PERTEMUAN MENKO PEREKONOMIAN DAN MENKUMHAM - Bahas PR Kejar Peringkat 40 EoDB Dunia

Jakarta-Kemenko Perekonomian menilai masih banyak pekerjaan rumah (PR) dalam mengejar target kenaikan peringkat kemudahan berusaha (Ease of Doing Business-EoDB) ke urutan 40 besar pada tahun ini. Saat ini, peringkat kemudahan berusaha Indonesia versi Bank Dunia ada di urutan ke-73 dari 190 negara di dunia.

NERACA

Menko Perekonomian Darmin Nasution mengatakan, pekerjaan rumah pemerintah untuk mengejar target kenaikan kemudahan berusaha masih banyak. Saat ini masih ada beberapa undang-undang yang perlu diubah demi mendukung pencapaian target tersebut.

Selain itu, mengubah uu juga bukan pekerjaan mudah dan bisa dilakukan dalam waktu singkat. Sementara penilaian terhadap peringkat kemudahan usaha biasanya dilakukan Bank Dunia pada bulan Juni dan hasil penilaian akan diolah sampai bulan Agustus.

Kemudian, pada bulan yang sama, akan diadakan pertemuan antara perwakilan Bank Dunia dan pemerintah untuk memperjelas hal yang perlu ditanyakan. Setelah itu, pada Oktober-November baru diumumkan hasil pemeringkatan tersebut. "Masalahnya itu (mengubah uu) tidak bisa sekarang. Untuk mengubah undang-undang itu berat," ujarnya di Jakarta seperti dikutip cnnindonesia.com, Kamis (21/2).

Sayangnya, Darmin tak mau menjelaskan uu mana saja yang perlu diubah untuk memperbaiki peringkat kemudahan berusaha tersebut. "Banyak, tapi kami lebih banyak bicarakan soal starting business procedure (prosedur memulai bisnis) seperti pengurusan nama perusahaan dan notaris," ujarnya.  

Kendati susah, Darmin menyatakan pemerintah tak akan menyerah. Pemerintah akan terus berusaha mencari celah agar segala perizinan berusaha bisa terus dipermudah dan peringkat kemudahan berusaha bisa naik peringkat terus.

Untuk itu, Kemenko Perekonomian kemarin (21/2) mengadakan pertemuan dengan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna Hamongan Laoly, untuk membahas mengenai peningkatan peringkat kemudahan berusaha (EODB).

Menteri Yasonna mengatakan, dalam pertemuan dengan Menko Darmin tersebut lebih banyak membahas mengenai cara perbaikan peringkat kemudahan berbisnis di Indonesia. Salah satunya, adalah memperbaiki undang-undang ataupun kebijakan pemerintah yang sudah berjalan.

"Ini untuk meningkatkan EODB kita, ada beberapa (kementerian), bukan hanya kita, semua akan lakukan tugasnya, ada beberapa yang harus ubah undang-undang, ada beberapa hanya ubah kebijakan," ujar Yasonna.

Menurut Yasonna, dengan merevisi undang-undang diharapkan perbaikan iklim investasi di Indonesia dapat meningkat. Adapun beberapa undang-undang yang akan direvisi yakni menyangkut dengan kepailitan dan fidusia.

Dengan begitu dirinya optimistis Indonesia masuk ke peringkat 40 besar dunia sebagai negara dengan kemudahan berinvestasi dalam dua tahun ke depan. "(Bisa kejar target 40 besar?) Sangat optimis," ujarnya.

Sebelumnya, Presiden Jokowi melihat masih adanya hambatan-hambatan regulasi dalam kemudahan berusaha (ease of doing business). Untuk itu dia meminta regulasi yang dianggap menghambat segera dipangkas dan proses deregulasi harus dilakukan tepat waktu.

"Saya masih melihat sekarang ini peraturan menteri yang baru yang terus bermunculan harusnya sudah tidak ada lagi peraturan baru yang semakin menambah persoalan dan mestinya regulasi itu stabil," tegas Presiden.

Indonesia Masih Tertinggal

Bank Dunia belum lama ini merilis laporan kemudahan berusaha (ease of doing business-EoDB) 2019 dari 190 negara di dunia, menyebutkan peringkat kemusdahan berusaha Indonesia turun dari posisi 72 ke 73. Itu disebabkan perbaikan (improvements) RI masih kalah besar jika dibandingkan negara-negara tetangga atau negara-negara di kawasan Asia Tenggara.

Adapun jika dilihat berdasarkan EoDB Ranking 2019, posisi Indonesia masih tertinggal dengan negara-negara tetangga seperti Vietnam peringkat (69), Singapura posisi (2), Malaysia (15), dan Thailand yang menempati posisi 27.

Pada laporan EoDB 2019, ada 11 indikator dari Bank Dunia yang menjadi acuan penilaian bagi Indonesia. Adapun indikator terendah RI ditempati oleh Enforcing Contracts (penegakan kontrak) yakni baru mencapai 47,23%.

Untuk memperbaiki peringkat kemudahan berusaha itu, Bank Dunia menyarankan RI sebaiknya melihat kebijakan apa yang paling dimungkinkan untuk direalisasikan sesuai konteks yang dibutuhkan saat ini. "EoDB ini merupakan alat untuk regulator, jadi ini bergantung pada pembuat kebijakan (di Indonesia) untuk menerapkan praktik-praktik terbaik di masing-masing negara dan merealisasikan sesuai konteks yang dibutuhkan negara," ujar Senior Economist and Statiscian World Bank Group Arvin Jain di Malaysia, belum lama ini.

Dalam laporan Bank Dunia, tidak semua indikator dimasukan dalam perhitungan kemudahan berusaha (EoDB) 2019. Salah satunya adalah sentimen politik dari dalam negeri. "Kami tidak memasuki sentimen politik, hanya undang-undang dan peraturan. Jadi tidak ada sentimen politik yang memang dimasukan ke dalam perhitungan indeks," ujarnya.

Meski demikian, Darmin menyatakan meski posisi EoDB Indonesia mengalami penurunan satu peringkat, namun secara skor masih menunjukan peningkatan. Skor EoDB 2019 tercatat sebesar 67,96% atau naik 1,42% bila dibandingkan pada EoDB 2018 yang tercatat 66,54%.

Dijelaskan, posisi EoDB yang turun dikarenakan oleh adanya empat indikator EoDB yang rankingnya tercatat mengalami penurunan. Keempat indikator tersebut yakni pada Dealing With Construction Permits (Berurusan Dengan Izin Konstruksi), Protecting Minority Investors (Melindungi Investor Minoritas), Grending Across Borders (Perdagangan Lintas Batas) dan Enforcing Contract (Menegakan Kontrak).

"Masing-masing bisa dilihat enam hijau di atas rankingnya naik. Tapi ada empat yang turun. Kenapa turun? karena negara lain ada atau banyak yang reformasinya lebih cepat dibidang masing-masing. Jadi supaya benar score kita naik ranking kita turun," ujar Darmin saat itu.

Berdasarkan hasil survei, Darmin menyebutkan negara lain termasuk China, India dan Kenya, tercatat menyelenggarakan reformasi yang lebih signifikan. Artinya, keempat indikator yang rankingnya mengalami penurunan mampu dilampaui oleh negara-negara tersebut.

Sementara bila diurutkan posisi ranking EoDB pada 2015, Indonesia berada pada peringkat 114, naik menjadi peringkat 109 di 2016, lalu menjadi peringkat 91 pada 2017 dan pada 2018 lalu berhasil berada di peringkat 72 dan di 2019 turun menempati posisi 73. "Indonesia harus terus melanjutkan upaya perbaikan iklim usaha dengan melakukan reformasi yang lebih mendasar," ujarnya. bari/mohar/fba

 

BERITA TERKAIT

MESKI TERJADI KETEGANGAN IRAN-ISRAEL: - Dirjen Migas: Harga BBM Tak Berubah Hingga Juni

Jakarta-Dirjen Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tutuka Ariadji mengungkapkan harga bahan bakar minyak (BBM)…

PREDIKSI THE FED: - Tahan Suku Bunga Imbas Serangan Iran

NERACA Jakarta - Ketegangan konflik antara Iran dengan Israel memberikan dampak terhadap gejolak ekonomi global dan termasuk Indonesia. Kondisi ini…

PEMERINTAH ATUR TUGAS KEDINASAN ASN: - Penerapan Kombinasi WFO dan WFH

Jakarta-Pemerintah memutuskan untuk menerapkan pengombinasian tugas kedinasan dari kantor (work from office-WFO) dan tugas kedinasan dari rumah (work from home-WFH)…

BERITA LAINNYA DI Berita Utama

MESKI TERJADI KETEGANGAN IRAN-ISRAEL: - Dirjen Migas: Harga BBM Tak Berubah Hingga Juni

Jakarta-Dirjen Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tutuka Ariadji mengungkapkan harga bahan bakar minyak (BBM)…

PREDIKSI THE FED: - Tahan Suku Bunga Imbas Serangan Iran

NERACA Jakarta - Ketegangan konflik antara Iran dengan Israel memberikan dampak terhadap gejolak ekonomi global dan termasuk Indonesia. Kondisi ini…

PEMERINTAH ATUR TUGAS KEDINASAN ASN: - Penerapan Kombinasi WFO dan WFH

Jakarta-Pemerintah memutuskan untuk menerapkan pengombinasian tugas kedinasan dari kantor (work from office-WFO) dan tugas kedinasan dari rumah (work from home-WFH)…