Jika SVLK Diakui Dunia - Ekspor Kayu dan Produk Kayu Bakal Meningkat 30%

NERACA

Jakarta - Ekspor kayu dan produk kayu diprediksikan bakal mengalami peningkatan sebesar 30% jika sistem verifikasi legalitas kayu (SVLK) diakui seluruh dunia.

SVLK merupakan sertifikasi kayu legal yang dikeluarkan oleh lembaga yang ditunjuk Kementrian Kehutanan seperti Mutu Hijau, Sucofindo Taff, Mutu Agro lestari,  yaitu lembaga legal yang mendapat pengakuan sertifikasi internasional. SVLK ini merupakan sertifikasi yang disusun oleh multi stakeholder.

Benny Soetrisno, ketua umum Gabungan Perusahaan Ekspor Indonesia (GPEI) mengatakan, beberapa tahun belakangan ini ekspor produk kayu Indonesia terus mengalami penurunan. Pada tahun 2010 ekspor produk kayu hanya mencapai US$ 2,9 miliar.  Sedangkan pada tahun 1980  sampai tahun 1990an, nilai ekspor produk kayu mencapai US$ 6-7 miliar per tahunnya.

“Ekspor produk kayu yang kita punya bahan bakunya lebih rendah dibandingkan dengan ekspor tektil yang tidak punya bahan baku, ekspor testil hampir mencapai US$ 11 miliar pada tahun 2010,” terangnya.

Selama ini, ekspor kayu Indonesia mengalami penurunan akibat adanya peraturan non tarif barrier yang ditetapkan negara-negara tujuan terutama masalah legalitas dan lingkungan hidup.

“Seperti Eropa menetapkan untuk ekspor ke sana harus memiliki sertifikat timber regulation dengan sistem VPA atau due diligence, yang akan mulai berlaku pada tahun 2013,” ujarnya.

Negara lain, imbuhnya, seperti Amerika dan Jepang juga sudah menerapkan, dan Australia segera menyusul.

Untuk menyikapi hambatan non tarif barier ini, pemerintah melalui Kementrian Kehutanan mengeluarkan Peraturan Menteri Kehutanan nomor 38 tahun 2009 tentang Standar dan Pedoman Penilaian Kinerja dan Verifikasi Legalitas Kayu pada Pemegang Ijin atau Pada Hutan, yang mewajibkan pengusaha untuk melengkapi SLVK yang menyatakan kayu dan produk kayu yang diproduksi merupakan produk yang memiliki sertifikasi legal.

Namun hingga saat ini, Benny mengatakan, SLVK belum mendapat pengakuan dari negara internasional.

“Untuk itu kita mengadakan seminar High level Market Dialogue, yang akan menghadirkan tiga menteri yaitu Menteri Perindustrian, Menteri Perdagangan dan Menteri Kehutanan. Selain itu perwakilan negara-negara tujuan ekspor kayu dan produk kayu,” katanya.

Seminar ini, lanjut Benny, dilakukan dalam rangka menerangkan kepada negara tujuan ekspor mengenai SVLK dan agar sertifikat ini dapat diterima mereka sebagai bukti kayu dan produk kayu yang bersertifikat tersebut adalah kayu legal.

Benny juga mengatakan, pihaknya juga akan meminta bantuan pemerintah untuk melakukan sosialisasi diplomasi kepada negara-negara tujuan untuk menerima sertifikat SVLK sebagai sertifikat resmin untuk kayu dan produk kayu ilegal.

“Tugas kita (pengusahaa) akan mensosialiasi ke buyer dan akan menggunakan sertifkat SVLK ini, pemerintah harus menunjukan kedaulatannya meminta negara lain untuk menerima sertifikat ini,” terang Benny.

Benny menjelaskan, jika sertifikat SVLK telah diterima oleh negara internasional, pihaknya sangat optimis ekspor kayu dan produk kayu Indonesia akan mengalami peningkatan hingga 30%.

Berdasarkan data GPEI, ekspor kayu dan produk kayu pada tahun 2009 mencapai US$ 2,3 miliar. Pada tahun 2010 angka ini meningkat menjadi US$ 2,9 miliar. Dengan sumbangan terhadap Produk Domestik Bruto hanya mencapai 1,5% pada tahun 2009.

Sementara itu, Robianto Koestomo, ketua bidang Kehutanan, Pertanian dan Pertambangan GPEI mengatakan, untuk mendukung program sertifikasi ini berjalan, pemerintah harus memberikan insentif berupa biaya gratis untuk pembuatan sertifikat. Namun mengingat dana pemerintah yang sanat minim, membuat tidak semua industri dapat dibiayai.

“Tahun anggaran 2010, dari 600 perusahaan kayu dan produk kayu Indonesia, hanya sekitar 8 perusahaan yang dibiayai oleh pemerintah,” terangnya.

Di tempat terpisah, Menteri Perindustrian MS Hidayat mengatakan, soal pembiayaan harus segera diatas mengingat ini merupakan persoalan yang strategis.

“Sertifikasi SVLK kan ruwet, tapi pasti bisa diatasi (masalah pembiayaan). Intinya hal-hal strategis seperti ini jangan sampai terkendala biaya harus bisa diatas dari regulasi  karena ini mengikat,” terangnya.

BERITA TERKAIT

NRE dan VKTR Sepakat Kembangkan e-MaaS di Indonesia

NERACA Jakarta – Pertamina New & Renewable Energy ("Pertamina NRE"), subholding PT Pertamina (Persero) yang fokus pada pengembangan energi bersih, dan…

Produksi PHE ONWJ Dioptimalkan

NERACA Cirebon – Tim dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melakukan peninjauan proyek Offshore PT Pertamina Hulu Energi…

Investasi dan Ekspor Industri Mamin Semakin Lezat

NERACA Jakarta – Industri makanan dan minuman (mamin) merupakan salah satu sektor strategis dan memiliki peran penting dalam menopang pertumbuhan…

BERITA LAINNYA DI Industri

NRE dan VKTR Sepakat Kembangkan e-MaaS di Indonesia

NERACA Jakarta – Pertamina New & Renewable Energy ("Pertamina NRE"), subholding PT Pertamina (Persero) yang fokus pada pengembangan energi bersih, dan…

Produksi PHE ONWJ Dioptimalkan

NERACA Cirebon – Tim dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melakukan peninjauan proyek Offshore PT Pertamina Hulu Energi…

Investasi dan Ekspor Industri Mamin Semakin Lezat

NERACA Jakarta – Industri makanan dan minuman (mamin) merupakan salah satu sektor strategis dan memiliki peran penting dalam menopang pertumbuhan…