RUU Energi Terbarukan Upaya Atasi Kekosongan Regulasi

RUU Energi Terbarukan Upaya Atasi Kekosongan Regulasi

NERACA

Jakarta - Rancangan Undang-Undang Energi Baru dan Terbarukan (RUU EBT) yang sedang digodok di DPR RI merupakan upaya yang baik guna mengatasi kekosongan regulasi aturan perundang-undangan saat ini.

"RUU EBT dirasa sangat penting karena terjadi kekosongan legislasi di atasnya. Indonesia sudah memiliki UU Kelistrikan, UU Migas, dan UU Panas Bumi, sehingga RUU EBT ini untuk melengkapi," kata Wakil Ketua DPR RI Agus Hermanto dalam siaran pers, kemarin.

Untuk itu, ujar dia, berbagai pemangku kepentingan mulai dari DPR, pemerintah, pengusaha dan pengguna EBT harus mempunyai kemauan politik yang sama. Apalagi, politisi Partai Demokrat itu mengingatkan bahwa saat ini pasokan listrik dalam negeri sebagian besar masih disuplai oleh sumber energi fosil.

Ia berpendapat bahwa salah satu hal yang akan menjadi perdebatan alot adalah terkait fiskal insentif karena pasti ada beragam permintaan yang masuk.

Sebelumnya, Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa menyebut pengembangan energi baru dan terbarukan (EBT) masih sangat lambat meski Indonesia kaya akan potensi sumber daya EBT.

Sepanjang 2015-2018, penambahan kapasitas pembangkit energi baru terbarukan hanya 882 mega watt (MW). Padahal, di era sebelumnya, yakni 2010-2014, kapasitas pembangkit EBT bisa mencapai 2.615,7 MW. Kalau ini diteruskan sampai 2019, ia memperkirakan bahwa jumlah itu hanya bertambah 300 MW sehingga total kapasitas maksimum hanya 1.200 MW.

Dengan capaian porsi EBT dalam bauran energi yang saat ini baru 8 persen, pemanfaatan EBT masih disebut sangat lambat. Padahal sesuai Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) capaian saat ini seharusnya sudah mencapai 16 persen agar bisa mencapai target 23 persen pada 2025. Rasio elektrifikasi pun ditaksir naik memenuhi target 96 persen pada akhir 2019. Namun regulasi yang ada justru dinilai menghambat perkembangan EBT.

Sementara itu, Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia menyebutkan pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan (EBT) membutuhkan modal sekitar 90 miliar dolar AS untuk bisa mencapai target 23 persen dalam bauran energi nasional pada 2025.

Hingga saat ini, capaian energi terbarukan dalam bauran energi nasional baru mencapai 8 persen dengan pertumbuhan yang rendah selama tiga tahun terakhir."Satu-satunya capai porsi EBT dalam bauran energi 23 persen kita butuh sekitar 36 ribu MW, di mana kita butuh modal kurang lebih 90 miliar dolar AS, hampir 30 kali lipat biaya kita 'take over' (mengambilalih) Freeport," kata Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Energi Terbarukan dan Lingkungan Hidup Fauzi Imron dalam diskusi tentang energi terbarukan di Jakarta, Jumat (8/2).

Dengan beban seberat itu, Fauzi menyebut dibutuhkan keseriusan dan komitmen kuat pemerintah mendatang untuk mewujudkannya."Kecuali kedua calon presiden ini serius, saya rasa semua bisa tercapai," ujar dia.

Fauzi menuturkan Indonesia kaya akan sumber daya energi baru dan terbarukan mulai dari air, angin, panas bumi, surya hingga biomassa dan arus laut. Potensi tersebut akan sangat bernilai ekonomi jika bisa dimanfaatkan sebagai bahan baku energi pengganti energi fosil yang kini harganya semakin mahal dan tidak bisa digunakan terus menerus.

Fauzi berharap isu energi yang akan jadi topik dalam Debat Capres II pada 17 Februari mendatang akan dapat memberi pencerahan mengenai komitmen kedua pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden dalam pemanfaatan energi baru dan terbarukan."(Isu) EBT ini komitmen wajib buat semua capres. Semoga ini akan bisa dijalankan siapapun yang jadi Presiden nantinya. Jangan sampai mereka lupakan hal ini," pungkas Fauzi. Ant

 

 

BERITA TERKAIT

RI Bisa Jadi Penengah Konflik Iran-Israel

NERACA Yogyakarta - Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta Prof Al Makin memandang Indonesia berpeluang menjadi mediator atau…

Ruang Siber Telah Menjadi Medan Perang Modern

NERACA Semarang - Pakar keamanan siber Dr. Pratama Persadha mengatakan bahwa ruang siber telah menjadi medan perang modern yang memperlihatkan…

Reformasi Birokrasi Dorong Pembangunan Daerah

NERACA Kediri - Penjabat Wali Kota Kediri Zanariah mengungkapkan bahwa terciptanya reformasi birokrasi yang baik dapat mendorong keberhasilan pembangunan daerah.…

BERITA LAINNYA DI

RI Bisa Jadi Penengah Konflik Iran-Israel

NERACA Yogyakarta - Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta Prof Al Makin memandang Indonesia berpeluang menjadi mediator atau…

Ruang Siber Telah Menjadi Medan Perang Modern

NERACA Semarang - Pakar keamanan siber Dr. Pratama Persadha mengatakan bahwa ruang siber telah menjadi medan perang modern yang memperlihatkan…

Reformasi Birokrasi Dorong Pembangunan Daerah

NERACA Kediri - Penjabat Wali Kota Kediri Zanariah mengungkapkan bahwa terciptanya reformasi birokrasi yang baik dapat mendorong keberhasilan pembangunan daerah.…