putusan Sidang MK

  Oleh : Dhita Karuniawati, Penelitti di Lembaga Studi Informasi Strategis Indonesia   Mahkamah Konstitusi (MK) mengumumkan hasil sidang putusan…

Investor Dukung Putusan MK dan Penetapan Hasil Pemilu 2024

  Oleh: Nial Fitriani, Analis Ekonomi Politik   Investor atau penanam modal mendukung penuh bagaimana penetapan hasil Pemilihan Umum (Pemilu)…

Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Diprediksi Tetap Tinggi di 2024

  Oleh : Attar Yafiq, Pemerhati Ekonomi   Saat ini perekonomian global tengah diguncang oleh berbagai sektor seperti cuaca ekstrim,…