Moratorium Lahan Gambut Perlu Segera Dievaluasi

NERACA

Jakarta - Moratorium pemanfaatan lahan gambut yang diatur lewat Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 10 tahun 2011 harus segera dievaluasi. Inpres ini menyebutkan lahan sawit baru yang berada di lahan gambut atau hutan primer terkena moratorium, sehingga lahan tak bisa digunakan selama dua tahun sejak inpres tersebut diberlakukan.

Menurut Chief Forester Tropenbos International Indonesia Petrus Gunarso, Pemerintah harus melakukan evaluasi apakah moratorium tersebut bermanfaat atau tidak. “Jika manfatnya tidak jelas, maka aturan ini sebaiknya dicabut atau tak diperpanjang,” katanya dalam Diskusi Terbatas “Lahan Gambut: Maslahat atau Mudharat?” di Jakarta, pekan lalu.

Petrus Gunarso mengungkap, potensi ekonomi gambut masih sangat besar dan itu bisa dimanfaatkan tanpa harus merusak ekosistem kawasan itu. Untuk itu, lanjutnya, pemerintah seharusnya memetakan lahan gambut yang boleh dikelola dan mana yang tidak.

“Apapun kebijakan terhadap kawasan gambut harus jelas kompensasinya bagi masyarakat dan pemegang hak kelola,” tegas dia.

Harapan agar moratorium lahan sawit segera dicabut juga dikemukakan Winarna, peneliti dari Pusat Penelitian Kelapa sawit (PPKS) Medan. Dia menyebut, lahan gambut memiliki potensi yang baik untuk dimanfaatkan bagi pengembangan kelapa sawit.

Dari hasil penelitian diketahui potensi kelapa sawit pada berbagai tipe gambut cukup tinggi antara 12-27 ton tandan buah segar (TBS) per hektare per tahun. Sementara itu rata-rata rendemen minyak sawit berkisar antara 21-23% atau 2% lebih rendah dibandingkan tanah mineral. “Tanaman kelapa sawit juga toleran terhadap sifat-sifat gambut,” jelas Winarna.

Dari 20 juta lahan gambut di Indonesia yang tersebar di Sumatera dan Kalimantan, terang Winarna, yang dimanfaatkan baru seluas 700.000-800.000 ha dari total lahan kelapa sawit di Indonesia 7,8 juta ha.

”Potensinya sangat besar, namun perlu penerapan best management practices untuk pengembangan sawit di gambut agar sustain,” tuturnya.

Menurut Winarna, pengembangan sawit di lahan gambut memiliki tingkat produktivitas yang bervariasi. Selain itu, pengembangan lahan juga membutuhkan infrastruktur yang mahal.

Guru Besar Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Institut Pertanian Bogor (IPB) Prof Supiandi Sabiham membeberkan, apabila margin dari budidaya tersebut mencukupi, maka itu bukan masalah. “Tapi jika margin mencukupi, bukan menjadi masalah lagi,” katanya.

Supiandi Sabiham mengatakan, optimalisasi pengembangan kebun dan industri minyak sawit pada lahan gambut telah memberikan kesempatan kerja sebanyak satu orang per 4 ha.

Dengan demikian, lanjutnya, dari 1,2 juta ha perkebunan kelapa sawit mampu menyerap tenaga kerja sebanyak 300.000 orang, belum termasuk untuk lapangan pekerjaan penunjangnya.

“Selain itu pengembangan pertanian di lahan gambut telah memberikan sumber pendapatan yang cukup signifikan khususnya dari sayuran dan buah-buahan serta tanaman perkebunan terutama kelapa sawit,” katanya.

Dia mengungkap, dari luasan lahan gambut sekitar 20 juta ha sektiar 9 juta ha sesuai syarat untuk usaha pertanian. Meskipun demikian, Supiandi mengakui, sering terjadi kerugian dalam pengembangan lahan gambut akibat kekeliruan dalam memilih komoditas dan teknologi pemanfaatan sumberdaya lahan tersebut.

Dalam menetapkan pilihan komoditas dan teknologi, tambahnya, sering para pengelola kurang, bahkan tidak menyesuaikan pada kemampuan daya dukung sumber daya lahan gambut. Akibatnya, menurut dia, hasil kegiatan menjadi kurang atau bahkan menjadi tidak bermanfaat bagi kehiduap untuk jangka waktu lama.

“Karena itu, kearifan pengelola sangat penting dalam melaksanakan kegiatan pengembangan lahan gambut (terkait pemilihan komoditas dan teknologi pemanfaatan lahan) yang sesuai dengan kemampuan daya dukungnya,” tandasnya.

BERITA TERKAIT

NRE dan VKTR Sepakat Kembangkan e-MaaS di Indonesia

NERACA Jakarta – Pertamina New & Renewable Energy ("Pertamina NRE"), subholding PT Pertamina (Persero) yang fokus pada pengembangan energi bersih, dan…

Produksi PHE ONWJ Dioptimalkan

NERACA Cirebon – Tim dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melakukan peninjauan proyek Offshore PT Pertamina Hulu Energi…

Investasi dan Ekspor Industri Mamin Semakin Lezat

NERACA Jakarta – Industri makanan dan minuman (mamin) merupakan salah satu sektor strategis dan memiliki peran penting dalam menopang pertumbuhan…

BERITA LAINNYA DI Industri

NRE dan VKTR Sepakat Kembangkan e-MaaS di Indonesia

NERACA Jakarta – Pertamina New & Renewable Energy ("Pertamina NRE"), subholding PT Pertamina (Persero) yang fokus pada pengembangan energi bersih, dan…

Produksi PHE ONWJ Dioptimalkan

NERACA Cirebon – Tim dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melakukan peninjauan proyek Offshore PT Pertamina Hulu Energi…

Investasi dan Ekspor Industri Mamin Semakin Lezat

NERACA Jakarta – Industri makanan dan minuman (mamin) merupakan salah satu sektor strategis dan memiliki peran penting dalam menopang pertumbuhan…