Anomali Pembiayaan Mikro di Keuangan

Oleh : Agus Yuliawan 

Pemerhati Ekonomi Syariah 


Perkembangan lembaga keuangan nasional penuh dengan dinamika dan warna, potret perbankan nasional, baik konvensional dan syariah penuh dengan kebimbangan dengan regulasi operasionalnya. Begitu juga dengan Lembaga Keuangan Mikro (LKM) dan Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS) dihadapkan dengan disorientasi yang ingin cepat menjadi lembaga keuangan yang besar dan menyasar para nasabah besar.

Cukup diakui kajian perkembangan tentang lembaga keuangan di Indonesia merupakan studi yang menarik untuk dikaji secara mendalam, terlebih dengan kebijakan Peraturan Bank Indonesia (PBI)  No 17/12/PBI/2015 dimana 20% dari total portofolio kreditnya dilarikan kepada pembiayaan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM). Kebijakan ini sebenarnya memiliki dua pisau análisis. Pertama, dengan adanya PBI ini memberikan bukti keberpihakan perbankan baik konvensional dan syariah untuk menyalurkan pembiyaanya ke sektor UMKM.

Kedua, kebijakan ini juga tak semua bisa dilakukan oleh perbankan, karena di sektor UMKM memiliki tingkat risiko yang tinggi serta beban biaya operasional yang besar. Maka kebijakan PBI menjadikan dilema bagi perbankan dalam menjalankannya. Toh, untuk menjalankan program sesuai dengan regulator tersebut, satu – satunya jalan yang dilakukan oleh pihak perbankan adalah dengan membuat unit mikro dalam divisinya atau melakukan executing dengan lembaga keuangan lainya seperti BPR/BPRS dan LKM / LKMS dalam bentuk linked program. Konsep ini banyak dilakukan oleh perbankan untuk mengikuti prasyarat yang diminta oleh regulator sebagai bukti keperpihakkannya kepada UMKM.  

Jadi, kalau kita teliti lebih dalam—ada kondisi “anomali” yang dialami oleh perbankan nasional, disatu sisi peran perbankan yang seharusnya masuk dalam bisnis menengah dan besar, tapi  diminta untuk masuk di UMKM. Sementara dalam perkembangan yang ada, pada diri Lembaga Keuangan Mikro (LKM) dan Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS) saat ini core business masuk dalam pembiayaan yang besar, sementara peran dan fungsi LKM / LKMS sebagai lembaga pemberdayaan mulai pelan–pelan ditinggalkan. Fakta–fakta yang ada di lapangan, banyak LKM / LKMS memilih untuk total di bisnis dari pada pemberdayaan kepada pelaku UMKM. Anomali yang terjadi di perbankan dan LKM/LKMS harusnya tidak perlu terjadi demikian.

Perbankan dengan fungsinya harus sesuai dengan khittah-nya untuk memasuki dan memberikan pelayanan kepada para nasabah kelas menengah dan atas. Hal yang sama terjadi pada LKM / LKMS sesuai khittah-nya adalah di kelas menengah dan bawah. Pendek kata, urusan bisnis UMKM atau wong cilik, adalah core business–nya pelaku LKM / LKMS bukan core – nya perbankan.  Hal yang sama dengan LKM / LKMS terkait kekuatan service lembaga keuangan yang paling hebat adalah perbankan dan  sangat aneh jika saat ini LKM / LKMS “berbondong–bondong” seperti perbankan. Sementara fungsi dari LKM / LKMS yang penuh dengan semangat guyub dan pemberdayaan ditanggalkan karena dianggap kurang “seksi”.

Anomali yang terjadi di perbankan dan LKM / LKMS selayaknya harus dihentikan, para regulator harus bisa duduk bersama dalam membuat kebijakannya tentang skema pembiayaan yang tepat, sehingga antara perbankan dan LKM/LKMS tidak saling “kanibalisasi” dalam merebutkan pasar di mikro. Hal yang sama juga dipahami oleh LKM / LKMS agar tetap menyimpan mimpinya jauh–jauh kalau ingin menjadi perbankan, lebih baik mengembalikan khittah-nya sebagai lembaganya wong cilik dan selalu berbuat dalam pemberdayaan. Apalagi angka kemiskinan masih tinggi dan Produk Domestik Bruto (PDB) juga masih rendah, maksimalisasi peran LKM / LKMS masih terbuka lebar dengan inovasi produk serta financial engineering yang dimilikinya.

BERITA TERKAIT

Antisipasi Kebijakan Ekonomi & Politik dalam Perang Iran -Israel

    Oleh: Prof. Dr. Didik Rachbini Guru Besar Ilmu Ekonomi, Ekonom Pendiri Indef   Serangan mengejutkan dari Iran sebagai…

Iklim dan Reformasi Kebijakan

Oleh: Suahasil Nazara Wakil Menteri Keuangan Sebagai upaya untuk memperkuat aksi iklim, Indonesia memainkan peran penting melalui kepemimpinan pada Koalisi…

Cawe-cawe APBN dalam Lebaran 1445 H

  Oleh: Marwanto Harjowiryono Widyaiswara Ahli Utama, Pemerhati Kebijakan Fiskal   Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi melaporkan kepada Presiden Joko…

BERITA LAINNYA DI

Antisipasi Kebijakan Ekonomi & Politik dalam Perang Iran -Israel

    Oleh: Prof. Dr. Didik Rachbini Guru Besar Ilmu Ekonomi, Ekonom Pendiri Indef   Serangan mengejutkan dari Iran sebagai…

Iklim dan Reformasi Kebijakan

Oleh: Suahasil Nazara Wakil Menteri Keuangan Sebagai upaya untuk memperkuat aksi iklim, Indonesia memainkan peran penting melalui kepemimpinan pada Koalisi…

Cawe-cawe APBN dalam Lebaran 1445 H

  Oleh: Marwanto Harjowiryono Widyaiswara Ahli Utama, Pemerhati Kebijakan Fiskal   Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi melaporkan kepada Presiden Joko…