Quo Vadis Indonesia?

 

Oleh: William Fortunatus DA, Mahasiswa di STFT Widya Sasana Malang

 

Politik adalah sarana dan bagian dari ruang publik yang memungkinkan setiap orang di dalamnya bersepakat untuk mengusahakan dan menyelenggarakan kehidupan bersama. Aristoteles, seorang filsuf termashsyur, mengindetikkan negara dengan warga negara. Persoalan mengenai negara adalah persoalan mengenai warga negara yang mana berada, bergerak, dan tumbuh bersama di dalam sebuah wadah persatuan komunal. Kenyataan tersebut bagi Aristoteles adalah keadaan kodrati manusia sebagai zoon politicon. Dengan demikian, ketika berbicara politik dalam sebuah negara, pembicaraan tidak dapat tidak diarahkan pada warga negara sebagai bagian integral penyelanggaraan negara. Politik adalah persoalan mengenai warga negara dalam kaitan dengan pembangunan tata kehidupan bersama.

            Politik adalah bagian nyata dari partisipasi aktif warga negara terhadap negaranya. Indonesia sebagai sebuah negara yang menganut sistem demokrasi mewujudkan politik yang menjamin partisipasi aktif warga negaranya dengan melalui pemilihan umum (Pemilu). Pemilu menjadi sarana yang dapat menjamin keterlibatan aktif warga negara dapat perwujudan keberlangsungan sebuah negara. Dengan kata lain, pemilu adalah sebuah pesta rakyat itu sendiri. Pemilu adalah pesta demokrasi rakyat, yang mana menjadi tanda penghormatan terhadap kekuasaan tertinggi yang terletak pada rakyat.

            Indonesia sebagai sebuah negara yang pluralistik kini sedang beranjak menuju penyelenggaraan pesta demokrasi itu. Pesta demokrasi mewujudnyata dalam Pemilu 2019 yang akan segera diselenggarakan di seluruh daerah di Indonesia. Setiap warga negara yang telah memenuhi prasyarat yang telah ditentukan mempunyai hak dan kewajiban untuk turut serta di dalam pesta demokrasi tersebut. Maka dari itu, sudah layak dan sepantasnya, pesta demokrasi yang dilakukan setiap lima tahun sekali ini dirayakan dengan kegembiraan, sukacita, damai, dan menjunjung tinggi penghormatan martabat. Setiap warga negara diundang untuk masuk dalam kegembiraan pesta demokrasi tersebut. Namun, undangan tersebut ternyata tidak selalu ditanggapi dengan positif. Bahkan, pesta demokrasi itu kini dicederai dengan berbagai macam usaha destruktif yang nyata melalui penyebaran hoax melalui teknologi media sosial.

            Fenomena hoax atau berita bohong menjadi persoalan nyata di tengah pesta demokrasi Bangsa Indonesia tahun ini. Temuan Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (Mafindo), seperti dilansir Tempo.co, menunjukkan bagaiman dalam kuran waktu Juli-September 2018 sekitar 230 berita bohong atau hoax tersebar. Permainan penyebaran hoax di tengah-tengah pesta demokrasi Indonesia ini bukan hanya bersentuhan dengan isu-isu politik terkait, tetapi juga menyentuh ranah agama, kesehatan, penipuan, dan sebagainya. Setiap hal tentunya punya maksud dan tujuan tertentu. Interpretasi terhadap hoax dengan tepat mengarah pada sebuah kenyataan, bahwa penyebaran berita bohong tidak dapat dilepaskan dari kepentingan yang destruktif. Hoax menjadi bagian nyata dalam usaha untuk mengacaubalaukan segala sesuatu yang menjunjung keteraturan pembangunan negara itu sendiri. Hoax secara nyata bertujuan untuk menciptakan konflik yang berpotensi merusak keberlangsungan tata kelola kehidupan bernegara dan berbangsa.

            Penyebaran hoax atau berita bohong menjadi ironi dari kesucian dan keluhuran pesta demokrasi rakyat. Bangunan demokrasi dapat saja runtuh jikalau kesadaran akan sifat destruktif dari hoax. Armada Riyanto (2015) menyebut situasi semacam ini sebagai redusifikasi politik. Dapat dikatakan ketika terjadi redusifikasi, politik tidak lagi mencerminkan keluruhan manusia yang berusaha untuk membangun societas yang begitu hangat dalam rasa persatuan. Politik tidak lagi disandarkan pada rasionalitas, tetapi justru sedang bertumpu pada irasionalitas dangkal yang sepi makna. Maka, menjadi begitu penting bagi siapa saja untuk sadar akan kondisi dan dampak dari hoax itu sendiri. Hoax tidak pernah bertujuan luhur, melainkan selalu berujung pada cita-cita kehancuran. Kini, hal yang penting untuk disadari pula ialah disrupsi teknologi, jika tidak disikapi dengan sungguh, memungkinkan penyebaran berita yang massif antar personal maupun komunal.

Perangi Hoax!

            Era disrupsi teknologi mensyarakat kecerdasan literasi digital netizen. Apa artinya literasi digital? Seperti diketahui, bahwa teknologi modern di era Revolusi Industri 4.0 mencirikan adanya kemudahan akses terhadap informasi. Dengan demikian, setiap personal yang terhubung dengan jaringan internet dapat dengan mudah mendapatkan apa yang ingin mereka ketahui. Sumber masalah dari hoax salah satunya adalah indikasi rendahnya literasi digital. Literasi digital meliputi literasi data, teknologi, dan manusia. Ketiganya terangkup dalam pengertian bahwa adanya kemampuan melihat, memilah, dan mengkritisi data. Maka, ketika slogan “Perangi Hoax!” diserukan, setiap orang harus sadar bahwa itu semua dapat diwujudkan melalui kecerdasan dan sikap kritis dalam menilai informasi. Oleh karena itu, dengan mengusahakan literasi digital yang memadai, setiap orang berpartisipasi aktif dalam mewujudkan politik yang bersih, pemilu yang damai, dan pembangunan masyarakat yang lebih baik.

Candida pax homines trux decet ira feras. Kepantasan bagi manusia ialah perdamaian, sementara kepantasan bagi binatang buas ialah kegaraangan yang buas. Pesta demokrasi, Pemilu 2019, adalah pesta seluruh rakyat Indonesia. Di dalamnya, terkandung cita-cita luhur bagi pembangunan Indonesia yang lebih baik. Maka, sudah sepatutnyalah perdamaian dijunjung tinggi oleh setiap insan Indonesia. Perdamaian itulah yang merupakan disposisi yang pantas dibangun dan diwujudkan di dalam setiap usaha membangun bangsa. Berpolitik bukan sekadar soal kepentingan menunjukkan kegarangan untuk merebut kekuasaan. Berpolitik adalah usaha membangun bangsa untuk menjadi lebih baik, lebih damai, lebih sejahtera, dan lebih bermartabat. Jangan sampai, berpolitik irasional yang terwujud nyata dalam usaha penyebaran hoax atau berita bohong menjadi bumerang bagi kehancuran bangsa. Politik yang sejati itu luhur. Maka, perangi hoax, ciptakan Indonesia yang lebih baik.

Semoga Pemilu 2019 membawa kedamaian, ketentraman, dan kemajuan bagi Indonesia tercinta ini. Semoga demikian!

 

BERITA TERKAIT

Bansos Pangan atau Beras oleh Bapanas dan Bulog Langgar UU Pangan dan UU Kesejahteraan Sosial?

  Oleh: Anthony Budiawan, Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies) Presiden Joko Widodo memutuskan perpanjangan pemberian Bantuan Sosial…

Pembangunan Papua Jadi Daya Tarik Investasi dan Ekonomi

  Oleh : Clara Anastasya Wompere, Pemerhati Ekonomi Pembangunan   Bumi Cenderawasih memang menjadi fokus pembangunan yang signifikan di era…

Pastikan Stabilitas Harga dan Stok Beras, Pemerintah Komitmen Ketahanan Pangan

  Oleh : Nesya Alisha, Pengamat Pangan Mewujudkan ketahanan pangan di Indonesia sangat penting karena memiliki dampak besar pada stabilitas…

BERITA LAINNYA DI Opini

Bansos Pangan atau Beras oleh Bapanas dan Bulog Langgar UU Pangan dan UU Kesejahteraan Sosial?

  Oleh: Anthony Budiawan, Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies) Presiden Joko Widodo memutuskan perpanjangan pemberian Bantuan Sosial…

Pembangunan Papua Jadi Daya Tarik Investasi dan Ekonomi

  Oleh : Clara Anastasya Wompere, Pemerhati Ekonomi Pembangunan   Bumi Cenderawasih memang menjadi fokus pembangunan yang signifikan di era…

Pastikan Stabilitas Harga dan Stok Beras, Pemerintah Komitmen Ketahanan Pangan

  Oleh : Nesya Alisha, Pengamat Pangan Mewujudkan ketahanan pangan di Indonesia sangat penting karena memiliki dampak besar pada stabilitas…