Aktif Naikkan Bunga di 2018, Ada Kemungkinan BI Turunkan di 2019

 

NERACA

Jakarta – Bank Indonesia (BI) cukup aktif dalam menaikkan suku bunga acuan di 2018 dengan menaikkan sebanyak 175 bps pada bulan Mei, Juni, Agusus dan terakhir pada November 2018. Kini bunga acuan BI 7 Day Reverse Repo Rate berada diposisi 6,00%. Hingga akhir Februari 2019, BI juga masih menahan suku bunga dengan alasan suku bunga tersebut sudah cukup stabil dalam menjaga pertumbuhan sector perbankan.

Namun di 2019, Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo menyampaikan bahwa peluang untuk melonggarkan kebijakan moneter dengan menurunkan suku bunga tetap ada. Terlebih dengan kondisi fundamental ekonomi Indonesia yang cukup baik. “Tentu saja, kan setiap bulan kita melakukan rapat dewan Gubernur, kita akan update terus informasi-informasi bagaimana perkembangan inflasinya, pertumbuhannya, neraca pembayarannya, neraca pembayaran di dalam negeri, penyaluran kreditnya seperti apa,” jelas Perry di Jakarta, Jumat (1/3).

Tak hanya itu, pihaknya mengaku akan terus melakukan pemantauan terhadap perekonomian di luar negeri terutama ekonomi Amerika, serta bagaimana perkembangan suku bunga acuan Amerika dan juga risiko geopolitik global.

Perry menambahkan, kordinasi yang erat juga terus dilaksanakan antar lembaga regulator dan Pemerintah guna menjaga stabilitas ekonomi. “Tentu saja setiap bulan kita akan melakukan informasi maupun forecast ke depan dan menentukan Bagaimana arah suku bunga dan juga likuiditas maupun instrumen makroprudensial lainnya,” tambah Perry.

Hal serupa juga dilontarkan oleh Deputi Gubernur Senior BI Mirza Adityaswara. "Tidak ada keperluan untuk kita menahan suku bunga yang tinggi," katanya. Hal ini dilihat dari inflasi yang terkendali di level yang rendah. Seperti yang diketahui inflasi sepanjang tahun 2018 tercatat 3,13%. Sedangkan inflasi Januari-Februari 2019 tercatat 0,24%.

Namun, apabila melihat defisit ekspor barang dan jasa itu masih tinggi, BI tetap mengambil langkah hati-hati. Tahun lalu tercatat defisit transaksi berjalan alias current account deficit (CAD) tercatat US$ 31,1 miliar. Setara dengan 2,98% dari produk domestik bruto (PDB)."Kita ingin ke 2,5% dari PDB," imbuh Mirza.

Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira berpandangan, BI sebaiknya tak buru-buru menurunkan suku bunga acuan. Pasalnya, kendati tingkat inflasi saat ini rendah, Bhima melihat adanya potensi inflasi meningkat di tahun ini. "Siapa pun nanti pemerintahannya, ada kemungkinan harga bahan bakar minyak (BBM) maupun tarif listrik dinaikkan. Ini bisa memicu kenaikan inflasi," kata Bhima.

Sementara, Bhima tak sepakat jika penurunan suku bunga dianggap perlu untuk mendorong investasi. Alasannya, kondisi penanaman modal dalam negeri (PMDN) Indonesia saat ini masih positif, tapi kondisi investasi asing langsung (Foreign Direct Investment) lah yang lesu.

"FDI ini kan faktornya bukan suku bunga, tapi lebih ke arah stabilitas nilai tukar rupiah. Jadi, stabilitas rupiah menjadi variabel yang lebih penting untuk mendrong investasi asing masuk, terutama FDI," terang Bhima.

Ekonom Bank Permata Josua Pardede menilai, setidaknya ada dua alasan utama mengapa masih terlalu dini bagi BI untuk mengubah stance kebijakan moneternya saat ini. Pertama, sentimen negatif global sejatinya belum benar-benar mereda. Risiko geopolitik, geoekonomi, hingga keamanan masih menyelimuti kondisi dunia saat ini.

"The Fed masih dalam stance hawkish, pembicaraan dagang Amerika Serikat (AS) dan China masih maju mundur, pertemuan AS dan Korea Utara tidak membuahkan hasil, dan sekarang ada konflik India dan Pakistan yang mencuat," ujar Josua. Kedua, BI mestinya tetap konsisten pada latar belakang utamanya memperketat kebijakan moneter yaitu menekan defisit transaksi berjalan alias current account deficit (CAD).

BERITA TERKAIT

Kredit Perbankan Meningkat 12,40%

    NERACA Jakarta – Bank Indonesia (BI) mengatakan kredit perbankan meningkat 12,40 persen secara year on year (yoy) pada triwulan I-2024,…

Bank Saqu Catat Jumlah Nasabah Capai 500 Ribu

    NERACA Jakarta – Layanan perbankan digital dari PT Bank Jasa Jakarta (BJJ) yaitu Bank Saqu mencatat jumlah nasabah…

Bank DKI Gandeng Komunitas Mini 4WD untuk Dukung Transaksi Non Tunai

    NERACA Jakarta – Bank DKI menggandeng komunitas Mini 4WD untuk memperkenalkan aplikasi JakOne Mobile sebagai upaya mendukung penerapan…

BERITA LAINNYA DI Jasa Keuangan

Kredit Perbankan Meningkat 12,40%

    NERACA Jakarta – Bank Indonesia (BI) mengatakan kredit perbankan meningkat 12,40 persen secara year on year (yoy) pada triwulan I-2024,…

Bank Saqu Catat Jumlah Nasabah Capai 500 Ribu

    NERACA Jakarta – Layanan perbankan digital dari PT Bank Jasa Jakarta (BJJ) yaitu Bank Saqu mencatat jumlah nasabah…

Bank DKI Gandeng Komunitas Mini 4WD untuk Dukung Transaksi Non Tunai

    NERACA Jakarta – Bank DKI menggandeng komunitas Mini 4WD untuk memperkenalkan aplikasi JakOne Mobile sebagai upaya mendukung penerapan…