ALMI: RUU Sisnas Iptek Surutkan Semangat Peneliti

ALMI: RUU Sisnas Iptek Surutkan Semangat Peneliti

NERACA

Jakarta - Ketua Akademi Ilmuwan Muda Indonesia (ALMI) Prof Jamaluddin Jompa mengatakan beberapa pasal dalam Rancangan Undang-undang Sistem Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (RUU Sisnas Iptek) telah menyurutkan semangat para peneliti.

"Bertahun-tahun kita tidak pernah kuat di bidang penelitian. Boro-boro dana penelitian ditingkatkan, ini sudah tidak dikasih dana, justru kami di-demotivated. Implikasinya jangka panjang," kata Jamaluddin Jompa di Jakarta, Kamis (14/3).

Salah satu pasal yang dipermasalahkan adalah adanya larangan peneliti asing untuk melakukan penelitian di Indonesia tanpa terlebih dulu mengajukan izin. Padahal menurutnya peraturan tersebut tidak diperlukan karena sudah ada ketentuan pidana dan keimigrasian yang berlaku.

Menurut dia, pencantuman pasal tersebut dapat membuat peneliti asing takut untuk melakukan penelitian di Indonesia padahal banyak hal positif yang didapat dari hasil kolaborasi peneliti lokal dan asing."Para peneliti lokal yang sedang berkolaborasi dengan peneliti Singapura, Jepang, Australia, Amerika Serikat pasti akan terganggu (dengan RUU Siknas Iptek)," kata Dekan Sekolah Pascasarjana Universitas Hasanuddin ini.

Ia menyebut banyak manfaat yang didapat dari kolaborasi dengan peneliti asing. Salah satunya adalah dapat meningkatkan kualitas SDM di dalam negeri serta menambah pengetahuan para peneliti lokal terhadap penggunaan alat-alat uji.

Hal senada juga diungkapkan Ketua Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI) Prof Satryo Brodjonegoro. Satryo menilai adanya pasal di draft RUU Sisnas Iptek yang memuat ancaman pidana bagi peneliti harus ditinjau kembali.

Alasannya, pasal tersebut akan menimbulkan ketakutan di kalangan peneliti sehingga menghambat kolaborasi riset peneliti lokal dengan peneliti asing. Pasal yang dipermasalahkan adalah Pasal 74, Pasal 75, Pasal 76 dan Pasal 77 Draft RUU Sisnas Iptek.

Menurut Satryo, bila pasal-pasal tersebut ditetapkan menjadi Undang-undang, peraturan tersebut hanya akan menghambat kemajuan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di Tanah Air."Penelitian sekarang itu tidak mungkin lagi dikerjakan sendiri, harus ada kolaborasi, baik sesama orang Indonesia maupun dengan peneliti asing," kata dia.

Menurut dia, sanksi pidana justru kontraproduktif dengan upaya Indonesia untuk mendorong kolaborasi riset internasional. Bahkan, kata dia, adanya pasal sanksi khusus bagi peneliti asing akan membuat Indonesia terkesan tidak bersahabat.

Satryo menjelaskan bahwa tidak semestinya penelitian diancam dengan sanksi pidana."Penelitian itu bukan kegiatan kriminal. Tidak bisa disanksi pidana. Kalau pun ada pelanggaran yang sifatnya pidana, tindaklah sesuai aturan hukum yang berlaku," kata dia.

Pihaknya pun meminta ancaman sanksi pidana di draf RUU Sisnas Iptek dihapuskan demi menjamin iklim penelitian yang kondusif di Indonesia. Sebagai gantinya, ia menyarankan sanksi diarahkan ke sanksi administratif yang menyasar aktivitas riset tertentu.

Pelanggaran atau kejahatan yang dilakukan secara perorangan dalam penelitian, katanya, sebaiknya ditindak berdasarkan ketentuan yang tercantum dalam KUHP dan KUHAP."Persentase pelanggaran sangat kecil, satu berbanding satu juta. (Penelitian, red.) yang baik sangat banyak. Jangan sampai yang kurang baik ini mencederai seolah semua penelitian jelek," kata dia. Ant

BERITA TERKAIT

RI Bisa Jadi Penengah Konflik Iran-Israel

NERACA Yogyakarta - Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta Prof Al Makin memandang Indonesia berpeluang menjadi mediator atau…

Ruang Siber Telah Menjadi Medan Perang Modern

NERACA Semarang - Pakar keamanan siber Dr. Pratama Persadha mengatakan bahwa ruang siber telah menjadi medan perang modern yang memperlihatkan…

Reformasi Birokrasi Dorong Pembangunan Daerah

NERACA Kediri - Penjabat Wali Kota Kediri Zanariah mengungkapkan bahwa terciptanya reformasi birokrasi yang baik dapat mendorong keberhasilan pembangunan daerah.…

BERITA LAINNYA DI

RI Bisa Jadi Penengah Konflik Iran-Israel

NERACA Yogyakarta - Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta Prof Al Makin memandang Indonesia berpeluang menjadi mediator atau…

Ruang Siber Telah Menjadi Medan Perang Modern

NERACA Semarang - Pakar keamanan siber Dr. Pratama Persadha mengatakan bahwa ruang siber telah menjadi medan perang modern yang memperlihatkan…

Reformasi Birokrasi Dorong Pembangunan Daerah

NERACA Kediri - Penjabat Wali Kota Kediri Zanariah mengungkapkan bahwa terciptanya reformasi birokrasi yang baik dapat mendorong keberhasilan pembangunan daerah.…