Keuangan Inklusif vs Makro Ekonomi

Oleh : Agus Yuliawan

Pemerhati Ekonomi Syariah

Program keuangan inklusif (kemudahan mengakses keuangan) kini banyak dikembangkan oleh pemerintah melalui kementeriannya. Begitu juga dengan lembaga keuangan dengan berbagai fasilitas service yang dimilikinya. Dengan adanya keuangan inklusif menurut pemerintah, untuk  mendorong masyarakat dalam mengembangkan usaha yang produktif. Bahkan, mantan Ketua Komisioner OJK Muliaman D Hadad menegaskan, jika keuangan inklusif itu telah banyak dikembangkan oleh negara – negara lain sebagai strategi dalam kebijakan gini rasio atau untuk mengurangi tingkat kesenjangan masyarakat.

Lantas bagaimanakah praktik keuangan inklusif di Indonesia? Program keuangan inklusf di Indonesia banyak jenisnya, baik yang dijalankan dalam program pemerintah dan swadaya masyarakat. Diantaranya adalah pertama Kredit Usaha Rakyat (KUR), hadirnya KUR untuk menjawab keraguan perbankan dalam menyalurkan kredit kepada masyarakat. Kedua, Progam Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri (PNMP), merupakan program pemerintah yang inklusif untuk mendorong masyarakat sejahtera dan memiliki kesempatan kerja. Ketiga, program ultra mikro (UMi), program ini dikerjakan oleh Kementerian Keuangan dengan lembaga Pusat Investasi Pemerimntah (PIP) dengan sasaran masyarakat miskin yang belum terakses lembaga keuangan. Keempat, program dana bergulir, program ini dijalankan oleh Lembaga Pembiayaan Dana Bergulir–Koperasi Usaha Mikro Kecil dan Menengah (LPDB–KUMKM) dengan tujuan memperkuat akses permodalan bagi pelau UMKM dan Koperasi. 

Kelima, program Membina Keluarga Sejahtera (Mekar), program ini dari Kementerian BUMN dan dijalankan oleh PT Permodalan Nasional Madani (PNM) untuk mendorong kegiatan usaha pada keuangan agar terberdayakan, Sementara untuk program – program swadaya masyarakat, keuangan inklusif dikembangkan oleh lembaga filantropi seperi Dompet Dhuafa, LAZISMU, Rumah Zakat dll.

Secara teori keberadaan dari keuangan inklusif yang dikemas dengan berbagai program – program perkuatan permodalan dan pemberdayaan yang ada memiliki dampak terhadap perubahan sosial dan ekonomi masyarakat. Hal ini dikarenakan secara normatif keberadaan dari keuangan inkusif mampu memberikan pengamanan kepada masyarakat terhadap aspek ekonomi. Namun yang menjadikan kerisauan adalah, ketika keuangan inklusif itu berjalan tidak pararel dengan kondisi dan kebijakan makro ekonomi, sehingga produktifitas dari out put keuangan inklusif dengan segala program – program yang ada mengalami “ambiguitas”.

Apalagi dengan melihat potret, potret ekonomi makro di Indonesia sepanjang 2018 dengan menggambarkan tingkat inflasi 3,2% dengan pertumbuhan 5,17%, nilai tukar Rp 14.209 per US$ dan disertai dengan jumlah utang pinjaman pemerintah capai Rp 333,7 triliun. Dengan data ini memberikan penilaian jika program keuangan inklusif yang dijalankan akan berhadapan kondisi yang tidak nyaman dengan kondisi makro yang ada.  Hal ini tidak lepas dari modal usaha yang dimiliki oleh pelaku usaha dari keuangan inklusif tidak bisa mengikuti laju kenaikan pergerakan neraca  barang dan jasa.

Dampaknya adalah program keuangan inklusif hanya sekedar jaringan pengaman sosial saja yang bersifat sementara dan tidak berkorelasi pada produk domestik bruto (PDB) serta penurunan gini rasio. Untuk itu pemerintah perlu melakukan evaluasi serta upaya yang strategis, khususnya kebijakan makro ekonomi yang realistis serta mengendalikan laju inflasi, penguatan rupiah, keseimbangan neraca ekspor dan impor dan keijakan fiskal yang populis kepada pelaku usaha. Jika kebijakan makro ekonomi ini mengalami jalan di tempat, jangan harap Indonesia bisa bangkit dari keterpurukan ekonomi.

Untuk itu meskipun saat ini asumsi makro 2019 pemerintah yang telah disepakati adalah pertumbuhan ekonomi  5,3%, inflasi 3,5%, nilai tukar Rp 15.00 per US$ dan tingkat suku bunga SPN 3 bulan 5,3% tetap harus terkontrol dengan baik sehingga tidak mempengaruhi keuangan inklusif.

BERITA TERKAIT

Kolaborasi Hadapi Tantangan Ekonomi

Oleh: Sri Mulyani Indrawati Menteri Keuangan Proses transisi energi yang adil dan terjangkau cukup kompleks. Untuk mencapai transisi energi tersebut,…

Dunia Kepelautan Filipina

  Oleh: Siswanto Rusdi Direktur The National Maritime Institute (Namarin)   Dunia kepelautan Filipina Tengah “berguncang”. Awal ceritanya dimulai dari…

Dilemanya LK Mikro

Oleh: Agus Yuliawan Pemerhati Ekonomi Syariah Kehadiran lembaga keuangan (LK) mikro atau lembaga keuangan mikro syariah (LKM/LKMS) dipandang sangat strategis.…

BERITA LAINNYA DI

Kolaborasi Hadapi Tantangan Ekonomi

Oleh: Sri Mulyani Indrawati Menteri Keuangan Proses transisi energi yang adil dan terjangkau cukup kompleks. Untuk mencapai transisi energi tersebut,…

Dunia Kepelautan Filipina

  Oleh: Siswanto Rusdi Direktur The National Maritime Institute (Namarin)   Dunia kepelautan Filipina Tengah “berguncang”. Awal ceritanya dimulai dari…

Dilemanya LK Mikro

Oleh: Agus Yuliawan Pemerhati Ekonomi Syariah Kehadiran lembaga keuangan (LK) mikro atau lembaga keuangan mikro syariah (LKM/LKMS) dipandang sangat strategis.…