WTO Peringatkan Perlambatan Perdagangan Global

NERACA

Jakarta – Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) menyatakan, indikator triwulanan terkemuka perdagangan barang dagangan merosot ke angka terendah dalam sembilan tahun. Hal demikian seharusnya membuat para pembuat kebijakan waspada terhadap perlambatan yang lebih tajam jika ketegangan perdagangan global terus berlanjut.

Indikator prospek triwulanan WTO, gabungan dari tujuh pendorong perdagangan, menunjukkan angka 96,3, terlemah sejak Maret 2010 dan turun dari 98,6 pada November. Angka di bawah 100 menandakan tren di bawah pertumbuhan dalam perdagangan.

"Kehilangan momentum yang berkelanjutan ini menyoroti urgensi mengurangi ketegangan perdagangan, yang bersama dengan bertahannya risiko-risiko politik dan volatilitas keuangan dapat menandakan perlambatan ekonomi yang lebih luas," ungkap WTO dalam sebuah pernyataan, sebagaimana dikutip Antara, Rabu (20/2).

Perkiraan WTO September lalu bahwa pertumbuhan perdagangan global akan melambat menjadi 3,7 persen pada 2019 dari perkiraan 3,9 persen pada 2018, tetapi mungkin ada perlambatan yang lebih curam atau "rebound" tergantung pada langkah-langkah kebijakan.

Indikator triwulanan didasarkan pada volume perdagangan barang dagangan pada triwulan sebelumnya, pesanan ekspor, angkutan udara internasional, jumlah peti kemas yang ditangani pelabuhan (container port throughput), produksi dan penjualan mobil, komponen elektronik dan bahan baku pertanian.

"Indeks untuk pesanan ekspor (95,3), angkutan udara internasional (96,8), produksi dan penjualan mobil (92,5), komponen elektronik (88,7) dan bahan baku pertanian (94,3) telah menunjukkan penyimpangan terkuat dari tren, mendekati atau melampaui posisi terendah sebelumnya sejak krisis keuangan," ungkap pernyataan WTO.

Indeks untuk "container port throughput" (ukuran standar untuk produktivitas pelabuhan) cenderung naik di 100,3, tetapi itu mungkin telah dipengaruhi oleh pengiriman lebih awal sebelum kenaikan tarif AS-China yang diantisipasi, kata WTO.

Menurut badan perdagangan PBB UNCTAD, ketegangan perdagangan internasional dapat melonjak bulan depan jika Amerika Serikat dan China meningkatkan perang tarif mereka, sebuah langkah yang dapat memiliki konsekuensi negatif bagi sistem perdagangan dunia.

Gedung Putih pada Senin (18/2) mengatakan, putaran baru perundingan AS-China berlangsung di Washington pada Selasa waktu setempat, dengan sesi tindak lanjut di tingkat yang lebih tinggi di akhir pekan ini, setelah putaran di Beijing pekan lalu.

Sebelumnya, sengketa perdagangan China dan Amerika Serikat memasuki babak baru setelah para pejabat tinggi di bidang perekonomian dan perdagangan kedua negara mengadakan pertemuan di Beijing, Kamis hingga Jumat (15/2).

Delegasi China dipimpin oleh Wakil Perdana Menteri sekaligus anggota Biro Politik Komite Pusat Partai Komunis China (PKC) Liu He. Mereka bertemu dengan delegasi AS yang dipimpin Duta Besar Perwakilan Perdagangan AS (USTR) Robert Lighthizer dan Menteri Keuangan (USTS) Steven Mnuchin.

Sampai saat ini, pertemuan kedua belah pihak masih berlangsung dan belum ada pernyataan resmi mengenai materi pembahasan. Sejumlah pengamat di China berpendapat bahwa kerja sama masih menjadi opsi terbaik dalam mengakhiri perang dagang antara dua pemimpin ekonomi dunia itu.

Perang dagang bermula pada 22 Januari 2018, saat Presiden AS Donald Trump memberlakukan tarif sebesar 30 persen terhadap panel tenaga surya. Langkah itu dilanjutkan dengan pengenaan tarif 20 persen atas 1,2 juta unit mesin cuci pertama yang diimpor dari China pada 2018.

Lalu, sebanyak 1.300 kategori barang impor dari China, termasuk komponen pesawat, baterai, panel televisi, peralatan kesehatan, satelit, dan beragam senjata masuk dalam kebijakan pengenaan tarif baru Trump.

China membalasnya dengan mengenakan tarif sebesar 25 persen atas  128 jenis produk AS, di antaranya aluminium, pesawat terbang, mobil, daging babi beku, dan kedelai. Pengenaan tarif sebesar 15 persen diberlakukan China atas produk-produk AS berupa buah-buahan, kacang, dan pipa baja. munib

BERITA TERKAIT

MENAKER IDA FAUZIYAH: - Kaji Regulasi Perlindungan Ojol dan Kurir

Jakarta-Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah akan mengkaji regulasi tentang perlindungan bagi ojek online (ojol) hingga kurir paket, termasuk mencakup pemberian tunjangan…

TRANSISI EBT: - Sejumlah Negara di Asteng Alami Kemunduran

Jakarta-Inflasi hijau (greenflation) menyebabkan sejumlah negara di Asia Tenggara (Asteng), termasuk Indonesia, Malaysia, dan Vietnam mengalami kemunduran dalam transisi energi…

RENCANA KENAIKAN PPN 12 PERSEN PADA 2025: - Presiden Jokowi akan Pertimbangkan Kembali

Jakarta-Presiden Jokowi disebut-sebut akan mempertimbangkan kembali rencana kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 2025. Sebelumnya, Ketua Umum…

BERITA LAINNYA DI Berita Utama

MENAKER IDA FAUZIYAH: - Kaji Regulasi Perlindungan Ojol dan Kurir

Jakarta-Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah akan mengkaji regulasi tentang perlindungan bagi ojek online (ojol) hingga kurir paket, termasuk mencakup pemberian tunjangan…

TRANSISI EBT: - Sejumlah Negara di Asteng Alami Kemunduran

Jakarta-Inflasi hijau (greenflation) menyebabkan sejumlah negara di Asia Tenggara (Asteng), termasuk Indonesia, Malaysia, dan Vietnam mengalami kemunduran dalam transisi energi…

RENCANA KENAIKAN PPN 12 PERSEN PADA 2025: - Presiden Jokowi akan Pertimbangkan Kembali

Jakarta-Presiden Jokowi disebut-sebut akan mempertimbangkan kembali rencana kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 2025. Sebelumnya, Ketua Umum…