Data Akurat Garam Menjadi Kunci Kebijakan Impor

NERACA

Jakarta – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menyebut data yang akurat terkait suplai dan permintaan garam menjadi kunci utama dalam kebijakan impor komoditas tersebut.

"Perkara impor tidak impor itu bukan boleh atau tidak boleh. Perkara impor itu perkara produksi berapa dan kebutuhannya berapa," kata Direktur Pengelolaan Ruang Laut (PRL) KKP Brahmantya Satyamurti Poerwadi di Jakarta, disalin dari Antara.

Brahmantya menuturkan, selain data produksi dan kebutuhan yang akurat, dibutuhkan pula keakuratan klasifikasi kebutuhan garam bagi industri manufaktur. Menurut dia, dengan klasifikasi kebutuhan garam industri yang akurat, maka akan lebih mudah mencari pengganti garam impor yang selama ini digunakan industri manufaktur.

"Dengan pengklasifikasian yang benar dan data 'supply and demand' yang benar, maka di 2021 perlu impor atau tidak itu kembali kepada jumlah produksi domestik. Semua produksi komoditas itu berdasarkan atas data 'supply and demand' yang benar," katanya.

Brahmantya mengatakan KKP pun berharap impor bisa disubstitusi semaksimal mungkin oleh garam rakyat yang diproduksi di dalam negeri. Ia mengaku terus mendorong agar petambak garam bisa mencari potensi pelanggan baru sehingga pasokan komoditas itu tidak dimainkan oleh sejumlah oknum.

"Misalnya di pelabuhan perikanan, garam rakyatnya mungkin disuplai pengepul. Maka kalau punya koperasi, mereka (petambak) bisa langsung (menawarkan produk) ke industri yang butuh. Hal-hal seperti inilah yang kita lakukan," katanya.

Impor garam pada 2017 mencapai 2,55 juta ton. Kemudian, impor pada 2018 naik menjadi sebesar 2,72 juta ton dan 2,72 juta pada 2019. Sementara produksi garam pada 2018 mencapai 2,72 juta ton dengan stok awal yang ada di produsen dan konsumen mencapai 325.099 ton. Sedangkan pada 2017, produksi hanya mencapai 1,11 juta ton dengan stok awal sebesar 783.187 ton.

KKP menyatakan akan ada mekanisme "review" atau tinjauan ulang setiap tiga bulan untuk membahas kebijakan kuota impor garam. "Mekanisme 'review' ini melihat histori tahun lalu (2017) ketika impor ditetapkan 3,7 juta ton ternyata 'performance' (realisasi) hanya 2,6 juta ton. Akhirnya Kemenko Ekonomi menetapkan mekanisme itu," kata Brahmantya.

Mekanisme tinjauan ulang itu menurut Brahmantya akan dimulai Maret ini. Nantinya, dalam rapat koordinasi di Kemenko Ekonomi, KKP akan mengajukan tinjauan atas kebijakan impor garam yang ditetapkan sebesar 2,7 juta ton tahun ini. "Kami akan ingatkan Kemenko untuk 'review' terkait yang 2,7 juta ton itu sudah keluar berapa, realisasinya berapa," katanya.

Menurut Brahmantya, mekanisme tinjauan ulang perlu dilakukan lantaran produksi garam nasional masih mumpuni berkaca pada realisasi impor 2017 yang terpangkas. Dari target impor 3,7 juta ton di 2017, realisasinya kan cuma 2,6 juta ton.

"Kemarin (2017) dari (target) impor 3,7 juta ton, realisasinya kan cuma 2,6 juta ton. Ini membuat posisi tawar kita tinggi karena garam kita sebenarnya produksinya itu lebih baik," katanya.

Lebih lanjut, Brahmantya menuturkan pemerintah harus memberikan kejelasan mengenai kebutuhan garam nasional agar tata kelola komoditas tersebut tidak terus dibayangi impor. Ia menambahkan, Kementerian Perindustrian, yang kini memiliki kewenangan atas pemberian rekomendasi impor garam berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 9 Tahun 2018, juga harus memiliki data yang sama dengan Badan Pusat Statistik (BPS). "Data riil harus disampaikan. Kalau butuh impor, ya impor, asal sesuai kebutuhan dan kita tidak mengganggu harga di tingkat petani," imbuhnya.

Pada kesempatan yang sama, Direktur Jasa Kelautan Ditjen PRL KKP Abduh Nurhidajat menambahkan proses impor yang bertahap membuka kesempatan untuk melakukan kajian dan tinjauan atas kebijakan tersebut. "Sementara ini (kuota) impor 2,7 juta ton. Tapi itu tidak langsung 'full' dalam tiga bulan pertama, misalnya. Maka itu kesempatan kita untuk 'review'," katanya.

Menurut Abduh, perlu ada pertimbangan khusus agar impor tidak terjadi di saat panen raya garam sedang berlangsung. Selain mencederai petambak garam, hal itu juga akan membuat harga garam anjlok sehingga merugikan para petambak.

Menurut dia, impor ini perlu kearifan, bukan saat panen impornya masuk. "Memang impor ini perlu kearifan untuk jangan sampai nanti saat panen impornya masuk. Itu sangat mencederai petambak garam dan harga akan terguncang," tuturnya.

BERITA TERKAIT

Konsumen Cerdas Cipakan Pasar yang Adil

NERACA Jakarta – konsumen yang cerdas dapat berperan aktif dalam menciptakan pasar yang adil, transparan, dan berkelanjutan. Konsumen perlu meluangkan…

Sistem TI Pantau Pemanfaatan Kuota BBL

NERACA Jakarta – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melalui Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap menyiapkan sistem informasi pemantauan elektronik untuk mengawal…

UMKM Pilar Ekonomi Indonesia

NERACA Surabaya – Usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) merupakan pilar ekonomi Indonesia. Pemerintah akan terus memfasilitasi kemajuan UMKM dengan…

BERITA LAINNYA DI Perdagangan

Konsumen Cerdas Cipakan Pasar yang Adil

NERACA Jakarta – konsumen yang cerdas dapat berperan aktif dalam menciptakan pasar yang adil, transparan, dan berkelanjutan. Konsumen perlu meluangkan…

Sistem TI Pantau Pemanfaatan Kuota BBL

NERACA Jakarta – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melalui Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap menyiapkan sistem informasi pemantauan elektronik untuk mengawal…

UMKM Pilar Ekonomi Indonesia

NERACA Surabaya – Usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) merupakan pilar ekonomi Indonesia. Pemerintah akan terus memfasilitasi kemajuan UMKM dengan…