Menyoal Regulasi dan Masa Depan Ojol

 

 

Oleh:  Rizki Hendrian Khotibianto, Staf Badan Pendidikan dan Pelatihan Kemenkeu *)

 

Hampir sebagian besar masyarakat Indonesia, khususnya masyarakat kota-kota besar, sudah pernah menggunakan sarana transportasi Ojol (Ojek Online/ojek daring). Dari yang tua hingga yang muda, jika kita lihat di layar ponsel mereka bisa jadi sudah terpasang aplikasi Ojol. Dalam sebulan minimal kita pernah sekali menggunakan aplikasi Ojol tersebut untuk pemesanan, entah itu mengantar kita, teman kita, atau saudara kita dari satu lokasi ke lokasi yang lain, atau bisa jadi kita memanfaatkan fasilitas pengantaran barang atau makanan.

Tentu kita perlu berterima kasih atas ide cerdas dari pembuat aplikasi yang sangat bermanfaat bagi banyak orang ini. Dengan aplikasi ini, kita tidak perlu lagi untuk lelah berjalan mencari ojek pangkalan yang jaraknya bisa jadi sangat jauh dari lokasi kita saat kita membutuhkan. Dengan aplikasi ini, warga tak perlu berpanas-panasan atau bahkan kehujanan ke tempat penjualan makanan. Saat kita butuh mengantar barang dan tidak ada kendaraan di rumah pun, sangat terbantu dengan aplikasi ini. Dengan aplikasi ini, kita bisa meminta bantuan orang yang sama sekali tidak kita kenal untuk mengantarkan barang kita ke tempat tujuan dengan mengeluarkan biaya yang sebanding dengan durasi waktu pengiriman yang kita harapkan. Bahkan dengannya kita sering mengesampingkan perasaan takut barang kita tidak sampai di tempat tujuan.

Kita pun merasakan betapa murahnya tarif yang ditawarkan jika dibandingkan kita memesan ojek pangkalan. Sebelum hadirnya ojol, kita semua pasti merasakan harus membayar ojek dengan biaya Rp15.000,00 hingga Rp25.000,00 untuk mengantarkan kita ke tempat yang berjarak kurang lebih 3 Km. Kita bisa bandingkan dengan penggunaan ojol. Lokasi berjarak 3 Km hanya mengurangi isi kantung sebesar Rp4.000,00 hingga Rp5.000,00. Angka ini terlihat selisih harga yang sangat jauh dibandingkan ojek pangkalan.

Selain alasan kemudahan dalam pemesanan, ternyata ojol juga menawarkan tarif yang jauh lebih murah dibandingkan ojek pangkalan. Tak hanya itu, dengan menggunakan aplikasi ini, konsumen mendapatkan berbagai kenyamanan, mulai dari lokasi driver, berapa lama waktu yang dibutuhkan driver untuk menjemput ke lokasi kita, history pemesanan jika terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, hingga nomor ponsel dari driver jika kita ingin meminta yang bersangkutan lebih cepat sampai atau bahkan menunggu dulu selama kita masih ada keperluan mendesak.

Permasalahan Ojol

Dibalik sejuta kenyamanan dan kemudahan yang ditawarkan oleh aplikasi ini kepada konsumen, tak melepaskan dirinya dari berbagai permasalahan yang dialami oleh berbagai pihak. Dari petugas kepolisian, hingga masyarakat biasa pun tak lepas dari permasalahan yang timbul dengan terlalu banyaknya orang-orang beratribut Ojol yang memadati jalan raya.

Tingginya peminat layanan ojol ini memancing banyak orang untuk berbondong-bondong mendaftar menjadi mitra kerja. Bahkan yang sudah resmi menjadi driver di salah satu taksi ternama di Jabodetabek pun melepaskan profesinya demi menjadi mitra kerja ojol.

Mudahnya melakukan pendaftaran pun menjadi alasan meningkatnya jumlah driver ojol. Pendaftar hanya cukup melampirkan fotokopi identitas, SIM, surat sehat dari dokter, keterangan domisili, fotokopi STNK, memiliki kendaraan bermotor sesuai kriteria dari perusahaan, dan mengisi formulir pendaftaran. Sejumlah persyaratan tersebut bukan hal yang sulit untuk dilengkapi sebagai berkas administrasi pendaftaran.

Peningkatan jumlah driver ojol menjadi PR tambahan bagi pemerintah. Kondisi jalanan Jabodetabek yang sudah cukup padat hingga 2014 menjadi semakin padat dan menambah titik kemacetan di berbagai lokasi.

Menurut Esthi Maharani (Republika, 2018), ”Saya tak perlu jauh-jauh untuk mensurvei sumbatan-sumbatan jalan raya karena ojol. Di depan kantor Republika, di Jalan Warung Buncit Raya No. 37, Ojol berjejeran di bahu jalan yang memisahkan antara Republika dan sebuah mall besar di Jakarta. Tak jarang, kendaraan tak bisa lewat karena penuhnya ruas jalan.”.

Permasalahan yang disebabkan oleh para pengemudi Ojol ini pun mulai ditanggapi oleh Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan (2018) dengan menginstruksikan kepada para Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) dan pimpinan Badan Usaha Milik Daeah (BUMD) untuk menyediakan tempat antar jemput Ojol.  “Semua yang dibawah lingkungan Pemprov dimulai Senin, 30 Juli 2018, diinstruksikan untuk menyiapkan tempat drop off dan pick up” kata Anies di Balai Agung, Balai Kota, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jumat (27/7/2018).

Kepala Bidang Lalu Lintas Dinas Perhubungan Kota Bekasi, Johan Budi (2019), juga menyatakan “Macet di Stasiun Bekasi karena ojek online yang sulit diatur, mangkal sembarangan dan naik turun penumpang sembarangan. Kami sudah siapkan lokasi titik penjemputan atau area lay bay". "Kami sudah atur dan berikan himbauan ke ojol (ojek online) soal aturan titik jemput. Petugas kota juga standby 8 personil. Tapi tetap saja ada ojol baru yang belum tahu aturan itu, jadi semrawut lagi. Itu pertumbuhan ojol baru cukup tinggi," katanya.

Hingga saat ini, semua pihak masih menunggu lahirnya produk pemerintah yang akan mengatur semua pihak terkait Ojol ini. Menteri Perhubungan, Budi Karya (2019), menyatakan regulasi yang mengatur ojek online akan menguntungkan semua pihak, baik itu penyedia aplikasi, pengemudi, maupun penumpang. “Setelah komunikasi intensif dengan aplikator, asosiasi pengemudi, kami laporkan kami akan atur peraturan berazas kesetaraan, keadilan, dan mengedepankan keselamatan”, kata Budi di JIExpo Kemayoran, Jakarta, (12/1).

Aturan Pemerintah

Hingga saat ini, media masih ramai membahas aturan pemerintah terkait ojol dari sisi tarif, suspend, dan keselamatan. Dari sini masih nampak pemerintah hanya melihat sebuah aturan itu dari sudut yang cukup sempit. Pemerintah hanya membahas dari sisi konsumen (pengguna layanan) dan pengemudi.

Pemerintah belum mencoba memasukkan permasalahan kemacetan sebagai dampak meningkatnya jumlah driver ojol ini menjadi masukan positif atas produk hukumnya. Sebagaimana kita tahu, meningkatnya jumlah driver tersebut dikarenakan mudahnya dalam pendaftaran. Rasanya di sini pemerintah perlu membuat batasan dari pihak perusahaan untuk memberikan batasan maksimal atas jumlah driver dari masing-masing kota yang terjangkau aplikasi ini. Mungkin antara kota Bekasi akan berbeda jumlah driver-nya dengan kota Tangsel.

Terlalu banyaknya jumlah driver juga menjadi salah satu penyebab semrawutnya lalu lintas jalan raya. Mereka yang tidak mendapatkan tempat untuk memarkir kendaraannya di parkiran toko atau kios akan memaksa menggunakan tepi jalan raya demi menunggu pemesanan di lokasi tersebut yang mereka rasakan cukup ramai.

Siapapun bisa mendaftarkan diri menjadi driver dengan memenuhi persyaratan yang ditentukan. Tidak jarang kita temui seorang driver ojol yang bergabung hanya karena ingin mengisi waktu luang. Bahkan ada sebagian dari mereka yang menjadikan ojol sebagai penghasilan tambahan ketika dia sedang tidak bekerja sebagai profesi utamanya, seperti PNS, satpam (security), dan karyawan pabrik.

 

Banyaknya jumlah driver menjadi penyebab sulitnya memenuhi target poin yang harus mereka capai karena harus bersaing dengan driver lain. Jika memang mengedepankan azas keadilan, perlu rasanya, Menteri Perhubungan mempertimbangkan persyaratan bahwa driver dari setiap perusahaan ojol harus disaring ulang untuk mengutamakan driver yang bekerja adalah orang-orang yang memang tidak memiliki pekerjaan. *) Tulisan ini merupakan pendapat pribadi

 

BERITA TERKAIT

Pertahankan Sinergitas dan Situasi Kondusif Jelang Putusan Sidang MK

  Oleh: Kalista Luthfi Hawa, Mahasiswa Fakultas Hukum PTS   Sidang Mahkamah Konstitusi (MK) tengah menarik perhatian publik menjelang putusan…

Pemerintah Bangun IKN dengan Berdayakan Masyarakat Lokal

  Oleh: Saidi Muhammad, Pengamat Sosial dan Budaya   Pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) di Kalimantan Timur bukan hanya tentang…

Ekonomi Mudik 2024: Perputaran Dana Besar Namun Minim Layanan Publik

    Oleh: Achmad Nur Hidayat MPP, Ekonom UPN Veteran Jakarta   Pergerakan ekonomi dalam Mudik 2024 melibatkan dana besar…

BERITA LAINNYA DI Opini

Pertahankan Sinergitas dan Situasi Kondusif Jelang Putusan Sidang MK

  Oleh: Kalista Luthfi Hawa, Mahasiswa Fakultas Hukum PTS   Sidang Mahkamah Konstitusi (MK) tengah menarik perhatian publik menjelang putusan…

Pemerintah Bangun IKN dengan Berdayakan Masyarakat Lokal

  Oleh: Saidi Muhammad, Pengamat Sosial dan Budaya   Pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) di Kalimantan Timur bukan hanya tentang…

Ekonomi Mudik 2024: Perputaran Dana Besar Namun Minim Layanan Publik

    Oleh: Achmad Nur Hidayat MPP, Ekonom UPN Veteran Jakarta   Pergerakan ekonomi dalam Mudik 2024 melibatkan dana besar…