Inklusi Keuangan Bakal Dongkrak Pertumbuhan Ekonomi

 

 

NERACA

 

Jakarta – Akses masyarakat terhadap sektor keuangan atau inklusi keuangan masih terbatas. Hal itulah yang perlu menjadi fokus perhatian pemerintah untuk terus meningkatkan angka inklusi keuangan karena hal itu akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi Inodnesia. Menurut Anggota Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Destry Damayanti, inklusi keuangan Indonesia masih kalah tertinggal dengan negara-negara tetangga lainnya. 

Singapura, Malaysiam Thailand bahkan Filipina, kata Destry, angka inklusi keuangannya jauh lebih tinggi dibandingkan Indonesia. Padahal sektor jasa keuangan memiliki peran yang penting dalam berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi. “Untuk mencapai sasaran pertumbuhan ekonomi ke depan, sektor jasa keuangan dibutuhkan untuk membiayai kebutuhan investasi sehingga perlu dilakukan upaya pendalaman inklusi keuangan, baik dari pasar keuangan maupun institusi keuangan,” kata Destry di Jakarta, Selasa (26/3).

Oleh sebab itu, tegas Destry, isu pendalaman keuangan menjadi hal penting yang perlu diangkat mengingat kondisi sektor keuangan Indonesia masih didominasi oleh perbankan (115 bank umum dan 1.593 BPR) yang menguasai 77,15 persen pangsa pasar aset. Sementara pasar modal Indonesia, baik ekuitas, maupun obligasi masih relatif tertinggal dibandingkan negara lain. “Untuk itu diperlukan perbaikan dari sisi demand (investor), supply (instrumen), infrastruktur pasar dan kebijakan yang kondusif, serta memperkuat regulasi untuk melindungi hak-hak investor dan jaminan penegakan hukum, serta menyederhanakan perizinan usaha dan investasi keuangan,” jelasnya.

Destry menambahkan, upaya pendalaman sektor jasa keuangan perlu terus dilakukan dengan tetap memperhatikan pengelolaan risiko dan stabilitas sistem keuangan. Pendalaman keuangan menjadi sangat penting mengingat peran sektor jasa keuangan sebagai sumber pembiayaan pembangunan, maupun sistem pembayaran yang mendukung kegiatan ekonomi masyarakat. 

Menurur dia, istilah inklusi keuangan muncul sebagai penegas bahwa pembangunan yang berkualitas pada sektor keuangan tidak hanya berfokus pada aspek kedalaman, namun juga pada keterjangkauan serta efisiensi penyedia jasa keuangan. Meskipun peran dan keberhasilan sektor keuangan dalam menumbuhkan ekonomi berbeda-beda, namun diperlukan sektor keuangan yang efektif dan efisien untuk menumbuhkan perekonomian yang berkualitas.

Keberadaan Fintech 

Perusahaan-perusahaan financial technologi (Fintech) di Indonesia berkomitmen turut mendukung program pemerintah untuk meningkatkan inklusi keuangan masyarakat menjadi 75% pada 2019. Keberadaan Fintech yang menyasar segmen ritel, transaksi mikro hingga ke sejumlah daerah di Indonesia akan memperluas jangkauan masyarakat terhadap akses keuangan. CEO dan Co-Founder UangTeman Aidil Zulkifli mengatakan saat ini masyarakat mulai memanfaatkan layanan fintech untuk pemenuhan kebutuhan usaha mereka. 

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat total penyaluran pinjaman Fintech hingga Juli Rp 9,21 triliun atau meningkat 259,36% (ytd), dengan NPL Juli 1,4%. Jumlah rekening penyedia dana (lender) Fintech peer to peer lending mencapai 135.025 entitas atau meningkat 33,77% (ytd). Jumlah rekening peminjam (borrower) 1.430.357 entitas atau meningkat 450,91% (ytd). Sampai 4 September jumlah perusahaan Fintech peer to peer lending yang terdaftar atau berizin OJK mencapai 67 perusahaan. Jumlah perusahaan yang dalam proses pendaftaran 40 dan perusahaan yang menyatakan berminat mendaftar 38 perusahaan.

Pemerintah melalui OJK menargetkan inklusi keuangan pada 2019 bisa mencapai 75% atau naik dari capaian tahun 2017 sebesar 69%. Berdasarkan Strategi Nasional Keuangan Inklusif (SNKI) Revisit 2017, indeks literasi keuangan masyarakat untuk seluruh provinsi di wilayah Indonesia, ternyata hanya 13 provinsi saja yang memiliki indeks literasi keuangan di atas rata-rata nasional.

Kondisi ini mencerminkan bahwa pengetahuan masyarakat mengenai seluk beluk keuangan tidak merata pada seluruh provinsi. Hal ini juga terlihat pada porsi pinjaman Fintech per Juli 2018 (Rp9,21 triliun), mayoritas didominasi masyarakat di Pulau Jawa yakni sebesar Rp8,1 triliun, sisanya yakni Rp 1,11 triliun di luar Pulau Jawa.

Ketua Bidang Peer to Peer Lending (P2P) Cash Loan Aftech, Sunu Widyatmoko mengatakan target inklusi keuangan menjadi 75% pada tahun depan merupakan kesempatan bagi pelaku usaha fintech untuk dapat membantu. Menurutnya, kinerja Fintech P2P Lending dapat memperkuat target inklusi keuangan yang ditetapkan pemerintah tersebut. “Langkah Fintech khususnya P2P Lending Cashloan adalah mempermudah calon nasabah dalam mengakses keuangan khususnya bagi mereka yang sulit mendapatkan permodalan atau akses ke bank,” kata Sunu.

 

BERITA TERKAIT

Kredit Perbankan Meningkat 12,40%

    NERACA Jakarta – Bank Indonesia (BI) mengatakan kredit perbankan meningkat 12,40 persen secara year on year (yoy) pada triwulan I-2024,…

Bank Saqu Catat Jumlah Nasabah Capai 500 Ribu

    NERACA Jakarta – Layanan perbankan digital dari PT Bank Jasa Jakarta (BJJ) yaitu Bank Saqu mencatat jumlah nasabah…

Bank DKI Gandeng Komunitas Mini 4WD untuk Dukung Transaksi Non Tunai

    NERACA Jakarta – Bank DKI menggandeng komunitas Mini 4WD untuk memperkenalkan aplikasi JakOne Mobile sebagai upaya mendukung penerapan…

BERITA LAINNYA DI Jasa Keuangan

Kredit Perbankan Meningkat 12,40%

    NERACA Jakarta – Bank Indonesia (BI) mengatakan kredit perbankan meningkat 12,40 persen secara year on year (yoy) pada triwulan I-2024,…

Bank Saqu Catat Jumlah Nasabah Capai 500 Ribu

    NERACA Jakarta – Layanan perbankan digital dari PT Bank Jasa Jakarta (BJJ) yaitu Bank Saqu mencatat jumlah nasabah…

Bank DKI Gandeng Komunitas Mini 4WD untuk Dukung Transaksi Non Tunai

    NERACA Jakarta – Bank DKI menggandeng komunitas Mini 4WD untuk memperkenalkan aplikasi JakOne Mobile sebagai upaya mendukung penerapan…