Golput Haram

 

Oleh: Prof. Noor Achmad, Sekretaris Dewan Pertimbangan MUI Pusat

 

Golput haram. Itu bagian keputusan Ijtima' Ulama Komisi Fatwa Tahun 2009. Sebuah forum yang dihelat oleh MUI di Padangpanjang. Dihadiri 1000-an ulama se-Indonesia. Keputusan itu relevan dimunculkan lagi. Terlebih dalam waktu dekat akan ada hajat nasional pada tanggal 17 April 2019 akan digelar pemilihan Presiden dan Wakilnya, Wakil Rakyat di DPRD dan DPR, serta DPD.

Pemilu merupakan sarana demokrasi untuk mewujudkan cita-cita bersama. Sebuah ikhtiar dlm berbangsa dan bernegara. Ajang resmi tersebut memilih pemimpin. Bagi umat Islam, memilih pemimpin  berarti menegakkan imamah (kepemimpinan) dan imarah (pemerintahan ).

Imam al-Mawardi dalam Kitab al-Ahkam as-Sulthaniyah menyebut, bahwa Kepemimpinan merupakan tugas kenabian. Dalam rangka menjaga agama dan mengatur kehidupan dunia ( hirasatu ad-din wasiyasatu ad-dunya).

Para ulama bersepakat, memilih pemimpin hukumnya wajib. Bahkan Ibnu Taimiyah dalam kitab As-Siyasah as-Syar'iyah menegaskan; kekuasaan untuk mengatur urusan manusia termasuk kewajiban besar dalam agama. Karena tidak akan tegak urusan agama atau urusan dunia tanpa kekuasaan.

Oleh karena itu, memilih pemimpin yang dapat membawa tugas-tugas tersebut *hukumnya wajib*. Siapa itu? Jawabnya adalah  Pemimpin yang beriman dan bertaqwa, jujur ( shiddiq), terpercaya (amanah), aktif dan aspiratif ( tabligh), serta mempunyai kemampuan dan memperjuangkan kepentingan umat .

Jika memilih pemimpin itu wajib, maka datang ke Tempat Pemungutan Suara (TPS) saat Pemilu untuk menggunakan hak pilih juga menjadi wajib . Dalam sebuah Kaidah Fiqh disebutkan lil wasaail hukm al-maqashid_dan ma la yatimmul wajib illa bihi fahuwa wajibun. Intinya, kalau adanya kepemimpinan itu wajib, maka sarana untuk mendapat pemimpin itu juga wajib.

Dengan kata lain, apabila suatu kewajiban tidak dilaksanakan secara sempurna tanpa adanya sesuatu yang lain, maka pelaksanaan sesuatu yang lain tersebut hukumnya wajib.

Maka dari itu, kalau kita tidak menggunakan hak pilih sama halnya kita melalaikan kewajiban memilih pemimpin. Itu artinya, kita juga tidak ikut andil dalam mewujudkan cita-cita berbangsa dan bernegara.

BERITA TERKAIT

Pertahankan Sinergitas dan Situasi Kondusif Jelang Putusan Sidang MK

  Oleh: Kalista Luthfi Hawa, Mahasiswa Fakultas Hukum PTS   Sidang Mahkamah Konstitusi (MK) tengah menarik perhatian publik menjelang putusan…

Pemerintah Bangun IKN dengan Berdayakan Masyarakat Lokal

  Oleh: Saidi Muhammad, Pengamat Sosial dan Budaya   Pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) di Kalimantan Timur bukan hanya tentang…

Ekonomi Mudik 2024: Perputaran Dana Besar Namun Minim Layanan Publik

    Oleh: Achmad Nur Hidayat MPP, Ekonom UPN Veteran Jakarta   Pergerakan ekonomi dalam Mudik 2024 melibatkan dana besar…

BERITA LAINNYA DI Opini

Pertahankan Sinergitas dan Situasi Kondusif Jelang Putusan Sidang MK

  Oleh: Kalista Luthfi Hawa, Mahasiswa Fakultas Hukum PTS   Sidang Mahkamah Konstitusi (MK) tengah menarik perhatian publik menjelang putusan…

Pemerintah Bangun IKN dengan Berdayakan Masyarakat Lokal

  Oleh: Saidi Muhammad, Pengamat Sosial dan Budaya   Pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) di Kalimantan Timur bukan hanya tentang…

Ekonomi Mudik 2024: Perputaran Dana Besar Namun Minim Layanan Publik

    Oleh: Achmad Nur Hidayat MPP, Ekonom UPN Veteran Jakarta   Pergerakan ekonomi dalam Mudik 2024 melibatkan dana besar…