Tiga Kebijakan Pacu Ekspor Jangka Pendek, Efektifkah?

NERACA

Jakarta – Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution memastikan adanya tiga kebijakan yang telah dirumuskan pemerintah untuk mendorong peningkatan ekspor yang mengalami kelesuan akibat berkurangnya permintaan. Darmin menyatakan kebijakan pertama adalah mendorong komoditas unggulan yang berorientasi ekspor yang terkait dengan revolusi industri 4.0 maupun non revolusi industri 4.0.

“Industri yang terkait revolusi industri 4.0 adalah industri makanan dan minuman, tekstil dan produk tekstil, elektronika, otomotif dan kimia. Sedangkan, sektor non revolusi industri 4.0 adalah industri perikanan, permesinan umum dan lainnya seperti kayu, karet dan furnitur,” ujar Menko Darmin di Jakarta, Rabu (13/3).

Kemudian, kebijakan kedua, melakukan simplifikasi prosedural untuk menekan biaya dan waktu dengan mengurangi komoditas yang wajib menyertakan Laporan Surveyor, mengurangi Lartas ekspor lainnya dan memfasilitasi penerbitan surat keterangan asal serta efisiensi logistik.

Kebijakan ketiga, melakukan diplomasi ekonomi terkait pengenaan tarif preferensi perdagangan bebas maupun penyelesaian sengketa dagang dan meningkatkan akses di pasar non tradisional serta memperkuat intelijen pasar di luar negeri.

Upaya mitigasi ini dalam jangka panjang telah didukung oleh pembenahan sistem perizinan terpadu untuk mendorong masuknya investasi berbasis ekspor maupun substitusi impor, membangun sarana infrastruktur maupun membenahi kualitas sumber daya manusia.

"Kami akan terus melakukan langkah-langkah strategis untuk mendorong ekspor, meskipun tidak dapat dipungkiri bahwa dinamika perekonomian global memberikan dampak kepada perekonomian Indonesia," kata Darmin dalam acara Rapat Kerja Kementerian Perdagangan 2019, sebagaimana disalin dari Antara.

Ia mengharapkan berbagai stimulus tersebut dapat mengatasi persoalan neraca perdagangan yang selama 2018 mengalami defisit 7,13 miliar dolar AS, meski dalam dua tahun sebelumnya tercatat surplus.

Kementerian Perdagangan merumuskan upaya mendongkrak ekspor dalam jangka pendek dan menengah yang menjadi salah satu pembahasan dalam Forum Group Discussion (FGD) para mantan menteri perdagangan di Kantor Kemendag, Jakarta.

Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita menyampaikan, sudah ada upaya untuk mengidentifikasi hambatan yang dilakukan oleh eksportir. "Jadi, berbagai hal kita lakukan, karena kita sudah masuk juga ke Kementerian/Lembaga, karena kita sampaian kita mau lakukan ini dan tentu lembaga terkait sudah melakukan hal itu," ungkap Enggar.

Dalam pertemuan para mantan menteri perdagangan tersebut, defisit anggaran yang saat ini terjadi menjadi salah satu pembahasan serius. Kendati demikian, hampir seluruh mantan menteri perdagangan yang hadir menyampaikan agar defisit anggaran tidak semata-mata dilihat dari angkanya saja, namun perlu dilihat lebih dalam terkait penyebab tingginya impor.

"Impor yang tinggi itu dari bahan baku dan barang modal, karena investasi dan pembangunan kita yang meningkat, yang baru bisa dinikmati beberapa tahun mendatang," ungkap Enggar.

"Impor yang tinggi itu dari bahan baku dan barang modal, karena investasi dan pembangunan kita yang meningkat, yang baru bisa dinikmati beberapa tahun mendatang," ungkap Enggar.

Sementara itu, Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) menilai pemerintah perlu mendorong kebijakan pro ekspor kepada industri-industri dengan nilai tambah yang lebih tinggi agar mampu berdaya saing di tingkat internasional dan selanjutnya dapat menambah kontribusi di neraca perdagangan Indonesia.

Peneliti CIPS Assyifa Szami Ilman mengungkapkan, ketergantungan ekspor Indonesia terhadap pasar ekspor dominan, seperti China, Amerika Serikat, Jepang dan negara-negara Asia Tenggara pada umumnya perlu digeser dengan membuka pasar-pasar baru. Pasar Afrika, dalam hal ini, menjadi pasar potensial untuk dilirik sebagai tujuan ekspor.

“Saat ini, nilai perdagangan di negara-negara di Afrika masih didominasi oleh China dan negara Uni Eropa. Namun, adanya peningkatan jumlah penduduk kelas menengah di Afrika dapat mendorong tumbuhnya permintaan yang selanjutnya dapat diisi oleh produk asal Indonesia,” ungkap Ilman.

BERITA TERKAIT

MENAKER IDA FAUZIYAH: - Kaji Regulasi Perlindungan Ojol dan Kurir

Jakarta-Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah akan mengkaji regulasi tentang perlindungan bagi ojek online (ojol) hingga kurir paket, termasuk mencakup pemberian tunjangan…

TRANSISI EBT: - Sejumlah Negara di Asteng Alami Kemunduran

Jakarta-Inflasi hijau (greenflation) menyebabkan sejumlah negara di Asia Tenggara (Asteng), termasuk Indonesia, Malaysia, dan Vietnam mengalami kemunduran dalam transisi energi…

RENCANA KENAIKAN PPN 12 PERSEN PADA 2025: - Presiden Jokowi akan Pertimbangkan Kembali

Jakarta-Presiden Jokowi disebut-sebut akan mempertimbangkan kembali rencana kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 2025. Sebelumnya, Ketua Umum…

BERITA LAINNYA DI Berita Utama

MENAKER IDA FAUZIYAH: - Kaji Regulasi Perlindungan Ojol dan Kurir

Jakarta-Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah akan mengkaji regulasi tentang perlindungan bagi ojek online (ojol) hingga kurir paket, termasuk mencakup pemberian tunjangan…

TRANSISI EBT: - Sejumlah Negara di Asteng Alami Kemunduran

Jakarta-Inflasi hijau (greenflation) menyebabkan sejumlah negara di Asia Tenggara (Asteng), termasuk Indonesia, Malaysia, dan Vietnam mengalami kemunduran dalam transisi energi…

RENCANA KENAIKAN PPN 12 PERSEN PADA 2025: - Presiden Jokowi akan Pertimbangkan Kembali

Jakarta-Presiden Jokowi disebut-sebut akan mempertimbangkan kembali rencana kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 2025. Sebelumnya, Ketua Umum…