BPR Diminta Konsolidasi Untuk Perkuat Modal

 

 

NERACA

 

Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) meminta bank perkreditan rakyat (BPR) yang tidak bisa memenuhi syarat modal inti minimum pada 2019, segera berkonsolidasi untuk memperkuat modal, ketimbang tumbuh stagnan dan berisiko dikalahkan perusahaan sejenis berbasis teknologi finansial (tekfin). "Daripada kecil-kecil modalnya di bawah Rp3 miliar dan di bawah Rp6 miliar, mereka tidak bisa bersaing dengan 'peer to peer lending' (tekfin), bahkan rentenir. Nah, kalau mereka (BPR) gabung, mereka modalnya bertambah, sumber daya manusia juga mumpuni," kata Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Heru Kristiyana di Gedung BI, Jakarta, Selasa (19/2).

Saat ini, menurut dia, terdapat sekitar 1.700 BPR di Indonesia, yang di antara kepemilikannya juga banyak berasal dari badan usaha milik daerah. Sesuai Peraturan OJK No 5/POJK.03/2015 tentang Kewajiban Modal Minimum BPR disebutkan bahwa pada akhir 2019, bank harus memenuhi ketentuan modal minimal Rp3 miliar. Sedangkan pada 2024, modal minimal BPR mesti sebesar Rp6 miliar.

Heru mengatakan dirinya sudah memanggil para pimpinan BPR tersebut. "Para pemilik sudah saya kumpulkan. Saya tanya 'Anda mampu tidak mengumpulkan modal minimum Rp6 miliar?' Kalau itu terasa berat, silakan cari partner (mitra) saja. Kan banyak sekali BPR ada 1.700," ujarnya.

Heru masih mengkaji skema yang tepat untuk konsolidasi BPR itu karena terkait skema konsolidasi yang berdasarkan wilayah atau jenis kepemilikan. "Ada kan, beberapa BPR dimiliki satu pemilik yang dia punya banyak BPR. Kenapa tidak digabung saja biar kuat," ujar dia. Inisiatif konsolidasi BPR itu juga berangkat dari masih minimnya kontribusi BPR bagi perekonomian daerah.

Banyak BPR di daerah yang belum optimal menjalankan fungsi intermediasi ekonomi perbankan, bahkan belum mampu menyumbang ke pendapatan asli daerah karena minimnya kepemilikan modal. Sebelumnya, pada Senin (18/2) malam, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo meminta BPR lebih mandiri dan mampu mendukung kemajuan perekonomian masyarakat daerah.

Ia mengimbau BPR dalam naungan Perhimpunan Bank Perkreditan Rakyat Milik Pemerintah Daerah (Perbamida) se-Indonesia lebih intensif berdiskusi dengan BI dan OJK untuk memunculkan inisiatif kebijakan yang mendukung perkembangan BPR. "BPR harus mampu mandiri, berinovasi dan terus memberikan berbagai dukungan bagi kemajuan daerah. Hal kecil misalnya ATM, itu masih menjadi permasalahan yang belum tuntas dan harus segera dituntaskan demi kenyamanan pengguna jasa perbankan," kata dia.

BERITA TERKAIT

Survei BI : Kegiatan Dunia Usaha Meningkat di Triwulan I/2024

    NERACA Jakarta – Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) Bank Indonesia (BI) mengindikasikan bahwa kinerja kegiatan dunia usaha…

BRI Catat Setoran Tunai Lewat ATM Meningkat 24,5%

  NERACA Jakarta – PT Bank Rakyat Indonesia Persero Tbk (BRI) mencatat setoran tunai melalui ATM bank tersebut meningkat sebesar 24,5 persen…

Bank DKI Jadi Penyumbang Deviden Terbesar ke Pemprov

    NERACA Jakarta – Bank DKI menjadi Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) penyumbang dividen terbesar bagi Provinsi DKI Jakarta sepanjang…

BERITA LAINNYA DI Jasa Keuangan

Survei BI : Kegiatan Dunia Usaha Meningkat di Triwulan I/2024

    NERACA Jakarta – Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) Bank Indonesia (BI) mengindikasikan bahwa kinerja kegiatan dunia usaha…

BRI Catat Setoran Tunai Lewat ATM Meningkat 24,5%

  NERACA Jakarta – PT Bank Rakyat Indonesia Persero Tbk (BRI) mencatat setoran tunai melalui ATM bank tersebut meningkat sebesar 24,5 persen…

Bank DKI Jadi Penyumbang Deviden Terbesar ke Pemprov

    NERACA Jakarta – Bank DKI menjadi Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) penyumbang dividen terbesar bagi Provinsi DKI Jakarta sepanjang…