Sektor Riil - Pengusaha Pakan Ternak Ingatkan Harga Jagung Masih Cukup Tinggi

NERACA

Jakarta – Pengusaha makanan ternak mengingatkan harga jagung untuk pakan saat ini masih tinggi meski tidak ada kendala suplai dan sudah mulai memasuki masa panen. Harga kisaran jagung pakan Rp4.800 per kilogram masih termasuk tinggi, karena dalam kondisi normal jelang masa panen, harga jagung yang sampai ke tingkat pabrik pakan bisa Rp3.500 per kilogram.

"Kalau di Jawa Timur, masih sekitar Rp4.800 per kilogram. Belum sampai kata Pak (Menteri Pertanian) Amran itu Rp3.000-an," kata Dewan Pembina Gabungan Pengusaha Makanan Ternak, Sudirman, dalam pernyataan yang diterima di Jakarta, disalin dari Antara.

"Kalaupun di tingkat petani, acuannya Rp3.150 per kilogram. Normal tinggi. Itu harganya sudah mempertimbangkan keuntungan petani dan kewajaran penerimaan pabrik pakan," katanya.

Mengenai komoditas jagung yang mulai memasuki masa panen, Sudirman menganggap bukan hal yang luar biasa, karena secara musiman panen terjadi pada Maret-Mei. Ia justru mengharapkan adanya pasokan jagung yang terjaga hingga akhir tahun, agar tidak terjadi kelangkaan dan kenaikan harga pada periode November-Januari, yang dapat dipenuhi melalui peran Bulog. "Bulog juga mesti mengisi stoknya, supaya nanti ketika lagi tidak panen, Bulog bisa membantu pabrik pakan," ujarnya.

Dalam kesempatan ini, Sudirman juga mengingatkan kebutuhan jagung untuk pakan ternak meningkat pada 2019 dengan proyeksi mencapai 20 juta ton. Lebih jauh ia menilai para petani telanjur mendapatkan iming-iming harga tinggi sehingga membuat harga ke tingkat pabrik pakan ikut melonjak.

Ketua Pusat Kajian Pertanian Pangan dan Advokasi (Pataka) Yeka Hendra Fatika mengemukakan pemerintah harus berhati-hati dalam mengelola isu jagung yang sering disebut mengalami produksi yang surplus ini.

"Kementerian Pertanian perlu berhati-hati dalam memproduksi isu surplus jagung," kata Yeka Hendra Fatika ketika menjadi pembicara dalam diskusi "Data Jagung yang Biking Bingung" yang diselenggarakan di Kemenko Perekonomian, Jakarta, disalin dari Antara.

Menurut dia, jagung atau padi biasanya digunakan di lahan yang sama, sehingga biasanya petani dalam satu musim bisa saja menanam padi setelah menanam jagung. Padahal, ia mengingatkan bahwa angka produksi padi sudah dikoreksi oleh BPS, dengan overestimasi sebesar 43,43 persen, sehingga produksi jagung juga berpotensi mengalami hal yang sama. "Di jagung, saya haqqul yakin juga terjadi overestimasi. Angka overestimasinya bisa berada di atas padi," paparnya.

Yeka menyoroti bahwa Kementan mencatat surplus jagung sebesar 12,92 juta ton, yang disebabkan adanya luas panen jagung 2018 sekitar 5,3 juta hektare. Maka dengan asumsi 1 hektare memerlukan benih jagung rata-rata sebesar 20 kilogram, maka pada 2018 memerlukan benih jagung sebanyak 106.000 ton benih. Padahal, lanjutnya, kapasitas produksi benih nasional diperkirakan tidak pernah melebihi 60.000 ton benih.

Peneliti Visi Teliti Saksama Nanug Pratomo mengingatkan bahwa kondisi permintaan terhadap jagung masih belum mencapai keseimbangan dengan jagung yang diproduksi. Selain itu, ujar dia, disorot pula mengenai persoalan panjangnya rantai distribusi yang menjadi salah satu penyebab mengapa harga jagung fluktuatif. "Selama jagung belum bisa 'full' memenuhi kebutuhan dalam negeri, impor jagung dibutuhkan, setidaknya dalam jangka pendek," paparnya.

Sedangkan Presidium Agri Watch Dean Novel menyatakan banyak kalangan berulang-ulang mengingatkan tentang karut marut pengeloan pangan khususnya jagung apalagi kebutuhan konsumsi pakan peternak diperkirakan akan terus meningkat. Dean Novel mengusulkan adanya sistem dan mekanisme pertanian yang berkelanjutan.

Sekretaris Menteri Koordinator (Sesmenko) Bidang Perekonomian Susiwijono Moegiarso mengingatkan pentingnya akurasi data sebagai dasar pengambil kebijakan untuk komoditas pangan strategis seperti jagung. "Data dan neraca yang akurat dari komoditas pangan strategis ini penting, terutama untuk dasar pengambil kebijakan," kata Susiwijono Moegiarso.

Susiwijono memaparkan dalam pengambilan keputusan rapat koordinasi di Kemenko Perekonomian seperti untuk komoditas pangan strategis apakah perlu impor atau tidak, ada beberapa kepentingan yang harus dijaga.

Sesmenko Perekonomian menuturkan kepentingan yang harus dijaga adalah kepentingan produsen yaitu petani jagung dan di sisi lain ada kepentingan konsumen yaitu masyarakat, termasuk peternak yang menjadikan jagung sebagai pakan ternak. "ini tidak mudah menyeimbangkannya karena ada kepentingan yang berbeda antara produsen dan konsumen," ucapnya.

BERITA TERKAIT

NRE dan VKTR Sepakat Kembangkan e-MaaS di Indonesia

NERACA Jakarta – Pertamina New & Renewable Energy ("Pertamina NRE"), subholding PT Pertamina (Persero) yang fokus pada pengembangan energi bersih, dan…

Produksi PHE ONWJ Dioptimalkan

NERACA Cirebon – Tim dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melakukan peninjauan proyek Offshore PT Pertamina Hulu Energi…

Investasi dan Ekspor Industri Mamin Semakin Lezat

NERACA Jakarta – Industri makanan dan minuman (mamin) merupakan salah satu sektor strategis dan memiliki peran penting dalam menopang pertumbuhan…

BERITA LAINNYA DI Industri

NRE dan VKTR Sepakat Kembangkan e-MaaS di Indonesia

NERACA Jakarta – Pertamina New & Renewable Energy ("Pertamina NRE"), subholding PT Pertamina (Persero) yang fokus pada pengembangan energi bersih, dan…

Produksi PHE ONWJ Dioptimalkan

NERACA Cirebon – Tim dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melakukan peninjauan proyek Offshore PT Pertamina Hulu Energi…

Investasi dan Ekspor Industri Mamin Semakin Lezat

NERACA Jakarta – Industri makanan dan minuman (mamin) merupakan salah satu sektor strategis dan memiliki peran penting dalam menopang pertumbuhan…