Tambah Kapasitas Produksi, Apac Inti Tanam Investasi US$ 15 Juta

NERACA

Jakarta - PT Apac Inti Corpora, produsen tekstil dan produk tekstil (TPT) telah menyiapkan dana sebesar US$ 15 juta untuk memodernisasi mesin-mesinnya agar kapasitas produksi bisa bertambah. Rencananya, modernisasi itu akan dilakukan pada tahun 2012.

“Saat ini utilisasi mesin Apac telah mencapai 99%, sehingga perlu dilakukan peningkatan dengan mengganti sejumlah mesin-mesin pemintalan (spinning),” kata CEO dan Presiden Direktur Apac Inti Benny Soetrisno, di Jakarta, Selasa (8/3).

Menurutnya, langkah peningkatan kapasitas ini dilakukan untuk meningkatkan kinerja perusahaan. “Pada tahun 2012, kami berencana memodernisasi mesin-mesin produksi. Mengganti mesin-mesin spinning. Dengan mesin baru, otomatis kecepatan produksinya naik, sehingga hasilnya lebih tinggi. Dananya sekitar US$ 15 juta,” kata Benny.

Benny mengungkap, pergantian mesin-mesin ini akan meningkatkan pertumbuhan kinerja perusahaan melalui peningkatan produksi. Namun sayang Benny enggan memberikan keterangan lebih lanjut mengenai peningkatan kinerja perusahaan.

Dengan asumsi harga bahan baku yang terus mengalami peningkatan, Benny mengaku optimis pendapatan Apac pada tahun 2012 akan mencapai US$ 350 juta. Angka ini meningkat dari pendapatan tahun 2010 yang mencapai angka diatas US$ 210 juta. Hingga saat ini, Apac Inti memproduksi sekitar 482 ribu bal benang, 80 juta meter greige fabric, dan 60 juta yard denim.

“ Sekitar 70% diantaranya kontribusi ekspor ke 71 negara. Tahun ini, sekitar 30-40% target penjualan ditopang oleh lonjakan nilai karena kenaikan harga bahan baku TPT. Misalnya, harga kapas yang menyentuh elvel tertinggi dalam sejarah. Sedangkan secara volume, kenaikan sekitar 10%,” papar Benny.

Sebelumnya, Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu memprediksi, ekspor TPT nasional akan naik 10,4% dibandingkan 2010 menjadi US$ 11,8 miliar pada 2011. Menyusul, kondisi pasar di berbagai negara tujuan utama ekspor Indonesia yakni Amerika Serikat, Uni Eropa, Timur Tengah, dan Asean, yang dinilai masih sangat prospektif.

Namun ekspor TPT tahun ini masih terhambat masalah kenaikan harga bahan baku terutama kapas. “Revitalisasi mesin dan peningkatan nilai tambah serta peralihan ke segmen pasar menengah adalah sasaran yang ingin dicapai dalam jangka menengah juga bisa mendorong ekspor,” jelasnya.

Berdasarkan data, harga kapas dunia mengalami hingga mencapai US$ 2,8 per kilogram (kg) pada akhir 2010, menjadi US$ 3,8 per kg pada 17 Februari 2011.

Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Ade Sudrajat Usman mengatakan, harga kapas yang terus mengalami lonjakan telah membuat modal kerja perusahaan produksi perusahaan yang akan mengalami penurunan.

“Lonjakan harga ini akan menguras working capital industri dan tentu saja bisa mengganggu cash flow. Karena modal kerja yang menyusut, dipastikan kapasitas produksi akan turun kendati mungkin secara profit masih menjanjikan karena didorong oleh penaikan harga jual,” kata Ade.

Ade mengungkap, harga kapas dunia sulit mengalami penurunan harga sepanjang tahun 2011 hingga 2012. Pasalnya kapas yang diperdagangkan di pasar berjangka adalah untuk pengiriman hingga Januari 2012. “Jangan harap harga kapas bisa turun tahun ini. Karena itu sudah diperdagangkan secara futures, dan sudah sold untuk Januari 2012,” tegas Ade

Selain itu, papar Ade, untuk sektor hulu sendiri terpaksa harus menaikan harga, karena bahan baku naik. Sementara itu di sektor hilir kesulitan untuk menaikan harga jual, hal ini karena kesepakatan itu harus di buat di awal dengan buyer.

“Itu berisiko karena ketika barang terjual, dan mereka membutuhkan feed stock untuk produksi berikutnya, harga sudah naik,” jelas Ade.

Salah satu langkah yang dapat dilakukan untuk mengantisipasi lonjakan harga, menurutnya, adalah dengan meningkatkan porsi komposisi penggunaan serat rayon dan poliester produksi dalam negeri. Sehingga, pemerintah harus berupaya untuk menggenjot penggunaan bahan baku lokal.

“Akan tetapi itu tidak berarti harus terjadi penurunan kualitas produksi. Karena seperti pasar Amerika Serikat dan Eropa, mereka pasti akan menginginkan produk yang berbahan kapas, walaupun harganya mungkin tinggi,” ujar Ade.

BERITA TERKAIT

Konflik Iran dan Israel Harus Diwaspadai Bagi Pelaku Industri

NERACA Jakarta – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus memantau situasi geopolitik dunia yang tengah bergejolak. Saat ini situasi Timur Tengah semakin…

Soal Bisnis dengan Israel - Lembaga Konsumen Muslim Desak Danone Jujur

Yayasan Konsumen Muslim Indonesia, lembaga perlindungan konsumen Muslim berbasis Jakarta, kembali menyuarakan desakan boikot dan divestasi saham Danone, raksasa bisnis…

Tiga Asosiasi Hilir Sawit dan Forwatan Berbagi Kebaikan

NERACA Jakarta – Kegiatan promosi sawit dan bakti sosial diselenggarakan Forum Wartawan Pertanian (Forwatan) bersama tiga asosiasi hilir sawit yaitu…

BERITA LAINNYA DI Industri

Konflik Iran dan Israel Harus Diwaspadai Bagi Pelaku Industri

NERACA Jakarta – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus memantau situasi geopolitik dunia yang tengah bergejolak. Saat ini situasi Timur Tengah semakin…

Soal Bisnis dengan Israel - Lembaga Konsumen Muslim Desak Danone Jujur

Yayasan Konsumen Muslim Indonesia, lembaga perlindungan konsumen Muslim berbasis Jakarta, kembali menyuarakan desakan boikot dan divestasi saham Danone, raksasa bisnis…

Tiga Asosiasi Hilir Sawit dan Forwatan Berbagi Kebaikan

NERACA Jakarta – Kegiatan promosi sawit dan bakti sosial diselenggarakan Forum Wartawan Pertanian (Forwatan) bersama tiga asosiasi hilir sawit yaitu…