Ekspor China Anjlok 20,7 Persen di Februari 2019

NERACA

Jakarta – Ekspor China mencatat penurunan terbesar dalam tiga tahun terakhir pada Februari 2019, sementara impor turun selama tiga bulan berturut-turut, menunjuk perlambatan lebih lanjut dalam ekonomi dan memicu pembicaraan tentang "resesi perdagangan", meskipun ada serangkaian langkah-langkah dukungan.

Ekspor China pada Februari secara mengejutkan anjlok 20,7 persen dari setahun sebelumnya, penurunan terbesar sejak Februari 2016, data bea cukai menunjukkan pada Jumat. Padahal para ekonom yang disurvei oleh Reuters memperkirakan penurunan 4,8 persen setelah pada Januari secara tak terduga melonjak 9,1 persen.

"Angka perdagangan hari ini memperkuat pandangan kami bahwa resesi perdagangan China telah mulai muncul," tulis Raymond Yeung, kepala ekonom China di ANZ, dalam sebuah catatan, sebagaimana disalin dari Antara.

Sementara itu, impor China turun 5,2 persen dari setahun sebelumnya, lebih buruk dari perkiraan para analis untuk penurunan 1,4 persen dan melebar dari penurunan 1,5 persen pada Januari. Impor komoditas-komoditas utama jatuh di seluruh papan. Hal itu meninggalkan negeri Tirai Bambu dengan surplus perdagangan hanya 4,12 miliar dolar AS untuk Februari, jauh lebih kecil dari perkiraan sebesar 26,38 miliar dolar AS.

Ekonomi China memang sudah melambat tahun lalu sebelum ketegangan perdagangan meningkat, sebagian karena pengekangan peraturan pada pinjaman-pinjaman berisiko yang membuat perusahaan-perusahaan menahan investasi.

Bahkan jika kesepakatan perdagangan tercapai, pengekspornya harus bersaing dengan melemahnya permintaan secara global, khususnya di Eropa. Ekspor China ke semua pasar utamanya jatuh secara menyeluruh bulan lalu.

Pemerintah menargetkan pertumbuhan ekonomi 6,0 hingga 6,5 persen pada 2019, Perdana Menteri Li Keqiang mengatakan pada pembukaan pertemuan tahunan parlemen, Selasa (5/3), target yang lebih rendah daripada yang ditetapkan untuk 2018.

Pertumbuhan aktual tahun lalu melambat menjadi 6,6 persen, dan diperkirakan akan mendingin lebih lanjut menjadi 6,2 persen tahun ini. Banyak analis memperkirakan paruh pertama yang berbatu sebelum kesibukan langkah-langkah stimulus mulai menstabilkan aktivitas sekitar pertengahan tahun.

Perlambatan China dan perang dagang memiliki dampak yang meningkat pada negara-negara dan perusahaan-perusahaan yang bergantung pada perdagangan lainnya di seluruh dunia. Impor dari Jepang turun 19,3 persen pada Februari dibandingkan dengan sebulan sebelumnya, data bea cukai China menunjukkan.

Pada Kamis (7/3), pembuat chip otomotif Renesas Electronics Corp mengatakan berencana untuk menghentikan produksi di enam pabriknya di Jepang hingga dua bulan tahun ini, karena bersiap untuk perlambatan lebih lanjut dalam permintaan China.

Taiwan melaporkan penurunan ekspor terbesar dalam lebih dari 2,5 tahun pada Jumat, dengan pengiriman ke China turun 10,4 persen. Seperti China, Jepang, dan Korea Selatan, manufaktur teknologi tingginya juga dirugikan oleh penurunan global dalam permintaan elektronik dari chip memori untuk telepon pintar.

Sinyalemen positif yang menandai akan segera berakhirnya perang dagang antara Amerika Serikat dengan China berimbas kepada Harga Minyak Indonesia (Indonesian Crude Price/ICP) Februari 2019 mencapai 61,31 dolar AS per barel.

Imbas kepada harga minyak Indonesia tersebut membuat harga minyak Indonesia naik sebesar 4,76 dopar AS per barel dari 56,55 dolar AS per barel pada bulan Januari 2019, berdasarkan data yang dihimpun dari Kementerian ESDM oleh Antara di Jakarta, dan disalin dari laman tersebut.

Secara umum, kenaikan ICP dilatarbelakangi oleh kenaikan harga minyak mentah dunia. ICP Februari 2019 dipengaruhi harga minyak Dated Brent, WTI (Nymex), Basket OPEC dan Brent (ICE) yang mengalami peningkatan dibanding bulan Januari 2019.

Dated Brent, misalnya. Naik sebesar 4,57 dolar AS (USD) per barel dari 59,46 dolar per barel menjadi USD 64,03 per barel, WTI (Nymex) jadi USD 54,98/barel (naik USD 3,43/barel) , Basket OPEC USD 54,98/barel (63,75/barel) dan Brent (ICE) jadi 64,43/barel (USD 4,19/barel).

Faktor lain yang mempengaruhi adalah tingkat kepatuhan yang tinggi negara-negara OPEC dan beberapa negara Non-OPEC dalam mengimplementasikan pengurangan produksi minyak mentah.

Berdasarkan publikasi OPEC (Organization of the Petroleum Exporting Countries) bulan Februari 2019, pasokan minyak mentah global di bulan Januari 2018 turun sebesar 1,03 juta bph dibandingkan pasokan bulan sebelumnya menjadi sebesar 99,32 juta barel per hari (bph).

BERITA TERKAIT

Konsumen Cerdas Cipakan Pasar yang Adil

NERACA Jakarta – konsumen yang cerdas dapat berperan aktif dalam menciptakan pasar yang adil, transparan, dan berkelanjutan. Konsumen perlu meluangkan…

Sistem TI Pantau Pemanfaatan Kuota BBL

NERACA Jakarta – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melalui Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap menyiapkan sistem informasi pemantauan elektronik untuk mengawal…

UMKM Pilar Ekonomi Indonesia

NERACA Surabaya – Usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) merupakan pilar ekonomi Indonesia. Pemerintah akan terus memfasilitasi kemajuan UMKM dengan…

BERITA LAINNYA DI Perdagangan

Konsumen Cerdas Cipakan Pasar yang Adil

NERACA Jakarta – konsumen yang cerdas dapat berperan aktif dalam menciptakan pasar yang adil, transparan, dan berkelanjutan. Konsumen perlu meluangkan…

Sistem TI Pantau Pemanfaatan Kuota BBL

NERACA Jakarta – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melalui Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap menyiapkan sistem informasi pemantauan elektronik untuk mengawal…

UMKM Pilar Ekonomi Indonesia

NERACA Surabaya – Usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) merupakan pilar ekonomi Indonesia. Pemerintah akan terus memfasilitasi kemajuan UMKM dengan…